kebijakan itu sejalan dengan amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Penulis: Naufal Nur Rahman
Editor: Muthia Kusuma

KBR, Jakarta- Pemerintah menegaskan komitmennya untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada awal 2025. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, kebijakan itu sejalan dengan amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Kata dia, kebijakan ini diambil dengan pertimbangan kebutuhan anggaran negara dan upaya menjaga kesehatan fiskal.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menekankan, kenaikan PPN telah melalui kajian mendalam dan mempertimbangkan dampaknya terhadap berbagai sektor, termasuk sektor yang rentan seperti kesehatan dan kebutuhan pokok masyarakat.
"Jadi di sini kami sudah membahas bersama bapak/ibu sekalian, sudah ada Undang-Undangnya. Kita perlu untuk menyiapkan agar itu bisa dijalankan tapi dengan tadi penjelasan yang baik, sehingga kita tetap bisa bukannya membabi buta, tetapi APBN memang harus terus dijaga kesehatannya," ucap Sri Mulyani di hadapan DPR, dipantau Jumat, (15/11/2024).
Baca juga:
Di tengah kondisi ekonomi yang masih belum sepenuhnya pulih akibat pandemi, pelaku UMKM mengkhawatirkan dampak kenaikan PPN.
Asosiasi UMKM khawatir terhadap rencana kenaikan PPN menjadi 12% pada 2025 bakal membebani pelaku UMKM dan menurunkan daya beli masyarakat. Menurut Pendiri UKMIndonesia.id, Dewi Meisari Haryanti, beban pajak ini akan semakin menyulitkan pelaku UMKM naik kelas.
Apalagi, pemerintah dinilai masih kurang maskimal dalam mendukung usaha mikro kecil menengah. Dewi mencontohkan, program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang distribusinya naik satu persen, namun hanya mampu meningkatkan Produk Domestik Regional Bruto sebesar 0,2 persen.
“Nah tapi ada catatannya. Catatannya adalah tidak adanya pendampingan itu tadi, dari setiap kebijakan, sehingga dampaknya rendah. Penyalurannya 1%, ngedongkrak ekonominya cuma 0,2%. Nah coba, artinya gimana tuh karena kalo argumen kami ini karena memang tidak didampingi sama pendampingnya,” ucap Dewi dikutip dari kanal YouTube Berita KBR.
Pendiri UKMIndonesia.id, Dewi Meisari Haryanti mengatakan, selain kurangnya pendampingan, ada beberapa tantangan lain yang dihadapi. Antara lain kewajiban sertifikasi halal, serta relaksasi impor yang dinilai merugikan UMKM lokal.
Baca juga: