ragam
Kaji Ulang Rencana Perekrutan 24 Ribu Tamtama Batalyon Teritorial Pembangunan, Alasannya?

"Kerjaan pertanian itu kita punya namanya Kementerian Pertanian. Perkebunan ada Direktur dulu ada Direktorat Jenderal Perkebunan. Perikanan juga sama ada Kementerian Kelautan dan Perikanan,"

Penulis: Siska Mutakin

Editor: Resky Novianto

Google News
tni
Pangdam IX/Udayana Mayjen TNI Muhammad Zamroni memimpin sidang Pantukhir Penerimaan Calon Tamtama TNI AD, Senin (24/2/2025). ANTARA/HO-Penerangan Kodam Udayana

KBR, Jakarta- TNI AD bakal merekrut 24 ribu calon tamtama untuk mengisi Batalyon Teritorial Pembangunan yang tersebar di seluruh Indonesia. Namun, alih-alih tugas militer, mereka akan ditempatkan di bidang pertanian, peternakan, perkebunan, dan kesehatan.

Juru Bicara TNI AD Wahyu Yudhayana bilang, rekrutmen besar-besaran ini didorong oleh tingginya minat generasi muda menjadi prajurit, bahkan jumlah pendaftar melebihi kuota 114,4% pada 2023.

Namun, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menyebut kebijakan ini melenceng jauh dari tugas utama TNI sebagai alat pertahanan negara seperti diamanatkan konstitusi dan UU TNI. Sementara, DPR meminta TNI untuk mengkaji ulang rencana tersebut, terutama di tengah efisiensi anggaran negara.

Direktur Eksekutif De Jure dan Dosen FH Universitas Trisakti, Bhatara Ibnu Reza menilai kebijakan ini adalah bukti semakin meluasnya peran militer di luar fungsi utamanya sebagai alat pertahanan negara. Menurutnya, langkah ini disebut sebagai bentuk kemunduran pemahaman profesionalisme militer dan ancaman terhadap demokrasi.

Adapun kelompok masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, yaitu Imparsial, YLBHI, KontraS, PBHI, Amnesty International Indonesia, ELSAM, Human Right Working Group (HRWG), WALHI, SETARA Institute, Centra Initiative, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya Pos Malang, Aliansi untuk Demokrasi Papua (ALDP), Public Virtue, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN), BEM SI, De Jure.

Kualitas Profesionalisme TNI

Bhatara menekankan, profesionalisme militer tidak hanya soal jumlah prajurit, tetapi lebih kepada kualitas prajurit itu sendiri. Profesional militer menurutnya ditandai oleh empat hal, yaitu well trained (terlatih), well fit (fit secara fisik), well educated (berpendidikan tinggi), dan well paid (mendapat kesejahteraan yang layak).

"Nah tapi persoalannya kemudian ini semacam rencana yang kemudian di tengah-tengah juga bukan animo ya menurut kami. Tapi juga ada persoalan di dalam republik ini soal pengangguran tingkat tinggi, jika ini adalah peluang yang dilihat, maka itu bukan ingin kemudian menjadi alat pertahanan negara," ujar Bhatara dalam siaran Ruang Publik KBR, Kamis (12/6/25).

Dia menjelaskan berdasarkan pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) menyatakan tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan. Tugas pokok ini dapat dilaksanakan melalui Operasi Militer untuk Perang (OMP) dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP).

"Kerjaan pertanian itu kita punya namanya Kementerian Pertanian. Perkebunan ada Direktur dulu ada Direktorat Jenderal Perkebunan. Perikanan juga sama ada Kementerian Kelautan dan Perikanan. Ini kenapa kemudian kita menggunakan sebuah institusi yang tidak ada hubungannya dengan korp kerjaan mereka," katanya.

red
Direktur Eksekutif De Jure dan Dosen FH Universitas Trisakti, Bhatara Ibnu Reza. Foto: Youtube KBR Media


Di tengah meningkatnya ketegangan di kawasan, seperti konflik India-Pakistan dan eskalasi di Laut Cina Selatan, Bhatara mempertanyakan mengapa pemerintah justru mengalihkan fokus TNI ke sektor-sektor non militer.

Ia menegaskan potensi ancaman yang dihadapi Indonesia ke depan lebih kepada konflik bersenjata dan perebutan wilayah maritim, bukan semata persoalan kelaparan yang seharusnya ditangani kementerian terkait.

Hal ini Bhatara menilai ada perubahan paradigma pasca RUU TNI disahkan, dari yang semula fokus pada ancaman militer menjadi menyentuh domestik non militer.

"Karena sejak 2004 ketika undang-undang TNI dikeluarkan, diadopsi dan juga undang-undang pertahanan negara, itu yang menjadi pegangan bagi diadakannya reformasi sektor keamanan," ungkapnya.

APBN Terpuruk, Sumber Dana Anggaran Dipertanyakan

Selain itu, dengan kondisi APBN yang disebut masih terpuruk, ia mempertanyakan sumber dana untuk menggaji dan melatih 24 ribu personel baru tersebut.

"Cuma yang bayar ini siapa? Masa nanti kalau tidak ada yang bayar, yang 24 ribu lagi ini jadi malak lagi orang-orang ini? Ini yang seharusnya dipikirkan oleh pengambil kebijakan yang sekarang,"

"Karena dengan melawan undang-undang itu sendiri, dan melawan secara alamiah seharusnya bagaimana menempatkan TNI sebagai alat pertahanan negara ini, itu justru menimbulkan kerusakan dan daya rusak yang sangat besar," tambahnya.

Ia juga mencurigai anggaran kementerian sipil dialihkan ke TNI untuk menopang program ini, yang tentu saja tidak sesuai dengan fungsi dan kewenangan TNI.

Bhatara menegaskan pembangunan TNI harus tetap berada dalam koridor sebagai alat pertahanan negara, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Menurutnya,rencana rekrutmen 24 ribu tamtama TNI untuk menjalankan tugas-tugas non militer dinilai menyimpang dari fungsi utama militer dan seharusnya dibatalkan.

Ia juga menyebutkan upaya membangun ketahanan pangan, perikanan, dan sektor-sektor sipil lainnya semestinya menjadi tanggung jawab kementerian dan Lembaga terkait dan TNI harus difokuskan sepenuhnya pada tugas menghadapi ancaman-ancaman geopolitik yang semakin nyata.

red
Sebanyak 254 peserta ikut sidang parade Tamtama PK TNI AD di Kendari Sulawesi Tenggara 26 Oktober 2022. Foto: ANTARA/ HO Korem-143/Haluoleo

Bertentangan dengan Undang-Undang

Senada dengan Bhatara, menanggapi rekrutmen 24 ribu calon tamtama, Kepala Badan Intelijen Strategis (Kabais) 2011-2013, Soleman B. Ponto, menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum yang harus patuh terhadap Undang-Undang Dasar dan peraturan perundang-undangan, khususnya dalam hal peran militer.

Ia merujuk pada pasal 7 UU No. 3 Tahun 2002 memberikan dasar hukum dan kerangka kerja bagi penyelenggaraan pertahanan negara, khususnya dalam menghadapi berbagai bentuk ancaman, baik militer maupun non militer. Pasal ini juga menegaskan peran dan tanggung jawab berbagai pihak dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa.

"ini ancamannya apa? Kalau ancamannya kelaparan untuk pertanian, ya lembaga departemen terkait, begitulah kata undang-undang, jadi kalau undang-undang kita sudah langgar, lalu negara ini mau kemana? Itu undang-undang pertahanan negara, berbunyi begitu, sudah mengatur, jadi kalau saya, ya jangan dilanggar undang-undang itu," ujarnya dalam siaran Ruang Publik KBR, Kamis (12/6/2025).

Ponto juga menyesalkan adanya rekrutmen besar-besaran ke TNI yang dinilai tidak relevan. Ia menyebut jangan sampai TNI menjadi tempat pembuangan sampah karena pengangguran yang tinggi.

Menurutnya, peran militer sangat jelas, menegakkan kedaulatan, menjaga keutuhan wilayah, dan melindungi segenap bangsa melalui operasi militer, baik dalam perang maupun luar perang.

"Kalau operasi militer, ya tidak turun ke sungai, tidak turun ke sawah, tidak turun ke begitu. Nanti kita untuk pangkat, yang panggul senjata, panggul pancing, panggul pacul, mana yang hebat? Ah, berat," katanya.

Dugaan Operasi Intelijen Asing?

Ponto bahkan menduga adanya pengaruh operasi intelijen asing yang sengaja dirancang untuk merusak logika berpikir para pemimpin Indonesia. Ia juga menyinggung kemungkinan ketidaktahuan para pengambil kebijakan yang mungkin lulusan luar negeri dan tidak memahami isi undang-undang secara mendalam.

"Coba kasih bacalah aturan, Jangan kemana-mana dulu, baca aturan Kalau aturan nggak dibaca, nanti tabrakan kita, Kita juga bingung ini yang sudah duluan ini Kita dulu menegakkan seperti itu, sekarang kok melencengnya jauh sekali," katanya.

red
Kepala Badan Intelijen Strategis (Kabais) 2011-2013, Soleman B. Ponto. Foto: Youtube KBR Media


Oleh karena itu, Ponto menegaskan keterlibatan TNI dalam program ketahanan pangan tidak sejalan dengan aturan perundang-undangan yang berlaku. Ia menegaskan dirinya setuju dengan upaya menyiapkan makanan bagi masyarakat, namun mempertanyakan mengapa harus melibatkan tentara.

"Karena sepanjang pengetahuan saya Undang-undang aturan yang saya baca itu tidak ada menempatkan militer itu untuk menjadi petani itu saja, kalau saya sih Indonesia ini negara hukum Undang-undang dasar jelas mengatur maka aturan yang ada menurut saya Itu jalankan saja Kalau kita melenceng dari aturan Ini risikonya akan banyak," tutupnya.

Respons Komisi I DPR RI

Menanggapi sumber anggaran untuk rekrutmen 24 ribu tamtama, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Dave Laksono menegaskan bahwa kebijakan ini telah mempertimbangkan kondisi fiskal negara secara menyeluruh.

"kemampuan ekonomi negara, pertumbuhan ekonomi kita, dan juga kondisi ruang fiskal kita, bahwa ini mencukupi untuk meningkatkan jumlah personil tersebut," kata Dave dalam siaran Ruang Publik KBR, Kamis (12/6/25).

Wakil Ketua Komisi DPR yang membidangi pertahanan dan keamanan ini mengatakan pelibatan TNI dalam program ketahanan pangan nasional sudah diperhitungkan secara matang dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selain itu, Dave menjelaskan pelibatan TNI ini berkaitan dengan operasi militer selain perang, yang salah satu bentuknya adalah mendukung ketahanan nasional di berbagai sektor, termasuk sektor pangan. Menurutnya, Indonesia dengan jumlah penduduk yang kini mencapai lebih dari 285 juta jiwa menghadapi tantangan besar di masa depan dalam hal ketersediaan pangan.

"Bila mana tidak disiapkan di sisi ketahanan pangan kita yang signifikan, ini akan berpotensi kita memiliki jumlah penduduk yang tidak bisa kita beri makan. Nah, ini makanya kebijakan pemerintah diambil dari jauh-jauh hari, memastikan bahwa kita memiliki pangan yang cukup untuk 20, 30, bahkan sampai 50 tahun ke depan, dan untuk itu bisa berjalan, presiden mengambil kebijakan untuk menginkorporasikan TNI dalam peningkatan kemampuan ketahanan pangan ini," ujarnya.

red
Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono. Foto: ANTARA


Dave menilai, penambahan personel tamtama, bintara, dan perwira dibutuhkan untuk mendukung persiapan lahan, distribusi pangan, serta keberlangsungan program yang dijalankan oleh TNI.

DPR undang Rapat Terbuka TNI dan Kementerian

Lebih lanjut, Dave menambahkan bahwa pemerintah dan DPR akan mengadakan rapat terbuka bersama Kementerian Pertahanan dan Mabes TNI untuk memaparkan langkah-langkah teknis pelaksanaan program. Ia menyebutkan program ini tidak hanya melibatkan TNI, tetapi juga lintas sektor seperti pendidikan, akademisi, serta pakar cuaca.

"Tapi ini kan untuk mengejar kebutuhan yang sudah di depan mata, maka itu pemerintah mengambil kebijakan untuk menggunakan TNI agar mempercepat prosesnya dan nanti kedepannya mungkin saja, seiring berwaktu, akan sebagian digeser ke sektor sipil atau swasta," ucap Dave.

Ia juga menyebutkan program ini merupakan respon atas kondisi masa lalu, dimana masih banyak masyarakat mengalami kelaparan dan kurang akses terhadap pendidikan dan kesejahteraan. Pelibatan sektor pertanian, industri pupuk dan alat tani juga direncanakan sebagai bagian dari pengembangan ekosistem industri yang mendukung kesejahteraan masyarakat secara merata dan adil.

Baca juga:

Era Kebebasan Sipil yang Makin Terancam Usai Tudingan Presiden Prabowo tentang LSM

tamtama
TNI
UU TNI
Koalisi masyarakat sipil
Batalyon Teritorial Pembangunan

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...