Kerja sama antara negara dan sebagian warga turut berkontribusi terhadap terjadinya pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan.
Penulis: Astri Yuana Sari
Editor: Sindu

KBR, Jakarta- Direktur Eksekutif SETARA Institute Halili Hasan menilai situasi kebebasan beragama/berkeyakinan (KBB) dalam momentum Natal tahun ini tidak banyak berubah, bahkan memburuk.
Kata dia, kolaborasi atau kerja sama antara negara dan sebagian warga turut berkontribusi terhadap terjadinya pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan.
"Saya kira situasinya tidak banyak berubah, bahkan kita cenderung ingin mengatakan bahwa situasi seputar Natal ini menjelaskan potret umum di Indonesia untuk kebebasan beragama berkeyakinan, di mana situasinya ini ada dalam situasi stagnation to regression. Jadi, kita berada dalam stagnasi ke arah kemunduran," kata Halili kepada KBR, Selasa, (24/12/2024).
Halili mencontohkan kasus di Cibinong beberapa waktu yang lalu. Di sana, terjadi aksi penolakan rencana kegiatan peribadatan perayaan Natal yang diselenggarakan Gereja Pantekosta di Indonesia. Warga menolak alih fungsi rumah tinggal menjadi gereja di Perumahan Cipta Graha Permai, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
"Saya kira refleksi terbesar itu justru oleh negara ya, untuk negara mereka harus menjadikan hak konstitusional warga negara, hak dasar, hak asasi manusia, itu sebagai basis dalam membangun inisiatif bagi fasilitasi peribadatan fasilitasi situs-situs keagamaan maupun fasilitasi perayaan keagamaan seperti yang terjadi pada Natal pada Idulfitri dan lain-lain," kata Halili.
UUD 1945 Menjamin Kebebasan Beragama
Mengutip Kemenkumham(dot)go(dot)id, dalam konteks Hak Asasi Manusia (HAM), kebebasan beragama dan berkeyakinan diakui Undang-Undang Dasar 1945, dan harus dijamin negara.
Pasal 28E ayat (1) UUD 1945 menegaskan, setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, sementara Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 memastikan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk memeluk agama dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, juga dengan jelas mengatur, setiap orang berhak untuk bebas memeluk agama dan beribadat menurut keyakinannya.
Puluhan Kasus Kebebasan Beragama
Catatan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), kasus kebebasan beragama dan berkepercayaan (KBB) masih cukup tinggi.
KontraS menyebut, sejak Desember 2023 hingga November 2024 ada sekitar 32 peristiwa pelanggaran terkait KBB. Pelanggaran itu umumnya dialami kelompok agama minoritas, seperti penganut Kristen dan umat Buddha maupun Ahmadiyah dan Syiah.
Puluhan peristiwa tersebut antara lain, sembilan tindak pengrusakan, sembilan persekusi, sembilan pelarangan ibadah, empat penyegelan fasilitas rumah ibadah, dan empat pembubaran paksa ibadah.
Baca juga: