"Mana ada korupsi diselesaikan secara damai. Itu korupsi baru, namanya kolusi, "
Penulis: Astri Yuanasari
Editor: Muthia Kusuma

KBR, Jakarta- Bekas Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, mengkritik wacana pemberian pengampunan bagi koruptor melalui denda damai yang digagas oleh Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas.
Menurut Mahfud, gagasan ini sangat keliru karena kasus korupsi tidak dapat diselesaikan secara damai.
"Jangan suka cari-cari pasal untuk pembenaran, itu bahaya nanti. Setiap ucapan presiden dicarikan dalil untuk membenarkan, itu tidak bagus, cara kita bernegara," ucap Mahfud kepada wartawan, Kamis, (26/12/2026).
Mahfud menyoroti praktik kolusi semacam ini sering terjadi secara diam-diam di kalangan aparat penegak hukum. Ia menyebutkan beberapa kasus di mana jaksa, polisi, atau hakim terlibat dalam upaya penyelesaian kasus secara diam-diam hingga akhirnya berakhir di penjara.
"Mana ada korupsi diselesaikan secara damai. Itu korupsi baru, namanya kolusi, kalau diselesaikan secara damai. Dan itu sudah sering terjadi, kan. Diselesaikan diam-diam antar penegak hukum, penegak hukumnya yang ditangkap kalau diselesaikan diam-diam. Kan banyak tuh yang terjadi, jaksa, polisi, hakim masuk penjara kan mau menyelesaikan diam-diam, itu sama aja," imbuhnya.
Baca juga:
- Omon-omon Prabowo: Janji Berantas Korupsi, Tapi Mau Maafkan Koruptor
- Mau Maafkan Koruptor, Pernyataan Prabowo Dianggap Berbahaya
Mahfud juga menegaskan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan aturan hukum pidana yang berlaku tidak mengakomodasi penerapan denda damai untuk kasus korupsi. Ia mempertanyakan dasar hukum yang digunakan Menteri Hukum Supratman untuk melegitimasi gagasan ini dengan merujuk pada Undang-Undang tentang Kejaksaan.
Mahfud menjelaskan aturan mengenai denda damai dalam Undang-Undang Kejaksaan hanya berlaku untuk tindak pidana ekonomi, seperti pelanggaran bea cukai, perpajakan, dan kepabeanan.
Ia mencontohkan mekanisme yang jelas dalam kasus pelanggaran pajak, di mana pihak terkait bisa menawar jumlah denda yang harus dibayarkan dengan persetujuan dari instansi terkait dan Kejaksaan Agung.
"Nah di situ kalau ada orang melanggar pajak atau bea cukai, itu tawar-menawar dulu. Oh kamu seharusnya bayar Rp100 miliar, kok hanya membayar Rp95 miliar. Dan itu jelas, ada mekanismenya yaitu dibuat oleh instansi terkait dalam hal ini Kementerian Keuangan lalu minta izin kejaksaan agung. Minta izin ke Jaksa Agung, jelas tuh prosedurnya. Angkanya jelas, tidak diam-diam," jelas Mahfud.
Sebelumnya, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengusulkan pengampunan bagi pelaku tindak pidana yang merugikan negara melalui denda damai, dengan mengacu pada kewenangan Kejaksaan Agung berdasarkan Undang-Undang Kejaksaan yang baru.