NASIONAL

(CEK FAKTA Debat) Ganjar Sebut Data Bansos Tidak Valid, Benarkah?

Calon presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo mengklaim masih ada data bantuan sosial (bansos) yang tidak valid.

AUTHOR / KBR

(CEK FAKTA Debat) Ganjar Sebut Data Bansos Tidak Valid, Benarkah?
Capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo. (Foto: ANTARA/Wahyu Putro)

KBR, Jakarta - Calon presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo mengklaim masih ada data bantuan sosial (bansos) yang tidak valid.

"Bansos ini adalah kewajiban negara dan rakyat berhak mendapatkannya, tapi kita punya problem, karena banyak klaim yang diberikan ini seolah-olah bantuan orang perorang atau kelompok padahal kita masih punya ada data yang tidak valid, ada cara penyampaian yang tidak benar ada protes yang tidak terverifikasi atau tidak terespons dengan baik," kata Ganjar saat debat calon presiden kelima (04/02/24).

Verifikasi: 

Sejak Juni 2020 sampai Oktober 2021, Ombudsman RI menerima laporan pengaduan masyarakat sebanyak 275 dan 691 permintaan konsultasi non-laporan dari masyarakat pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial. 

Terkait ketepatan data sasaran, meski telah dilakukan pemutakhiran data, Ombudsman masih menemukan bahwa data penerima sasaran (DTKS-Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) belum sepenuhnya valid. 

Sebagai contoh masih ditemukan penerima manfaat bantuan sosial yang telah meninggal dunia namun masih tercatat, warga yang telah pindah domisili. Berdasarkan informasi yang didapat dari pemerintah daerah, bahwa kendati pemda telah menyampaikan usulan data terbaru namun belum ditindaklanjuti pemutakhirannya oleh Kementerian Sosial.

Peneliti Senior The SMERU Research Institute, Luhur Arief Bima membenarkan soal permasalahan data bansos. Kata dia, berdasarkan studi yang dilakukan SMERU menemukan bahwa Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang tidak mutakhir menyebabkan ketaktepatan sasaran dan keterlambatan penyaluran bantuan di awal pandemi COVID-19. Ketidak-akuratan data ini menurutnya terjadi karena tidak semua pemerintah kabupaten/kota melakukan pemutakhiran DTKS secara berkala.

"Hasil studi ini juga menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap pemutakhiran DTKS secara berkelanjutan oleh pemerintah kabupaten/kota mengarah pada dua aspek utama yang saling memengaruhi, yakni motivasi daerah untuk memutakhirkan DTKS dan kapasitas daerah untuk melaksanakannya," kata Luhur, Minggu (04/02/24).

Senior Research Associate Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG), Klara Esti
juga berpendapat demikian. Menurutnya, Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang selama ini menjadi acuan pemerintah untuk menetapkan sasaran program perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan, seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Sosial Tunai, dan Bantuan Langsung Tunai Bahan Bakar Minyak (BLT BBM), serta Sembako/Bantuan Pangan Nontunai tidak akurat. 

Menurutnya, data tersebut tidak dimutakhirkan dengan cukup cepat dan berkala. Di sisi lain, warga miskin kesulitan mendaftarkan diri ke DTKS secara daring.

"Menurut Undang-Undang (UU) No. 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, pemerintah daerah kabupaten/kota bertanggung jawab melakukan pemutakhiran melalui kegiatan verifikasi dan validasi (verval) data terpadu secara berkala. Namun, tidak semua pemerintah daerah melakukannya. Berdasarkan evaluasi yang dilakukan Kemensos hingga Januari 2020, hanya 50 kabupaten/kota yang telah memperbaiki DTKS di atas 50% (Kemensos, 2020). Dengan kondisi ini, tidak mengherankan jika ketaktepatan data menjadi permasalahan yang selalu berulang," kata Klara Minggu (04/02/24).

Baca juga:

--

Referensi

https://ombudsman.go.id/news/r...


Disklaimer

Artikel ini merupakan hasil kolaborasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia (MAFINDO), Cekfakta.com bersama 18 media dan tim panel ahli di Indonesia.

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!