KBR, Jakarta - Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan masyarakat sipil tentang Undang-undang yang mengatur hak politik anggota TNI dan Polri dalam Pemilu Presiden 2014.
Penulis: Evilin Falanta
Editor:

KBR, Jakarta - Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan masyarakat sipil tentang Undang-undang yang mengatur hak politik anggota TNI dan Polri dalam Pemilu Presiden 2014. Putusan MK menyatakan anggota TNI dan Polri tetap netral dalam pemilu presiden tahun ini.
Salah seorang penggugat Ifdal Kasim menyatakan lega dengan keputusan MK tersebut. Namun begitu, ia menilai DPR tetap perlu merevisi Undang-Undang Pemilu yang digugat itu. (Baca: Endiartono Sutarto: Tentara Perlu Diberi Hak Suara)
Bekas Ketua Komnas HAM itu mengatakan, putusan MK ini hanya mengabulkan netralitas anggota TNI Polri sampai Pilpres tahun ini saja. Sedangkan untuk Pemilu lima tahun mendatang belum ada penjelasan.
"Kita menganut satu kebijakan ya dalam undang-undang dasar kita mengatakan bahwa setiap orang berhak memilih dan dipilih, termasuk dalam hal ini anggota TNI dan Polri. Tetapi karena memertimbangkan situasi tertentu, karena sistem demokrasi kita dan juga melihat netralitas polri itu bisa disalah gunakan. Karena itu kita butuh waktu sangat tergantung pada kebijakan yang akan diambil oleh anggota dewan kedepan nanti," terang Ifdhal.
Salah seorang penggugat Ifdhal Kasim mengatakan netralitas TNI Polri pada Pemilu 2019 akan bergantung pada anggota DPR baru.
Gugatan Ifdhal dan kawan-kawan ditujukan pada Pasal 260 Undang-undang Pemilu No.42 Tahun 2009. Pasal itu menyebutkan dalam Pemilu Presiden dan wakil presiden tahun 2009 anggota TNI/Polri tidak menggunakan hak pilihnya. Undang-undang itu menyebabkan tidak adanya kepastian hukum netralitas anggota TNI Polri pada pemilu presiden tahun ini. Gugatan terhadap pasal ini dikabulkan Mahkamah Konstitusi hari ini.
Editor: Rony Rahmatha