ragam
Dampak Negatif Merosotnya Ekonomi Dunia bagi Indonesia

Penyebabnya beragam.

Penulis: Astri Septiani

Editor: Sindu Dharmawan

Google News
Dampak Negatif Merosotnya Ekonomi Dunia bagi Indonesia
Ilustrasi: Pekerja memproduksi sepatu untuk diekspor di Tangerang, Banten, Selasa (30/4/2019). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

KBR, Jakarta- Bank Indonesia (BI) menyebut ketidakpastian ekonomi dunia makin tinggi. Penyebabnya beragam. Mulai dari tarif resiprokal (imbal balik) Amerika Serikat (AS), aksi retaliasi (balasan) Tiongkok, menurunnya volume perdagangan dunia, dan meningkatnya potensi pembelahan ekonomi global.

“Akibatnya, pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2025 diperkirakan akan menurun dari 3,2% menjadi 2,9%, dengan penurunan terbesar terjadi di Amerika Serikat dan Tiongkok sejalan dengan dampak perang tarif kedua negara tersebut,” kata Perry saat konferensi pers Rabu, (24/04/25).

Pertumbuhan ekonomi di negara maju dan berkembang juga diperkirakan melambat. Faktor yang memengaruhinya adalah penurunan ekspor ke AS dan dampak tidak langsung dari penurunan volume perdagangan negara-negara lain.

“Perang tarif dan dampak negatifnya terhadap penurunan pertumbuhan AS, Tiongkok, dan ekonomi dunia memicu peningkatan ketidakpastian pasar keuangan global serta mendorong perilaku risk aversion pemilik modal,” kata Perry.

Penguatan

Perry menyebut, memburuknya kondisi ekonomi dunia memerlukan penguatan respons dan koordinasi kebijakan untuk menjaga ketahanan eksternal, mengendalikan stabilitas, dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Di dalam negeri, BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun ini sedikit di bawah titik tengah kisaran 4,7-5,5%. Penurunan itu dipengaruhi dampak langsung tarif AS yang menurunkan ekspor Indonesia ke Negeri Paman Sam.

Lalu, ada dampak tidak langsung penurunan permintaan ekspor dari mitra dagang lain Indonesia, terutama Tiongkok.

“Sehubungan dengan itu, berbagai kebijakan perlu diperkuat guna memitigasi dampak dari menurunnya prospek pertumbuhan ekonomi dunia, dengan mendorong permintaan domestik dan memanfaatkan peluang peningkatan ekspor,” tambahnya.

Dampak Negatif Ekonomi Melambat

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Mohammad Faisal turut menganalisis perlambatan signifikan ekonomi global. Menurutnya, hal itu sebagai dampak tarif resiprokal AS.

Dampak perlambatan tersebut menyasar Indonesia sebagai negara berkembang, lantaran melambatnya volume perdagangan dunia. Sebab, perdagangan merupakan salah satu sumber pertumbuhan ekonomi.

"Belum juga dari sisi-sisi yang lain, dari sisi moneter misalnya ada kecenderungan ketika kebijakan Trump ini berlakukan, inflasi meningkat, kecenderungan kalau inflasi meningkat kemudian suku bunga akan meningkat dan akan terjadi capital flow," kata dia kepada KBR Kamis (24/04/25).

“Yang artinya ada dampak terhadap pelemahan nilai tukar, kalau nilai tukar melemah tentu saja ini menjadi bagi Indonesia tentu saja impor menjadi lebih mahal, berarti biaya produksi lebih tinggi kemudian harga barang-barang konsumsi itu juga cenderung naik terutama yang berasal dari luar negeri,” imbuhnya.

Penerimaan Negara

Sementara dampak terhadap fiskal, volume perdagangan bakal melambat. Artinya, penerimaan negara dari pajak perdagangan luar negeri berkurang.

Jika kondisi ini terjadi, ada potensi penurunan dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang berasal dari komoditas seperti minyak, gas, batu, bara.

Menurut Faisal, dampak perlambatan ekonomi dunia kompleks, dan menyentuh berbagai sendi kehidupan masyarakat.

"Yang lain seperti penciptaan lapangan pekerjaan ketika usaha-usaha atau industri yang berorientasi ekspor itu terhambat penjualan barangnya, atau ekspornya ini akan berdampak pada efisiensi. Efisiensi itu akan bisa berpotensi juga mengurangi jumlah karyawan berarti potensi PHK akan lebih besar lagi," kata dia.

Proyeksi

CORE juga merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi 2025. Semula pada November 2024, CORE memprediksi bakal di kisaran 4,8 sampai 5 persen.

Dasarnya adalah perkembangan situasi global terakhir, termasuk pemangkasan anggaran di dalam negeri yang menyebabkan perlambatan konsumsi, investasi, dan belanja pemerintah.

"Artinya pertumbuhan ekonomi akan berpotensi lebih lambat lagi. Nah untuk kuartal 1 atau untuk saat sekarang kami melihatnya masih di kisaran 4,8 sampai 4,9 persen tidak sampai 5 persen," tandasnya.

Klaim Pemerintah

Dalam laporan World Economic Outlook (WEO) April 2025, IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini menjadi 2,8% dari sebelumnya 3,3%.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan juga mengoreksi proyeksi pertumbuhan menjadi 4,7% dari 5,1%. Namun, koreksi ini diklaim relatif lebih kecil dibandingkan negara-negara lain dengan ketergantungan perdagangan tinggi terhadap AS.

Hal ini disampaikan Sri Mulyani dalam konferensi pers berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang digelar daring hari ini.

“Stabilitas sistem keuangan Indonesia tetap terjaga di tengah meningkatnya ketidakpastian perekonomian dan pasar keuangan global, yang dipicu oleh kebijakan tarif dari pemerintahan Amerika Serikat dan meningkatnya tensi perang dagang,” kata Menkeu Sri Mulyani, Kamis, (24/04/25).

Sektor Terdampak

Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut sektor-sektor yang paling terdampak kebijakan tarif impor AS adalah industri persepatuan dan pakaian.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, AS menjadi negara tujuan ekspor sepatu olahraga terbesar. Pada 2023 misalnya, Indonesia mengirim 62,2 ribu ton setara dengan USD1,39 miliar.

Pada 2022, ekspor sepatu olahraga RI ke AS bahkan hampir menyentuh 90 ribu ton dengan total nilai mencapai USD2 miliar.

Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) menyatakan Amerika menjadi negara tujuan ekspor alas kaki terbesar dalam beberapa tahun terakhir.

Direktur Eksekutif Aprisindo Yoseph Billie Dosiwoda mengatakan nilai ekspor ke AS selalu meningkat setiap tahunnya.

"Dari total nilai ekspor kita di tahun 2024 yaitu 7.084,36 juta US Dollar, jadi perdagangan ekspor ke Amerika ini di angka yang cukup besar sampai terakhir. Data di tahun 2024 terakhir," kata Billie kepada KBR, Senin, (7/4/2025).

Billie tidak menampik kebijakan tarif impor AS bisa mengancam nasib para pekerja.

Baca juga:

Dampak Negatif
Ekonomi Dunia
Ekonomi

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...