ragam
Waspada Defisit APBN dan Dampak Kebijakan Tarif Impor AS

Tentu ketika kita nambah utang maka akan ada tambahan beban pembayaran bunga di masa yang akan mendatang. Yang kedua juga bisa menurunkan kepercayaan investor karena mereka ragu

Penulis: Astri Septiani

Editor: Resky Novianto

Google News
inflasi
ekon.go.id

KBR, Jakarta- Anggota Komisi VI DPR RI, Amin AK meminta pemerintah memastikan defisit APBN 2025 maksimal pada tingkat 2,53% dari Produk Domestik Bruto (PDB), sesuai dengan proyeksi sebelumnya. 

Amin memperkirakan defisit APBN bakal berdampak, salah satunya pada potensi pemerintah meningkatkan pembiayaan melalui utang. 

Hal itu ia sampaikan menanggapi rilis APBN Kita yang disampaikan oleh Menteri Keuangan bahwa APBN RI defisit 31,2 triliun rupiah.

''Dan tentu ketika kita nambah utang maka akan ada tambahan beban pembayaran bunga di masa yang akan mendatang. Yang kedua juga bisa menurunkan kepercayaan investor karena mereka ragu tentu terhadap stabilitas fiskal di Indonesia dan ini akan mempengaruhi aliran investasi masuk," ucap Amin kepada KBR, Kamis (13/3/2025).

"Ketiga, juga bisa menekan nilai tukar rupiah. Ini yang harus juga diwaspadai. Sekarang nilai tukar rupiah kita masih sangat labil dan tidak baik-baik saja," tambahnya.

Amin menjelaskan, langkah pemerintah melakukan efisiensi anggaran saja belum cukup, sehingga pemerintah perlu melakukan langkah-langkah optimalisasi penerimaan khususnya dari sektor pajak. 

Kata dia, pemerintah mesti memperluas basis penerimaan pajak dan memastikan bahwa potensi-potensi yang ada benar-benar masuk sebagai penerimaan negara.

Pemerintah, lanjutnya, juga harus mengurangi ketergantungan pada komoditas tertentu dengan mendorong peluang pendapatan dari sektor-sektor lain untuk meningkatkan stabilitas pendapatan negara.

Baca juga:

APBN Februari 2025 Defisit Rp31,2 Triliun

Selain itu, Amin AK juga menilai kebijakan Donald Trump soal tarif impor Amerika Serikat (AS) dapat mengancam Indonesia, terutama jika produk-produk Indonesia masuk dalam daftar target tarif tersebut. 

Kata dia, kebijakan ekonomi Amerika Serikat yang agresif dapat meningkatkan ketidakpastian di pasar keuangan global sehingga perlu diantisipasi pemerintah.

"Yang juga bisa berdampak pada volatilitas nilai tukar mata uang. Nah ini jika tidak diantisipasi dengan baik maka sekali lagi ini juga mengancam stabilitas nilai mata uang Rupiah kita. Walaupun mungkin dari kebijakan Presiden Trump itu bisa juga ada peluang dampak positif bagi Indonesia," kata Amin.

Amin AK menambahkan dampak positif mungkin terjadi ketika kebijakan tarif yang diterapkan Donald Trump ini terhadap Cina sangat ketat sehingga ada kemungkinan merelokasi basis produksi mereka ke negara-negara lain.

Tujuannya, guna menghindari tarif yang sangat tinggi yang diterapkan oleh Amerika Serikat.

"Di situlah pemerintah Indonesia bisa memanfaatkan peluang ini dengan menarik investasi asing ke sektor manufaktur," jelasnya.

Amin menyebut, pemerintah mesti mencermati peluang dampak positif agar bisa mengundang investor luar negeri ke indonesia.

Baca juga:

Perang Dagang Terjadi, Prabowo Minta Sri Mulyani Bersiap

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati melaporkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) per akhir Februari 2025 mengalami defisit sebesar Rp31,2 triliun atau 0,13 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Meski begitu, dia menyebut defisit ini masih sesuai dengan target APBN 2025.

"Saya ingatkan kembali kolom sebelahnya APBN didesain dengan defisit Rp616,2 triliun. Jadi ini defisit 0,13% tentu masih di dalam target desain APBN sebesar 2,53% dari PDB, yaitu 616,2 triliun rupiah," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa, Kamis (13/3/2025).

Sri Mulyani menjelaskan, realisasi pembiayaan anggaran hingga akhir Februari 2025 mencapai Rp220,1 triliun.

DPR RI
Komisi VI
APBN
APBN 2025
defisit
PDB
Prabowo Subianto
DPR

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...