sebanyak 5,5 persen masyarakat Indonesia mengonsumsi gula lebih dari 4 sendok makan per hari
Penulis: Hoirunnisa
Editor: Muthia Kusuma

KBR, Jakarta - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat 30 persen masyarakat Indonesia melebihi batas konsumsi gula, garam, dan lemak (GGL) yang dianjurkan. Kondisi ini meningkatkan risiko diabetes, terutama ditambah dengan pola hidup yang buruk.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi menjelaskan, konsumsi GGL yang berlebih sangat meningkatkan risiko diabetes.
"Yang paling besar adalah karena faktor pada perilaku. Ada faktor keturunan seperti misalnya DM tipe satu. Ada faktor lingkungan bisa jadi penyebab daripada risiko kita mendapatkan DM. Dan yang terakhir adalah perilaku karena kita malas gerak, karena kita mengkonsumsi gula, garam, lemak yang berlebihan, atau kurang makan buah atau kebiasaan bahwa belum makan nasi berarti belum makan," ujar Nadia dalam konferensi pers Hari Diabetes Sedunia, Selasa (19/11/2024).
Siti Nadia merinci, sebanyak 5,5 persen masyarakat Indonesia mengonsumsi gula lebih dari 4 sendok makan per hari. Sementara 53,5 persen masyarakat mengonsumsi garam lebih dari 1 sendok teh per hari.
"Kemudian konsumsi lemak, gorengan. Paling susah kita nggak makan gorengan. 24 persen masyarakat kita mengonsumsi lebih dari 5 sendok makan lemak per hari," kata Nadia.
Baca juga:
- UI: Tren Mengkhawatirkan Dampak Konsumsi GGL Terhadap Kesehatan Masyarakat
- DPR Bentuk Panja Kandungan GGL di Produk Pangan
Pada tahun 2021, Indonesia menjadi negara dengan jumlah penderita diabetes tertinggi ke-5 di dunia, sebesar 19,5 juta orang. Angka ini diperkirakan meningkat menjadi 28,6 juta pada tahun 2045. Nadia mengungkapkan, jika tidak ditangani dengan baik, hal ini akan mempengaruhi bonus demografi dan cita-cita Indonesia mencapai Indonesia Emas 2045.
"Di tahun 2045, generasi SDM emas yang kita impikan bahwa Indonesia akan menjadi salah satu negara maju itu tentunya akan sangat sulit tercapai. Jadi bonus demografi yang kita harapkan akan memberikan manfaat untuk seluruh masyarakat, itu akan tentu hanya menjadi impian. Kenapa? Karena kemudian ada 28,6 juta atau 20 juta saat ini, tapi belum terdiagnosis. Kalaupun sudah terdiagnosis tidak terkontrol dengan baik, itu ternyata akan diperkirakan 28,6 juta pada tahun 2045," kata Nadia.