Kalau hal seperti itu dilakukan, framing itu dilakukan, ini menjadi problem institusi.
Penulis: Heru Haetami
Editor: Wahyu Setiawan

KBR, Jakarta - Sidang kode etik Kepolisian Daerah Jawa Tengah memutuskan Aipda Robig Zaenudin, terduga pelaku penembak mati pelajar di Semarang, dipecat. Hal itu disampaikan Juru Bicara Polda Jateng Artanto usai sidang, Senin (9/12/2024).
"Putusannya adalah, Aipda RZ selaku terduga pelanggaran mendapat putusan PTDH yaitu pemberhentian tidak dengan hormat. Melakukan perbuatan tercela yaitu perbuatan melakukan penembakan terhadap kelompok orang yang lewat atau kelompok anak yang sedang menggunakan sepeda motor," kata Artanto.
Sejumlah pihak kemudian mendorong Polri juga memeriksa Kapolrestabes Semarang Irwan Anwar. Dia diduga merekayasa perkara untuk melindungi anggotanya.
Dugaan itu disampaikan anggota Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian, yang juga Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Andi Muhammad Rezaldy.
"Jika dilihat dari kondisi atau situasi ini, memperlihatkan bahwa ada kultur permisif dari institusi kepolisian itu sendiri. Sebagai upaya untuk melindungi satu kesatuannya, yang dikhawatirkan apabila proses penegakan hukum itu juga dapat menyentuh anggota atau level yang tertinggi, itu dapat membongkar peristiwa-peristiwa yang lain begitu. Jadi ini menjadi persoalan yang sangat serius," kata Andi dalam Konferensi Pers Darurat Reformasi Polri, Minggu, (8/12/2024).
Kasus tewasnya G, seorang siswa SMKN di Semarang akibat ditembak polisi menjadi sorotan publik. Penembakan diduga terjadi usai motor yang dikendarai polisi, bersenggolan dengan motor G pada Minggu, 24 November lalu.
Kapolrestabes Semarang Irwan Anwar sempat berujar, Aipda Robig menembak lantaran G adalah anggota geng yang sedang tawuran.
Namun dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III bidang Hukum DPR RI, Irwan Anwar mengakui anggotanya teledor menggunakan senjata api dan berujung tewasnya G.
"Kami sebagai atasan Brigadir R (Robig) pada kesempatan ini memohon maaf sebesar-besarnya kepada seluruh masyarakat khususnya warga kota Semarang, terlebih keluarga besar almarhum ananda G dan atas segala tindakan dari anggota saya, Brigadir R, yang telah mengabaikan prinsip-prinsip penggunaan kekuatan, abai dalam menilai situasi, teledor dalam menggunakan senjata api dan telah melakukan tindakan excessive action, tindakan yang berlebihan tindakan yang tidak perlu," ucapnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (3/12/2024).
Pengamat Kepolisian dari ISESS Bambang Rukminto menilai, rekayasa kasus lewat pernyataan Irwan mencerminkan adanya masalah di tubuh Korps Bhayangkara.
"Kalau hal seperti itu dilakukan, framing itu dilakukan, ini menjadi problem institusi. Apalagi yang menyatakan ini adalah seorang kepala satuan wilayah ya. Yang seharusnya bisa sebelum memberikan pernyataan harusnya mengkaji lebih dalam dan melakukan penyelidikan yang komprehensif terkait apa yang sebenarnya terjadi. Bukan malah menutupi kasus tersebut," ucap Bambang kepada KBR, Selasa (3/12/2024).
Jika Irwan terbukti mengada-ada, kepercayaan publik terhadap polri bisa tergerus.
"Bukan malah membuat pernyataan-pernyataan yang sehingga membuat blunder dan mengakibatkan turunnya kepercayaan masyarakat kepada institusi kepolisian sendiri," kata Bambang.
Di lain pihak, Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur mendorong Polri segera memecat Irwan.
Menurutnya, tindakan Irwan mengancam upaya penegakan hukum di tanah air.
"Tentu ini cerita Kapolrestabes Semarang harus dievaluasi, Kapolri harus segera memecat dia dan mencopot dari jabatannya. Serta mengirimkan baru dari Mabes Polri untuk kepentingan penyelidikan yang lebih membuat terang perkara." ujar Isnur kepada KBR, Rabu (27/11/2024).
Pakar Hukum dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera Bivitri Susanti mengatakan kebohongan Irwan semestinya berbuah sanksi pidana.
"Nah tapi kan ini kita kayak mbulet gitu istilahnya ya. Karena begini, kalau misalnya pidana, siapa yang melakukan penyelidikan dan penyidikan? polisi juga. Dan kemudian kalau kita membahas pengawasan sebenarnya oleh siapa? Secara teoritis pun sebenarnya untuk lembaga-lembaga yang punya kewenangan yang besar seperti ini kewenangannya itu yang terideal memang kalau bisa dilaksanakan oleh legislatif itu pasti, tapi juga lembaga independen. Dulu misalnya kami punya harapan yang cukup besar terhadap Kompolnas, tapi kita juga paham bahwa kompolnas juga bukan lembaga yang sepenuhnya independen," ujar Bivitri dalam Konferensi Pers: Kekerasan Aparat Makin Darurat?, Senin (9/12/2024).
Hingga 11 Desember, Polri belum memeriksa Irwan. Namun Juru Bicara Polri Sandi Nugroho menekankan, sanksi tegas akan dijatuhkan jika ada anggota terbukti melakukan pelanggaran.
"Pak Kapolri akan memberikan kepastian hukum, bahwa anggota yang bersalah akan ditindak. Dan itu tidak ada hal yang perlu diragukan oleh kita semua. Persoalan tersebut sudah diinstruksikan oleh beliau untuk memberikan keadilan kepada masyarakat, maupun kepastian hukum kepada anggota yang melanggar," ujar Sandi di Mabes Polri, Senin, (9/12/2024).
Baca juga:
- Polisi Tembak Pelajar di Semarang, YLBHI Curiga Ada Pengambilan CCTV
- Polisi Tembak Siswa, Kapolrestabes Semarang Ubah Pernyataan