ragam
Kasus Denda Berulang, YLKI Dorong PLN Transparan

YLKI menanggapi kasus tuduhan pencurian listrik yang viral di media sosial X beberapa waktu lalu.

Penulis: Dita Alya Aulia

Editor: Valda Kustarini

Google News
Kasus Denda Berulang, YLKI Dorong PLN Transparan
Ilustrasi pemeriksaan KWH meter listrik.

KBR, Jakarta – Beberapa waktu lalu viral di media sosial X utas mengenai seorang warga di Jakarta Timur yang ditagih hinggal puluhan juta oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Anton melalui akun X @kaisarlegend membeberkan kronologi PLN menagih denda Rp87 juta ke keluarganya.

Kasus denda terhadap pelanggan ini bukan yang pertama, butuh penanganan yang transparan agar kasus tak berulang.

Tanggapan YLKI

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Niti Emiliana mengatakan masih mendalami pengaduan Anton terkait tudingan pencurian listrik oleh PLN. Ia menilai kasus ini cukup sensitif.

“Kami juga sangat berhati-hati dalam menganalisis kasus tersebut jangan sampai kita juga membela pencuri,” kata dia.

Namun ia menyayangkan tindakan PLN yang tidak transparan ke konsumen. Sebab, pelanggan punya hak atas informasi yang benar dan jujur.

Kata dia, keharusan membayar Rp87 juta dan kasus kabel tersembunyi, sebaiknya PLN memberikan penjelasan soal dasar hukum dan penghitungan pembayaran denda.

“Teknis pemasangan ataupun sekiranya jika ada bukti yang digunakan oleh PLN untuk menentuk adanya tagihan denda tersebut. Karena dalam hal ini kan kasusnya konsumen tidak mengetahui,” jelas Niti.

Selain itu, Niti juga menyoroti soal keterlibatan aparat yang datang ke rumah Anton. Ia mendorong peninjauan kembali standard operational procedure (SOP) pengengecekan PLN.

“YLKI juga melihat ada potensi kelemahan dan prosedur yang berlaku sekarang. Jadi sistem monitoring dan evaluasi dari PLN maupun juga dari kejujuran konsumen itu yang ada kelemahan,” jelas Niti.

Tangkapan layar dari twit viral Anton di media sosial X. (foto: x.com/@kaisarlegend)
Tangkapan layar dari twit viral Anton di media sosial X. (foto: x.com/@kaisarlegend)


Tanggapan PLN Setelah Kasus Viral

Anton mengaku sudah ada pihak PLN yang berkomunikasi namun masih belum menemukan jalan tengah dari masalah yang ia hadapi.

“Yang bersangkutan minta kronologi & buktinya,” kata Anton.

KBR sudah menghubungi pihak PLN UP3 Pondok Gede, namun hingga berita ini diturunkan belum ada keterangan yang bisa dibagi terkait kasus tuduhan pencurian listrik yang menimpa Anton.

“Ijin, sampai saat ini masih proses komunikasi antara PLN UP3 Pondok Gede dengan Pelanggan ya,” kata Manager Komunikasi Unit Induk Distribusi Jakarta Raya, Intan Nugrahani pada KBR melalui pesan singkat.

Namun, berdasarkan keterangan Anton, 20 Agustus PLN mengirimkan surat peringatan 1, artinya Anton dan keluarganya harus membayar Rp87 juta dengan tenggat waktu 5 hari.

“Apabila sampai batas waktu yang ditentukan pelanggan belum melakukan penyelesaian, maka sesuai keputusan PLN UP3 Pondok Gede akan melakukan pemutusan listrik sementara,” jelas PLN dalam keterangan tertulis yang diterima KBR.

Surat yang diterima Anton untuk tetap membayar denda Rp87 juta. (Foto: Dok pribadi)
Surat yang diterima Anton untuk tetap membayar denda Rp87 juta. (Foto: Dok pribadi)


Baca Juga:

Kronologi Tagihan Denda Puluhan Juta

Kasus ini bermula ketika petugas PLN mendatangi rumah Anton tanpa pemberitahuan pada 25 Juni. PLN menduga rumah yang ditempati ibu Anton itu melakukan aktivitas ilegal.

Petugas PLN kemudian membongkar plafon rumah dan menemukan kabel yang diduga menjadi sumber masalah listrik.

Anton mengaku sejak membeli rumah itu pada 2005, ia tak menemukan kendala soal listrik.

“Dua puluh tahun tidak pernah ada masalah listrik. Mana ada orang beli rumah bongkar plafon dulu untuk cek kabel?” tulis Anton dalam utas di X.

Kabel itu dijadikan bukti dugaan pencurian listrik. Namun, Anton menilai tuduhan tersebut tidak berdasar karena tagihan listrik keluarganya selama ini naik-turun sesuai pemakaian.

“Kalau benar ada pencurian, tagihan pasti stabil dan rendah. Kenyataannya selalu sesuai pemakaian,” ujarnya.

Rumah Anton sempat naik daya pada 2017, kabel bahkan diperiksa hingga tiang listrik dan hasilnya dinyatakan aman.

“Kalau dari dulu ada pencurian, kenapa tidak dilaporkan saat itu? Kenapa baru sekarang kami dituduh?” tambahnya.

Menindaklanjuti masalah ini, 7 Agustus PLN Unit Pelaksana Pelayanan Pelanggan Pondok Gede mengundang Anton rapat membahas tudingan pencurian listrik. Pertemuan itu turut dihadiri perwakilan P2TL UP3 Pondok Gede dan Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM.

Menurut Anton, suasana rapat berlangsung menekan. Pihak ESDM bahkan menegaskan jika keluarga menolak membayar akan dipidana tujuh tahun penjara dan didenda Rp2,5 miliar.

“PLN dan Kementerian ESDM juga mengatakan, Pak kalau nolak bayar denda, Bapak bisa dipidana penjara 7 tahun dan denda 2,5 miliar loh Pak. Itu apa? Bukan ancaman ya. Sampai ibu saya nangis di rapat tersebut gitu,” tuturnya.

Kekecewaan keluarga semakin bertambah ketika mereka meminta PLN membuka arsip instalasi awal rumah yang dibangun pada 2003, namun ditolak.

“Mereka berkali-kali bilang pada saat rapat kami tidak akan membuka arsip. Jelas ini mencurigakan atau menutupi kelalaian petugas. Arsip itu bisa jadi senjata untuk melawan mereka,” kata Anton.

Anton juga menyinggung keterlibatan seorang prajurit TNI berpangkat praka saat PLN mendatangi rumah pada 30 Juni. Keluarga meminta surat perintah tugas aktif pada petugas namun yang dikeluarkan justru surat kedaluwarsa.

Bagi keluarga, kehadiran TNI dalam sengketa pelanggan sipil tanpa dasar hukum jelas adalah bentuk intimidasi.

“Tidak ada reaksi, tidak ada tanggapan dari PLN atau pihak TNI, Mabes TNI, Puspen TNI, atau Puspom TNI atas penyalahgunaan wewenang itu,” ujarnya.

Ketua YLKI Niti Emiliana mendorong adanya evaluasi SOP dan transparansi terhadap pelanggan. (Foto: istimewa)
Ketua YLKI Niti Emiliana mendorong adanya evaluasi SOP dan transparansi terhadap pelanggan. (Foto: istimewa)

Kasus Pendendaan Lain yang Dilakukan PLN

Selain di platform X, kasus Anton juga viral di media sosial Tiktok. Warganet ikut berkomentar dan membagikan pengalaman ditagih denda oleh PLN.

Salah satu akun tiktok berkomentar PLN akan memutus permanen rumah yang baru ia beli.

“Pernah ngalamin beli di perumahan, belum ditempatin sama sekali. Tiba-tiba dapet surat segel dari PLN denda 10 juta, kalau ga mau dicabut permanen,” jelas satu akun.

Akun lainnya juga menanggapi cerita Anton dengan nada serupa.

“Keluarga saya kena 108 juta. Kasusnya serupa. Sekeluarga gak ada yang merasa nyolong. Hanya karena ada bekas sambungan, mereka yang memeriksa mengumpulkan bukti, memvonis, menentukan denda sendiri, monopoli, dan dzolim” katanya.

Sementara itu, Anton berupaya mencari keadilan dengan menempuh jalur hukum. Ia menghubungi pengacara, melapor ke Ombudsman, serta Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), namun semua menemui jalan buntu. Pengacara belum menindaklanjuti, sementara sistem pengaduan online di Ombudsman dan YLKI bermasalah.

“Kita coba laporan ke Ombudsman. Harus daftar online dan aktivasi lewat email, tapi sistemnya bermasalah. YLKI juga sama, kalau datang langsung akan ditolak karena diarahkan lapor online, dan sistemnya pun bermasalah,” ungkap Anton.

Keluarga mendesak PLN membatalkan tuduhan dan menghapus denda. Mereka menilai kasus ini menjadi peringatan bagi seluruh pelanggan listrik di Indonesia.

“No viral, no justice. Semoga ini jadi wake up call bagi masyarakat lain,” ujarnya.

Namun di sisi lain, YLKI menegaskan tidak akan membantu konsumen yang terbukti membuat curang.

“Pelanggan harus punya itikad baik, YLKI juga tidak akan membela ketika memang konsumen itu yang memiliki itikad buruk dalam mencurit listrik,” ujarnya.

Mengingat kasus denda terhadap pelanggan bukan hal yang pertama, Niti juga mendorong PLN membuka kanal aduan dan edukasi terhadap konsumen.

“Dari sisi PLN ini perlu ada sistem pengaduan dan sistem mediasi yang adil jika terjadi hal serupa. Dan perlu adanya audit prosedur dan SOP yang berlaku dan juga edukasi kepada konsumen,” kata dia.

Baca Juga:

pencurian listrik
PLN

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...