ragam
Reformasi Kembali ke Titik Nol?

Kemunduran reformasi yang dirasakan saat ini juga ditandai adanya upaya melanggengkan kekuasaan oligarki yang tengah mengakar sejak era Orde Baru di bawah kekuasaan Presiden Suharto.

Penulis: Ardhi Ridwansyah

Editor:

Google News
Reformasi Kembali ke Titik Nol?
Ilustrasi: Dokumentasi-Mahasiswa dengan foto empat korban tragedi Mei mengikuti Peringatan 18 Tahun Tragedi 12 Mei 1998 di Univ. Trisakti, Jakarta. (Antara)

KBR, Jakarta- Ratusan tokoh lintas bidang mulai dari pendidikan, agama, hingga seniman meneken Maklumat Juanda, Senin, 16 Oktober 2023. Aksi itu bentuk keprihatinan usai Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan syarat pendaftaran calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) berusia minimal 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah yang dipilih lewat pemilu.

Juru bicara Maklumat Juanda, Usman Hamid menyebut, putusan MK soal syarat pencapresan, membuka peluang Gibran Rakabuming Raka, putra presiden dapat dicalonkan sebagai bakal calon wakil presiden.

Di Undang-Undang tentang Pemilu sebelum diuji materi, hal itu dilarang, karena calon minimal berusia 40 tahun, tanpa syarat pernah menjadi kepala daerah. Gibran kini belum genap 40 tahun. Usman menilai, para elite telah menerabas kepatutan dalam proses Pilpres maupun Pemilu 2024.

“Reformasi kembali ke titik nol. Mundurnya reformasi ditandai dengan merosotnya demokrasi dan diperburuk oleh fenomena politik dinasti. Reformasi dan demokrasi yang kita tegakkan bersama 25 tahun terakhir dikhianati, kedaulatan rakyat disingkirkan, ruang publik dipersempit, oposisi menjelma jadi aliansi kolusif, lembaga antikorupsi dilemahkan,” kata Usman yang juga Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia di Jalan Juanda, Jakarta Pusat, Senin, (16/10/2023).

Dinasti Politik?

Usman menduga, Jokowi hendak membangun politik dinasti. Itu terlihat dari indikasi Jokowi memanfaatkan kekuasaan yang dimiliki untuk mengistimewakan anak-anaknya sehingga bisa menduduki jabatan politik serta menikmati fasilitas bisnis.

Maklumat Juanda mendesak Presiden Jokowi memberi teladan dan bukan memberi contoh buruk dengan memperpanjang kebiasaan membangun kekuasaan bagi keluarga.

Kata Usman, kemunduran reformasi yang dirasakan saat ini juga ditandai adanya upaya melanggengkan kekuasaan oligarki yang tengah mengakar sejak era Orde Baru di bawah kekuasaan Presiden Suharto. Upaya yang dimaksud dilakukan antara lain dengan cara merevisi Undang-Undang KPK yang justru dinilai melemahkan lembaga antirasuah, serta menerbitkan Undang-Undang Cipta Kerja yang merugikan pekerja.

KSP Membantah

Kantor Staf Presiden (KSP) tak sepakat dengan sikap para tokoh dalam Maklumat Juanda yang menyebut reformasi saat ini kembali lagi ke titik nol. Menurut Deputi Informasi dan Komunikasi Politik KSP, Juri Ardiantoro, kebijakan di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo saat ini untuk memperkuat ketahanan dan memajukan masyarakat.

“Soal Maklumat Juanda itu, ya kalau dari sisi pemerintah kita anggap positif sebagai bagian dari kritiklah untuk membuat kita lebih baik, lebih maju, tetapi membuat statement bahwa (reformasi) kita kembali ke titik nol, ya enggak benarlah,” kata Juri kepada KBR, Rabu, (18/10/2023).

Selain itu kata dia, anggapan berbagai pihak bahwa Presiden Jokowi hendak membangun dinasti politik hanya sebatas asumsi. Dasar anggapan yang dipakai itu antara lain usia Gibran yang kini belum 40 tahun. Namun, dengan putusan MK, Gibran berpeluang bisa dicalonkan di Pilpres 2024, karena kini menjabat wali kota Solo.

Dasar anggapan lainnya adalah Ketua MK, Anwar Usman yang memutus perkara tersebut merupakan adik ipar Jokowi atau paman Gibran. Juri lagi-lagi membantah tudingan itu.

“Soal putusan MK itu dianggap bagian desain presiden ya itu asumsi saja. Pandangan-pandangan yang kebetulan bisa dikait-kaitkan. Tapi, Presiden kan sudah jelaskan, itu kewenangan yudikatif, di mana dalam sistem kekuasaan yudikatif itu di luar kewenangan eksekutif dalam hal ini pemerintah,” ucap Juri.

Pemilu jadi Momentum

Meski KSP membantah situasi pascareformasi, namun berbagai pihak sepakat dengan Maklumat Juanda. Semisal Direktur Rumah Politik Indonesia, Fernando Emas.

Menurutnya, di masa pemerintahan sekarang, terlihat ada yang memanfaatkan lembaga negara seperti legislatif, eksekutif bahkan yudikatif untuk melanggengkan kekuasaan demi kepentingan segelintir orang.

Untuk itu, kata dia, Pemilu 2024 bisa jadi momentum bagi masyarakat menghukum calon pemimpin yang berpihak kepada oligarki.

“Ini menjadi tugas kita bersama untuk melakukan penyadaran kepada masyarakat, dengan cara apa? Ya kita sadarkan masyarakat untuk memberikan hak suaranya kepada orang yang tidak berpihak kepada oligarki dan dinasti politik. Ya, seharusnya penyadaran-penyadaran seperti itu yang harus dilakukan. Ada ruang-ruang diskusi yang dilakukan untuk penyadaran-penyadaran ini,” kata Fernando kepada KBR, Selasa, (17/10/2023).

Menurut Fernando, di masa pemerintahan Presiden Jokowi terlihat sekelompok orang berupaya melanggengkan kekuasaan Jokowi dengan beragam cara. Semisal mulai dari menggulirkan isu presiden tiga periode, penundaan pemilu hingga putusan MK tentang syarat pendaftaran capres dan cawapres.

Putusan ini membuka peluang putra pertama Jokowi, yaitu Gibran untuk dicalokan di Pilpres 2024. Gibran sendiri mengakui ada kader Gerindra yang mendukungnya menjadi pendamping Prabowo. Namun, ia mengaku masih menjadi kader PDI-P, dan ia menolak politik dinasti.

Baca juga:

Editor: Sindu

politik dinasti
reformasi
MK
Politik

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...