Bentuk protes masyarakat atas kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) jadi 12%, yang memberatkan mereka.
Penulis: Astri Septiani
Editor: Sindu

KBR, Jakarta- Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Nailul Huda melihat ada potensi masyarakat enggan melaporkan pajaknya tahun depan. Menurutnya, tindakan ini bakal jadi bentuk protes masyarakat atas kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) jadi 12%, yang memberatkan mereka.
"Sebenarnya yang lebih lebih bisa dilihat itu kemungkinan besar akan ada pembangkangan sipil untuk tidak lapor pajak. Kita melihat sebenarnya potensi ini ada ketika kita melihat di sini terutama untuk SPT tahunan, ya, akan ada penolakan-penolakan yang saya rasa ini akan berakibat kepada masyarakat enggan melapor pajaknya dalam hal ini SPT. Karena pajak kita semakin tinggi, tapi tidak ada perubahan dalam hal pelayanan pemerintah," kata Nailul kepada KBR, Senin, (23/12/24).
Secara pribadi, Nailul mendukung aksi pembangkangan sipil dengan tidak melapor SPT tahunan. Cara itu dinilai akan cukup efektif memberi pelajaran pemerintah untuk bisa mendengarkan suara rakyat.
Menurutnya, masih ada peluang PPN kembali jadi 11% pada tahun ini atau tahun depan. Karena itu, ia mendorong masyarakat tak berhenti menolak kenaikan PPN 12%, sampai didengar pemerintah
"Jangan lelah untuk bersuara, jangan lelah untuk menolak kenaikan tarif PPN ini sehingga pemerintah harus sadar bahwa kebijakan yang diambil itu harus ya kebijakan yang mempunyai manfaat bagi orang banyak," pungkasnya.
Dalih Pemerintah
Sebelumnya, pemerintah berkeras menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen jadi 12 persen. Tarif baru ini berlaku mulai 1 Januari 2025.
Pemerintah berdalih, kenaikan tarif PPN 12% mengacu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengeklaim, prinsip keadilan tetap terjaga dan manfaat dari pembebasan PPN dapat lebih dirasakan masyarakat secara merata.
Baca juga: