ragam
Sinyal Iuran BPJS Kesehatan Naik, Masyarakat Terdampak?

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai masyarakat bakal terdampak jika pungutan BPJS Kesehatan dinaikkan.

Penulis: Naomi Lyandra

Editor: Resky Novianto

Google News
bpjs
Petugas BPJS melayani warga di Kantor Pelayanan BPJS Kesehatan Jakarta Pusat, Matraman. Foto: ANTARA

KBR, Jakarta- Polemik rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan kembali mencuat usai pemerintah mengkaji penyesuaian tarif demi menjaga keberlanjutan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai masyarakat bakal terdampak jika pungutan BPJS Kesehatan dinaikkan.

Menurut Rio Priambodo, Sekretaris Eksekutif YLKI, mengingatkan soal daya beli masyarakat yang semakin menurun. Itu sebab, rencana kenaikan iuran BPJS kurang bijaksana.

“Jangan dulu kepada peserta yang mandiri, karena apa? Daya beli masyarakat turun, artinya apa? Kalau misalkan dia menaikkan tarifnya untuk kelas 2, itu akan turun ke kelas 3. Kalau kelas 3, mereka juga nggak akan mampu kalau daya beli masyarakat turun, artinya apa? Jumlah PBI (Penerima Bantuan Iuran), kita akan bertambah, pemerintah sudah siap belum?,” ujar Rio dalam siaran Ruang Publik KBR, Senin (25/8/2025).

Pemerintah, menurutnya harus lebih dulu membenahi persoalan mendasar, seperti data kepesertaan yang amburadul.

“Kalau kita melihat bahwa BPJS kita setelah COVID-19 banyak klaim-klaim di sana, apalagi sekarang juga timbul soal isu fraud, Itu dulu yang harus dibereskan sebelum kita memungut iuran,” tuturnya.

Perbaiki Dulu Layanan BPJS

Rio meengatakan banyak keluhan masyarakat terhadap layanan BPJS Kesehatan, mulai dari keterbatasan obat hingga rawat-inap yang kerap dinilai tidak sesuai kebutuhan pasien.

“Diskriminasi itu memang sudah berlangsung lama, dan juga itu menjadi rahasia umum. Yang kedua, ketersediaan obat dan rawat inap sering jadi masalah. Dokter bilang sudah cukup sembuh, tapi pasien merasa belum, ini sering jadi konflik,” ujarnya.

Formulasi kenaikan, lanjut Rio, juga harus mengutamakan prinsip keadilan dan mempertimbangkan kemampuan konsumen.

“Kalau untuk PBI silakan saja dinaikkan karena itu menjadi beban pemerintah. Tapi kalau untuk yang mandiri, ini harus dibedakan. Mereka mungkin bayar Rp70.000 atau Rp150.000 untuk kelas 1, tapi bayarnya satu keluarga, itu berat. Kali 4 jadi Rp600.000, itu kan besar,” jelas Rio.

“Kami berharap ke depan BPJS Kesehatan adil dalam menarik iuran dan berkelanjutan. Jangan sampai yang dikorbankan konsumen,” tambahnya.

red
Petugas BPJS melayani warga di Kantor Pelayanan BPJS Kesehatan Jakarta Pusat, Matraman. Foto: ANTARA

Kenaikan Iuran Bakal Memberatkan Peserta

Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar mengakui, penyesuaian iuran bagi peserta penerima bantuan iuran (PBI) memang sejalan dengan amanat undang-undang. Namun, ia menolak jika kenaikan juga diberlakukan pada peserta mandiri, terutama di kelas 3 yang saat ini masih banyak menunggak.

“Dari yang Rp35.000 saja masih banyak yang menunggak. Ada 15 juta peserta mandiri yang menunggak. Mayoritas itu kelas 3. Dengan satu perak saja dinaikkan, saya yakin nggak akan mampu,” ujarnya dalam siaran Ruang Publik KBR, Senin (25/8/2025).

Selain soal iuran, diskriminasi pelayanan terhadap pasien JKN juga menjadi sorotan. Timboel menilai pemerintah gagal menegakkan aturan larangan diskriminasi di rumah sakit.

“Diskriminasi masih terjadi di fasilitas kesehatan. Pasien umum lebih diprioritaskan dibanding peserta JKN. Padahal jelas di Undang-Undang Rumah Sakit dilarang terjadi diskriminasi, tetapi masih terjadi, iya. Yang salah siapa? Ya, pemerintah”, ujarnya.

Keberlanjutan JKN harus dijaga, tetapi dengan prinsip keadilan.

“Naik tidak naik, itu perintah undang-undang harus terus meningkatkan layanan kualitas pelayanan Kesehatan,” katanya.

DPR Bakal Minta Penjelasan Kemenkes

Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Charles Honoris memastikan komisinya bakal memanggil Kementerian Kesehatan perihal rencana kenaikan tarif iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS mulai 2026.

Charles mengaku belum menerima penjelasan rinci dari pemerintah terhadap rencana tersebut. Sebab, penjelasan yang disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani masih simpang siur.

"Belum dapat informasi pastinya (kenaikan iuran BPJS). Sedangkan pernyataan dari pemerintah yaitu Kementerian Keuangan juga masih membingungkan," kata Charles dalam keterangan resmi, Senin (25/8/2025).

Charles memastikan Komisi IX segera mengadakan rapat kerja bersama Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin untuk meminta penjelasan yang rinci terkait kabar kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

"Mudah-mudahan ada kejelasan," terangnya.

red
Arsip Foto. Pasien peserta BPJS akan melakukan pemeriksaan di RS Bahteramas, Kendari, Sulawesi Tenggara (ANTARA FOTO/Jojon)

BPJS Kesehatan Melimpahkan ke Sri Mulyani

Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Ali Ghufron Mukti menyarankan agar pertimbangan naiknya iuran kepesertaan BPJS Kesehatan mulai 2026 agar ditanyakan dan dikonfirmasi ke Menkeu Sri Mulyani.

Ali Gufron mengatakan pernyataan tersebut bukanlah datang dari pihaknya, sehingga lebih baik menanyakan ke narasumber pertama isu ini. Narasumber dimaksud adalah Sri Mulyani yang menyatakan akan ada penyesuaian tarif BPJS mulai 2026.

"Kan Dirut BPJS belum pernah ngomong itu. Silahkan tanyakan beliau," kata Ali Gufron dikutip dari ANTARA.

Meski demikian, Ali menilai jika terealisasikan hal tersebut bagus dan baik.

"Itu bagus," katanya.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan melaporkan jumlah kepesertaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah mencapai 280,23 juta hingga 4 Juli 2025. 

Jumlah pendapatan iuran JKN pada 2024 mencapai Rp 165,3 triliun, atau naik 8,9 persen secara tahunan dibandingkan jumlah iuran 2023 senilai Rp 151,7 triliun.

Alasan Rencana Menaikkan Iuran BPJS

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan penyesuaian tarif iuran BPJS Kesehatan ditujukan untuk menjaga keberlanjutan program.

"Keberlanjutan dari Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan sangat bergantung kepada berapa manfaat yang diberikan untuk kepesertaan. Kalau manfaatnya makin banyak, berarti biayanya memang makin besar," kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR RI di Jakarta, Kamis (21/8/2025) dikutip dari ANTARA.

Dengan penyesuaian tarif, kata Sri Mulyani, jumlah Penerima Bantuan Iuran (PBI) juga bisa ditingkatkan.

Meski begitu, pemerintah juga akan tetap memperhatikan kemampuan peserta mandiri.

"Makanya, kami memberikan subsidi sebagian dari yang mandiri. Mandiri itu masih Rp35 ribu kalau tidak salah, harusnya Rp43 ribu. Jadi, Rp7 ribunya itu dibayar oleh pemerintah, terutama untuk Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU)," tambah Menkeu.

Untuk keputusan lanjutan dari wacana penyesuaian tarif iuran BPJS Kesehatan, Sri Mulyani menyebut akan dilakukan diskusi lebih lanjut bersama DPR, Menteri Kesehatan, dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Anggaran kesehatan pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 dialokasikan sebesar Rp244 triliun.

red
Nota Keuangan RAPBN TA 2026 - Anggaran perlinsos 2026 salah satunya dialokasikan bagi Kemenkes untuk penyaluran bantuan iuran program jaminan kesehatan bagi 96,8 juta peserta PBI dan 49,6 juta peserta PBPU dan BP Kelas III. Sumber: kemenkeu.go.id

Mengapa Kenaikan Iuran Tak Bisa Dihindari?

Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, menegaskan bahwa kenaikan iuran adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari dari sisi regulasi.

“Jadi, pertama secara landas yuridis ya, yuridis bahwa memang undang-undang SJSN mengamanatkan iuran itu ditinggalkan berkala. Di Perpres 82/2018 paling lama dievaluasi 2 tahun. Ini terkait dengan inflasi,” katanya.

Lebih lanjut, ia mengatakan, sejak terbitnya Perpres nomor 64 tahun 2020 yang menaikan iuran kelas 1 dari Rp.80.000 menjadi 150.000, kelas 2 dari Rp.51.000 menjadi Rp.100.000, kelas 3 dari Rp.23.000 menjadi Rp.42.000 (dengan subsidi Rp7.000 sehingga peserta membayar Rp35.000), tarif tidak pernah naik lagi. Padahal, rasio klaim belakangan ini terus meningkat diatas 100%.

“Dua tahun terakhir 106%. Dan mau kita katakan bahwa pendapatan utama JKN itu dari iuran. Kalau kita baca laporan keuangan BPJS Kesehatan, DJS, Dana Jaminan Sosial JKN, itu pertama yang utama yang 95% itu iuran”, lanjutnya.

Timboel juga mengkritisi turunnya aset bersih BPJS Kesehatan yang diproyeksikan hanya tinggal Rp.10 triliun hingga akhir Desember 2025, serta tidak maksimalnya penerimaan dari pajak rokok sebagaimana diamanatkan Perpres 82 tahun 2018.

“Sebenarnya itu kontribusinya cukup baik, tetapi tidak dijalankan oleh pemerintah. Kemenkeu mengeluarkan permenkeu-permenkeu yang akhirnya potensi pendapatan dari sana tidak dapat,” pungkasnya.

Obrolan lengkap episode ini juga bisa diakses di Youtube Ruang Publik KBR Media berikut:

Baca juga:

PBB Mencekik Bikin Warga Menjerit, Apa Solusinya?

BPJS
BPJS Kesehatan
JKN
JKN Mobile

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...