ragam
Anggota DPR Desak Tunda Kenaikan PPN 12 Persen, Memang Bisa?

Pemerintah masih punya kesempatan untuk membatalkan kenaikan tarif PPN 12 persen.

Penulis: Astri Septiani, Ardhi Ridwansyah

Editor: Wahyu Setiawan

Google News
beli
Warga mengunjungi Mall Blok M Square, Jakarta, Jumat (15/11/2024). ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin

KBR, Jakarta - Anggota Komisi VII DPR yang membidangi UMKM Hendry Munief meminta pemerintah meninjau ulang rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen di tahun depan. Anggota DPR dari Fraksi PKS itu menyebut, rencana kenaikan PPN 12 persen mendapatkan penolakan karena memberatkan kalangan UMKM.

Ia menilai, tahun depan bukan saat yang tepat untuk menaikkan pajak. Sebab semua pihak tengah berjuang menyelamatkan ekonomi nasional.

Untuk itu ia mendorong pemerintah memikirkan ulang jika ingin menyelamatkan ekonomi Indonesia tahun depan.

"Pasca-COVID-19 ekonomi kita tidak bertumbuh. Itu dibuktikan dengan pendapatan pajak tahun 2024 yang tidak sesuai target. Jika tahun 2025 PPN dinaikkan, bukan ekonomi saja yang tidak bertumbuh, tapi Indonesia gagal jadi negara maju ke depannya," kata Hendry Munief dalam keterangan tertulisnya, Senin (18/11/2024).

Dia menyebut peran UMKM sangat besar untuk pertumbuhan perekonomian Indonesia. Pada tahun 2023, pelaku UMKM mencapai sekitar 66 juta. Kontribusi UMKM mencapai 61 persen terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia, setara Rp9.580 triliun.

"Yang pertama merasakan dampak kenaikan pajak ini sektor UMKM. Baik sektor UMKM mandiri atau UMKM sebagai mitra dan instrumen pendukung industri skala besar. Logikanya ini akan memengaruhi 61 persen pendapatan ekonomi nasional," tutur Hendry.

Hendry menyebut efek lain dari kenaikan pajak yaitu menurunkan daya beli atau konsumsi masyarakat. Hampir 60 persen ekonomi Indonesia masih ditopang oleh sektor konsumsi, utamanya dari kelas menengah bawah. Sehingga dampak kenaikan PPN ini bisa menurunkan konsumsi kelas menengah.

"Penurunan daya beli ini akan memengaruhi kelas menengah, bahkan bisa membawa kelas menengah bawah turun kelas, menjadi kelas bawah. Faktanya dalam lima tahun terakhir kita kehilangan 9,48 juta kelas menengah. Kalau jadi dinaikkan, maka otomatis akan menambah kelas bawah. Dan ini bahaya untuk ekonomi kita," katanya. .

"Kalau di total kenaikan PPN ini sebesar 20 persen dalam 5 tahun, jadi bukan 2 persen kenaikannya. Angkanya bener 2 persen tapi persentase kenaikannya adalah 20 persen,” jelasnya.

Pada tahun 2022, PPN naik dari 10 persen menjadi 11 persen. Kemudian akan naik lagi di tahun depan.

Menurut dia, sepatutnya pemerintah menunda kenaikan PPN di tengah melemahnya daya beli masyarakat Indonesia.

Penghasilan Masyarakat Minim

Anggota DPR dari fraksi Nasdem Rudi Hartono Bangun juga menilai belum saatnya pemerintah menaikkan PPN 12 persen. Dia khawatir kebijakan itu justru akan memberatkan masyarakat.

Dia mendorong pemerintah mengkaji ulang dan mempertimbangkan kemampuan ekonomi masyarakat, mengingat saat ini rata-rata penghasilan masyarakat di Indonesia masih minim. Apalagi kenaikan PPN juga akan berdampak pada kenaikan harga barang dan jasa.

"Dari UMKM, pedagang-pedagang sebenarnya mereka dengan keadaan ekonomi yang sekarang itu agak sedikit berat. Karena kondisi katanya ekonomi ya mungkin pertumbuhannya kurang. Kita lihat nantinya di pertumbuhan ekonomi dalam tahun ini ke depan yang dicanangkan Pak Presiden target 8 persen. Kami berharap itu bisa digapai. Kalau itu bisa digapai, kenaikan 12 persen juga pajak saya pikir tidak sulit," kata dia, dikutip dari TVR Parlemen.

Ada Peluang

Kenaikan tarif PPN sudah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP. Di Pasal 7 Ayat 1 huruf b tertulis: "Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 12% yang mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025."

Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan, pemerintah masih punya kesempatan untuk membatalkan kenaikan tarif PPN 12 persen.

Dia bilang, peluang pembatalan itu diatur di Pasal 7 Ayat 3 dan 4.

"Ada pasal 7 nomor 3 dan 4 yang memberikan kewenangan pemerintah untuk menetapkan tarif PPN di rentang 5 persen hingga 15 persen melalui penetapan peraturan pemerintah," ujar Nailul kepada KBR, Senin (18/11/2024).

Pasal 7 Ayat 3 UU HPP berbunyi: "Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi 15% (lima belas persen)."

Sedangkan Ayat 4 berbunyi: "Perubahan tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah setelah disampaikan oleh Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Ratryat Republik Indonesia untuk dibahas dan disepakati dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara."

Baca juga:

PPN 12 Persen
Ekonomi
daya beli
DPR RI

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...