Sebagai Menteri Agama, pernyataan SDA ini jelas melegitimasi berbagai persekusi yang dialami kelompok Ahmadiyah selama ini. Tampaknya SDA tak paham dengan posisinya sebagai pejabat tinggi negara yang seharusnya netral dan berdiri di atas semua golongan. P
Penulis: KBR68H
Editor:

Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY) sebaiknya mempertimbangkan untuk mencopot Suryadharma Ali (SDA) sebagai Menteri Agama. Sudah beberapa kali, sebagai pejabat tinggi negara, Suryadharma Ali memberikan pernyataan yang memojokkan kelompok minoritas. Paling baru adalah pernyataannya pada Jumat (8/11) lalu yang menyebut pelarangan Ahmadiyah sebagai jalan keluar paling efektif untuk menghindari konflik antaragama.
Secara khusus Suryadharma Ali memberi contoh Malaysia yang sudah mengharamkan Ahmadiyah. Ia juga menyebut Pakistan yang menempatkan Ahmadiyah sebagai kelompok minoritas non-Islam.
Sebagai Menteri Agama, pernyataan SDA ini jelas melegitimasi berbagai persekusi yang dialami kelompok Ahmadiyah selama ini. Tampaknya SDA tak paham dengan posisinya sebagai pejabat tinggi negara yang seharusnya netral dan berdiri di atas semua golongan. Pernyataan SDA sangat bias mayoritas dan berpotensi membuka ruang konflik baru yang belum terselesaikan hingga kini.
Suryadharma Ali tampaknya juga tak sadar betul, betapa Indonesia pasca reformasi terus-menerus digerogoti berbagai masalah yang berkaitan dengan kerukunan antarumat beragama. Kalau seorang menteri tak lagi sensitif dengan krisis sosial yang tengah terjadi, dan tak berupaya untuk membuat keadaan menjadi lebih baik, alangkah berbahayanya kalau dibiarkan terus menduduki jabatannya.
Sebab tak sekali ini saja SDA membuat pernyataan yang berbahaya. Dalam kasus Syiah, ia juga pernah menyatakan aliran ini sesat. Pernyataan yang kemudian mengundang protes keras berbagai kalangan. Begitu pula dalam kasus GKI Yasmin, SDA mereduksinya sebagai masalah perizinan semata – sama sekali tak mau menukik lebih dalam sebagai bagian dari berbagai rangkaian aksi menekan minoritas.
Selain bias, Suryadharma Ali juga bias gender. Ketika menjabat sebagai Ketua Harian Gugus Tugas Anti Pornografi, SDA mengkampanyekan agar perempuan memakai rok di bawah lutut. Dalam pikiran SDA, rok mini yang banyak dipakai anak-anak muda menjadi penyebab terjadinya kekerasan seksual terhadap perempuan. Teori yang sama sekali tidak memiliki landasan ilmiah!
Serangkaian keteledoran pemikiran SDA masih bisa diperpanjang dengan contoh-contoh lain. Sebagian besar menunjukkan betapa tidak kapabelnya menteri satu ini menduduki jabatan strategis dalam konteks Indonesia yang plural. Alih-alih bekerja keras mengupayakan kehidupan beragama yang penuh kedamaian, ia justru acap mengeluarkan pernyataan yang kontra-produktif.
Melihat semua itu, sesungguhnya tak ada alasan sama sekali bagi Presiden SBY untuk mempertahankan SDA sebagai Menteri Agama. Di sisa masa jabatan yang tidak sampai setahun lagi akan berakhir, kita ingin SBY meninggalkan warisan yang dikenang seluruh rakyatnya. Dalam konteks ini, ya mempertahankan keindonesiaan yang majemuk, yang tak boleh dirobek-robek hanya karena masalah perbedaan keyakinan. Justru tugas negara adalah melindungi setiap warga negara untuk bebas memeluk dan menjalankan ibadahnya tanpa saling mengganggu. Tanpa kecuali, tanpa diskriminasi.
Butuh ribuan bahkan jutaan usaha untuk merawat kemajemukan itu. Tapi hanya butuh satu Suryadharma Ali untuk merusaknya.