NASIONAL

Mafindo: Semua Capres-Cawapres Jadi Sasaran Utama Hoaks Politik

Platform Youtube menjadi tempat ditemukan hoaks terbanyak, sejumlah 44.6 persen.

AUTHOR / Fadli Gaper

Hoaks Politik
Ilustrasi Hoaks Politik. (Sumber: antaranews)

KBR, Jakarta - Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo) menemukan 2.330 hoaks selama tahun 2023. Dari temuan itu, hoaks politik sebanyak 1.292.

Jumlah hoaks politik itu dua kali lipat lebih banyak dibandingkan hoaks sejenis pada musim Pemilu 2019 sebanyak 644.

Persentase hoaks politik tahun 2023 sebanyak 55,5 persen yang ditemukan Mafindo, selain menjadi yang tertinggi, juga memosisikan hoaks politik kembali mendominasi topik hoaks pasca-2019.

Pada masa pandemi COVID-19, hoaks politik sempat turun rata-rata di bawah 33 persen.

Ketua Presidium Mafindo Septiaji Eko Nugroho mengatakan masifnya hoaks politik mengganggu demokrasi di Indonesia, mengacaukan kejernihan informasi, dan dapat mengajak orang menolak hasil pemilu.

Karenanya upaya komprehensif perlu dilakukan untuk mencegah dan menangani hoaks untuk menjaga kedamaian Pemilu 2024.

Platform Youtube menjadi tempat ditemukan hoaks terbanyak sejumlah 44.6 persen, diikuti oleh Facebook 34.4 persen, Tiktok 9.3 persen, Twitter atau X 8 persen, Whatsapp 1.5 persen, dan Instagram 1.4 persen.

“Dominasi konten hoaks berupa video menjadi tantangan besar bagi ekosistem periksa fakta, karena konten hoaks video cepat sekali viral karena sering dibumbui dengan elemen yang emosional. Sedangkan upaya periksa fakta konten video membutuhkan proses yang lebih lama ketimbang foto atau teks,” jelas Septiaji Eko Nugroho kepada KBR, Jumat (2/2/2024). 

Menjelang pemungutan suara dalam Pemilu 2024, konten yang dibuat dengan teknologi kecerdasan buatan (AI) pun sudah muncul, seperti video deepfake pidato Presiden Jokowi dengan Bahasa Mandarin, maupun rekaman suara Anies Baswedan dan Surya Paloh yang dibuat dengan AI.

Ketua Komite Litbang Mafindo Nuril Hidayah yang akrab disapa Vaya, menjelaskan yang membedakan hoaks pada Pemilu 2024 dan Pemilu 2019 adalah dominasi konten video.

“Pada Pemilu 2019, hoaks kebanyakan berupa foto atau gambar,” ujar Vaya.

Dia mengatakan hal ini menjadi tantangan pemeriksa fakta. Proses periksa fakta konten video lebih rumit dan lama, dan bisa mengaduk-aduk emosi.

“Terlebih konten hoaks yang dibuat menggunakan AI, tidak mudah untuk bisa mendapatkan kesimpulan apakah itu hoaks atau bukan.”

Anies Baswedan Terbanyak Tersebut di Hoaks

Semua calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) menjadi sasaran utama hoaks politik. Hoaks tentang mereka ada yang bernada positif (melebih-lebihkan kandidat), sebagian bernada negatif (yang menyerang atau memfitnah kandidat).

"Anies Baswedan menjadi kandidat yang paling banyak tersebut dalam narasi hoaks, sebanyak 206 bernada positif dan 116 bernada negatif. Selanjutnya Ganjar Pranowo 63 positif, 73 negatif, Gibran Rakabuming Raka 12 positif, 74 negatif, Prabowo Subianto 28 positif, 66 negatif, Mahfud Md 44 positif, 5 negatif, dan Muhaimin Iskandar 17 positif, 5 negatif," imbuh Septiaji Eko Nugroho.

Dia mengatakan konten hoaks politik itu masih didominasi saling serang antarpendukung kandidat. Sedangkan tingkat polarisasi dengan isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) menjelang Pemilu 2024 ini tidak setinggi dibandingkan Pemilu 2019 dengan capres head-to-head Joko Widodo dan Prabowo.

“Namun, jika pilpres masuk ke putaran kedua, perlu diwaspadai peningkatan hoaks dan ujaran kebencian yang menggunakan isu SARA,” ujar Septiaji.

Septiaji menyebut topik hoaks yang paling banyak ditemukan adalah dukungan/pengakuan kepada kandidat (33.1 persen), diikuti isu korupsi (12.8 persen) dan penolakan terhadap kandidat (10.7 persen), dan karakter atau gaya hidup negatif kandidat (7.3 persen). Sedangkan isu kecurangan pemilu sebesar 5 persen dan isu SARA 3,9 persen.

“Isu kecurangan pemilu harus disikapi dengan sangat serius oleh penyelenggara pemilu. Karena isu ini yang diprediksi meningkat tajam setelah hari-H (14 Februari 2024), dan berpotensi membuat orang menolak hasil pemilu dan memantik keonaran. Kami sudah menemukan beberapa konten hoaks yang mendelegitimasi penyelenggaraan pemilu seperti hoaks mobilisasi ODGJ (orang dengan gangguan jiwa), hoaks sistem teknologi informasi (TI) KPU, dan isu keberpihakan penyelenggara pemilu,” sambung Septiaji.

Upaya menangani hoaks tidak cukup dengan melakuan fact checking atau pemeriksaan fakta.

Dia memandang sangat penting upaya pencegahan dalam bentuk vaksinasi informasi atau prebunking. Caranya dengan menyajikan konten yang bisa mengedukasi publik sehingga memiliki kekebalan atau imun kuat saat terpapar hoaks.

Baca juga:

- Kominfo Temukan Puluhan Konten Hoaks Pemilu 2024

- Jelang Pemilu, Jumlah Konten Negatif Politik Meningkat 2 Kali Lipat

Saat ini Mafindo bekerja sama dengan Bawaslu RI dan Koalisi Masyarakat Sipil Lawan Disinformasi Pemilu 2024 yang terdiri dari 20 organisasi masyarakat sipil, serta Koalisi cekfakta.com bersama 25 media online dan Koalisi DAMAI dengan 11 organisasi, berkolaborasi mengadang hoaks Pemilu 2024.

Kolaborasi itu berupa monitoring, pelaporan, dan penanganan hoaks yang sedang dilakukan. Selain itu, koalisi juga memproduksi konten prebunking atau pencegahan hoaks pemilu terutama dalam bentuk video.

“Kolaborasi ini perlu terus diintensifkan dengan melibatkan platform digital, penyelenggara pemilu, pemerintah, dan warganet,” ujar Septiaji.

Editor: Wahyu S.

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!