ARTIKEL PODCAST

Target Stunting Direvisi, BKKBN: Lebih Rasional

Pada 2045 target stunting dipatok 5 persen, tapi mestinya bisa lebih cepat karena bonus demografi bakal habis pada 2035

AUTHOR / Naomi Lyandra

EDITOR / Ninik Yuniati

Kader posyandu mengukur tinggi badan balita di Desa Kutuk, Undaan, Kudus, Jawa Tengah. ANTARA FOTO/Y
Kader posyandu mengukur tinggi badan balita di Desa Kutuk, Undaan, Kudus, Jawa Tengah. ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/nym.

KBR, Jakarta - Revisi target penurunan stunting 2024 dari 14 persen menjadi di bawah 20 persen diklaim lebih rasional. 

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Hasto Wardoyo menjelaskan, Indonesia belum punya standar nasional dalam mengukur stunting. Selama ini, yang digunakan adalah standar internasional. 

"Itu dibuat bukan dengan data Indonesia, (tetapi) dengan sampel-sampel data balita dari negara-negara lain. Jadi balita banyak diukur semua, kemudian dicari rata-rata normalnya berapa, 'oh normalnya segini', ini ditetapkan menjadi normalnya dunia," kata Hasto dalam Ruang Publik KBR.

"Kalau normal kita disuruh ngikutin normalnya Eropa kan jelas kalah. Supaya ini dipahami bersama, bahwa ada standar internasionl, tetapi kita tidak memiliki standar nasional. Seperti Jepang, China, juga membuat standar nasional, sehingga ukuran kita, tidak terus diukur dengan standar internasional," imbuh Hasto.

Adapun di 2045, target stunting dipatok 5 persen. Menurut Hasto, target tersebut realistis, tetapi harapannya bisa dipercepat karena bonus demografi sudah berakhir pada 2035.

"Meskipun masih banyak provinsi-provinsi yang bisa agak delayed bonus demografinya, tapi kalau yang Jawa, 2035 sudah closed. Jadi kalau kita stuntingnya masih tinggi terus sampai 2030, 2035 ya kita enggak bisa memetik bonus demografi," ujar Hasto. 

Sementara itu, 1000 Days Fund, organisasi yang mengedukasi dan melatih kader posyandu dalam pencegahan stunting, menyoroti kompleksitas isu stunting. Menurut Rindang Asmara, Chief Operating Officer 1000 Days Fund, butuh kerja sama lintas sektor dalam penanganannya. 

Riri menganalogikan masalah stunting sebagai “alarm kebakaran” yang api penyebabnya ada banyak, di antaranya sanitasi buruk, akses air bersih yang sulit, pemahaman kesehatan yang minim, hingga kurangnya pengetahuan kader posyandu soal pencegahan stunting.

“Ini semua (faktor penyebab stunting) harus kita matikan supaya kita bisa mencapai target berapapun yang mau dicapai,” ujar perempuan yang akrab disapa Riri ini.

Baca juga:

1000 Days Fund telah melakukan intervensi di tujuh provinsi dalam penanganan stunting, misalnya melalui pelatihan dan pengawasan kader posyandu untuk mendampingi ibu hamil. 1000 Days Fund mampu mencegah kasus stunting di beberapa daerah.

“Kalau kita mengirimkan kader lebih sering, ngajar gimana caranya kasih ASI, caranya makan protein hewani, ternyata bisa kasusnya nol,” terang Riri.

Simak selengkapnya dalam Ruang Publik KBR episode Target Penurunan Stunting Direvisi, Target Baru Lebih Realistis? hanya di kbrprime.id.

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!