“Saya ingin kisah Raminten menjadi cermin bahwa inklusivitas bukan hanya wacana, tapi sesuatu yang bisa kita wujudkan lewat tindakan sederhana setiap hari" kata Sutradara Nia Dinata
Penulis: Astri Septiani
Editor: Ninik Yuniati

KBR, Jakarta - Raminten Cabaret terus berkarya meski pendirinya, Hamzah Sulaiman sudah berpulang. Pertunjukannya bisa tetap disaksikan di Hamzah Batik, Malioboro, Kota Yogyakarta tiap Jumat dan Sabtu pukul 19.00-20.30 WIB.
Jaclyn, kini didapuk sebagai pemeran Miss Raminten di Cabaret. Seniman drag atau cross-gender performer ini berusaha membuat karakter Raminten tak lekang oleh waktu.
Menjadi bagian dari Raminten Cabaret memberinya kesan mendalam soal penerimaan tanpa syarat. Semua adalah keluarga, meski tak sedarah. Ragam gender pun diterima dengan tangan terbuka.
"Di Cabaret tuh, ada yang udah jadi trans (transgender), tapi semua penerimaannya welcome, karena basic-nya kekeluargaan," kata Jaclyn saat ditemui KBR usai screening film "Raminten Universe: Life is a Cabaret", di Institut Français Indonesia (IFI), Jakarta, Rabu (17/9/2025).
Karakter inklusif itu yang membuat semua orang di Raminten Cabaret bisa menikmati pekerjaannya dan lebih bahagia. Jaclyn berharap hal serupa juga bisa berlaku di masyarakat luas.
"Menerima adalah hal yang penting. Karena kita hidup nggak cuma sendiri, tapi banyak orang. Bersosialisasi. Yuk melek, jangan jalan lurus tanpa nengok kanan dan kiri," kata dia.
Byakta Babam, rekan Jaclyn seniman drag, bercerita lika-liku perjalanan Raminten Cabaret yang tak mudah. Mereka kerap menerima komentar negatif karena dianggap bagian dari kelompok LGBTIQ+. Namun, apresiasi dan dukungan penonton lah yang membuat Cabaret masih bertahan sampai sekarang.
"Sepanjang 2009 hingga kini, siklusnya naik turun, hate-hate comment itu, kita termasuk yang cuekin, enggak menanggapi. Enam puluh persen hal positif, sisanya negatif dan kami cuekin," kata Babam saat ditemui KBR pada kesempatan yang sama.
Warisan Raminten
Film dokumenter Raminten Universe: Life is a Cabaret banyak diputar di berbagai layar baik di dalam dan di luar negeri, terutama sejak Hamzah Sulaiman tutup usia pada 23 April 2025 lalu.
Mendiang Hamzah dikenal sebagai sosok di balik karakter Raminten, yang pertama kali muncul di acara ketoprak di sebuah televisi di Yogyakarta, sekitar 1990-an. Raminten merupakan perempuan Jawa tua, yang namanya diambil dari frase "ra sepinten", artinya "tidak seberapa", yang dimaknai kesederhanaan dan kerendahan hati.
Pada 2008, Hamzah mendirikan House of Raminten, yang memadukan restauran dan ruang seni.
Atas dedikasinya melestarikan budaya Jawa, Hamzah mendapatkan gelar kehormatan dari Keraton Yogyakarta, Kanjeng Mas Tumenggung (KMT) Tanoyo Hamijinindyo.
Film Jagad'e Raminten atau Raminten Universe, merupakan film dokumenter biografis yang digagas sejak 2023, disutradarai Nia Dinata dan diproduseri Dena Rachman.

Dena bilang ini adalah film tentang kemanusiaan.
"Kanjeng (Hamzah Sulaiman) itu memanusiakan manusia, seniman lebih tepatnya. Inclusion at it's best, loving unconditionally, regardless," kata Dena di IFI, Jakarta.
Nia Dinata, sang sutradara, menyebut, sosok Hamzah atau Raminten adalah teladan nyata praktik inklusivitas.
“Saya ingin kisah Raminten menjadi cermin bahwa di negeri dengan keberagaman seluas ini, inklusivitas bukan hanya wacana, tapi sesuatu yang bisa kita wujudkan lewat tindakan sederhana setiap hari” kata Nia.
Saat pemutaran film di IFI, Jakarta, Rabu (17/9/2025), turut hadir anak angkat Hamzah, Ratri, yang kini Direktur House of Raminten. Baginya, warisan Raminten adalah keberanian untuk mencintai tanpa membedakan.
"Di tengah tantangan kota besar seperti segregasi sosial dan jarak antarkelompok, Raminten mengajak masyarakat untuk lebih peduli kepada sesama. Semoga pesan ini hidup di hati setiap penonton dan menginspirasi aksi nyata di komunitas mereka,” kata Ratri.

Baca juga:
Untuk menciptakan lingkungan yang inklusif di tengah keberagaman, tentu tidak lepas dari sikap toleransi. Mau tahu lebih lanjut soal bagaimana tips merawat toleransi? Dengarkan obrolan lengkapnya di podcast Disko (Diskusi Psikologi) di link ini: