Patut diduga pagar laut itu akan digunakan untuk proyek reklamasi.
Penulis: Ardhi Ridwansyah
Editor: Sindu

KBR, Jakarta– Wakil Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Arif Maulana ragu polisi tidak tahu soal pagar laut 30,16 kilometer di Kabupaten Tangerang, Banten. Padahal, patut diduga pagar laut itu akan digunakan untuk proyek reklamasi.
Sebelumnya, pagar sepanjang lebih dari 30 kilometer ditemukan di perairan Kabupaten Tangerang, Banten. Pagar dari bambu itu masih menjadi misteri, karena hingga kini tidak diketahui siapa pemilik atau yang membuatnya. Selain di Tangerang, ditemukan juga pagar laut sepanjang 8 kilometer di pesisir Utara Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
“Katakanlah kita bisa melihat kasus terbaru berkenaan dengan pagar laut, ya, di Tangerang mana mungkin kepolisian tidak tahu, ya? polairud (polisi air dan udara) tiap hari mereka bisa berkeliling dan mengawasi apa kemudian yang terjadi hari ini? Ini yang kemudian menjadi catatan kritisnya,” katanya dalam seminar bertajuk “Reposisi Polri dalam Sistem Peradilan Pidana” dipantau via Youtube Yayasan LBH Indonesia, Kamis, (30/1/2025).
Menurut Arif, belakangan ini polisi kerap terlibat bisnis keamanan untuk melindungi kepentingan privat, semisal perkebunan sawit hingga tambang legal atau ilegal.
Ia menambahkan, polisi kini juga menjadi alat kekuasaan, padahal semestinya menjamin perlindungan hak asasi manusia (HAM), dan mengayomi warga, malah justru bertindak represif dan arogan.
Itu tercermin dalam data YLBH-LBH, sepanjang 2019–Mei 2024 setidaknya terdapat 95 kasus kriminalisasi yang menjerat ratusan korban dari latar belakang petani, buruh, akademisi, jurnalis hingga mahasiswa.
Pada 2022-2023 lembaga yang sama juga mencatat ada 46 kasus penyiksaan dengan jumlah korban 294 orang. Lalu, sepanjang 2019-2024, YLBHI mendata sekitar 35 peristiwa penembakan aparat kepolisian dengan jumlah korban tewas 94 orang.
Kasus-kasus di atas berasal dari berbagai sektor, mulai konflik kemanusiaan berkepanjangan di Papua, kasus narkotika, oposisi politik/kebijakan, hingga agraria.
Menurutnya, polisi sering menggunakan pembenaran untuk menembak mati warga di tempat, alasannya mulai dari melawan aparat dalam konteks penggerebekan bandar narkotika hingga di bawah pengaruh alkohol untuk kasus-kasus di Papua.
Baca juga: