Menolak perintah berarti pembangkangan. Subordinasi terhadap perintah atasan adalah pelanggaran berat. Itu mengapa dunia komando berbeda dengan dunia politik. Dunia militer berbeda dengan dunia masyarakat sipil.
Penulis: KBR
Editor:

The military don't start wars. Politicians start wars ~ William Westmoreland.
Di Jakarta, di Gunung Kidul Yogyakarta, juga di beberapa daerah lain datang laporan itu: petugas Babinsa (Bintara Pembida Desa), aparat teritorial di bawah komando TNI Angkatan Darat, mendatangi warga. Mereka mendata dan, menurut laporan, juga mengarahkan warga agar pada pilpres 9 Juli mendatang memilih pasangan Prabowo-Hatta.
Kubu pasangan Jokowi-JK protes, bahkan meminta Panglima TNI untuk menarik aparat Babinsa untuk sementara waktu hingga pilpres berakhir. Prabowo juga membantah sembari berdalih ia sudah tak punya jalur lagi di TNI.
Putusan Mahkamah Konstitusi 28 Mei lalu tegas menyebut, TNI dan Polri tak punya hak pilih dalam pilpres mendatang. Idenya jelas, sebagai alat pertahanan negara dan keamanan masyarakat, dua lembaga penyandang senjata harus netral dalam politik.
Dalam banyak hal, kalau serdadu dan polisi ikut-ikutan berpolitik akan membawa implikasi negatif. Politik adalah arena di mana segala gagasan dan kepentingan dinegosiasikan. Di situ ada dialog, di sana ada kompromi. Sedangkan dalam hieraki militer, juga sedikit banyak di kepolisian, seluruh keputusan harus melalui jalur komando. Yang ada adalah perintah dan perintah.
Menolak perintah berarti pembangkangan. Subordinasi terhadap perintah atasan adalah pelanggaran berat. Itu mengapa dunia komando berbeda dengan dunia politik. Dunia militer berbeda dengan dunia masyarakat sipil.
Maka kalau ada aparat Babinsa bergerak, apalagi untuk mengarahkan preferensi warga untuk memilih pasangan calon tertentu, ini sungguh bahaya. Panglima TNI harus tegas menjalankan amanat konstitusi, mengembalikan profesionalisme aparatnya hingga ke jalur komando terendah.
Transformasi di dalam tubuh TNI mesti dijalankan secara konsisten, tak lagi mencampuri urusan politik. Satu-satunya fokus serdadu sekarang adalah bertindak profesional dengan satu semangat sebagai unsur utama alat pertahanan negara.
Laporan tentang operasi Babinsa ini serius. Kita berharap Presiden dan Panglima TNI tak menganggapnya sebagai gejala oknum, atau gerakan individual. Sang Babinsa bergerak pasti ada yang memerintahkan, dan ini sangat mudah ditelusuri jalur komandonya.
Kita, warga sipil, hanya hormat kepada TNI yang profesional. Bukan tentara yang nyambi jadi politisi.