indeks
Jutaan Buruh Ancam Mogok Nasional, Tuntut Pemerintah Patuhi Putusan MK soal Pengupahan

Mogok nasional akan dilaksanakan selama dua hari, di antara tanggal 19 November hingga 24 Desember 2024.

Penulis: Muthia Kusuma

Editor: Agus Luqman

Google News
Ciptaker
Ilustrasi unjuk rasa menuntut kenaikan upah dan tolak UU Ciptaker (FOTO: ANTARA/Fakhri Hermansyah)

KBR, Jakarta - Kelompok buruh mengkritik sikap pemerintah terhadap putusan Mahkamah Konstitusi terkait uji materi Undang-Undang Cipta Kerja.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia KSPI, Said Iqbal menuding adanya pernyataan dari Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto yang bertentangan dengan putusan MK tersebut.

"Bahasa Menko Perekonomian mewakili pemerintah setelah bertemu Apindo itu aneh, bahasanya membenahi. Bukan membenahi, seharusnya dicabut! Pasal-pasal atau norma-norma hukum dalam uji materil Undang-Undang Cipta Kerja, mestinya dicabut. Bertentangan dengan Undang-Undang 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap," ucap Said Iqbal dalam konferensi pers secara daring, Senin (4/11/2024).

Presiden KSPI, Said Iqbal juga khawatir pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan yang bertentangan dengan putusan MK terkait upah minimum. Ia mendesak pemerintah tidak melakukan pembangkangan terhadap konstitusi.

"Itu baru tentang Upah Minimum saja, yaitu Keputusan Nomor urut 8 sampai dengan keputusan nomor urut 17. Dengan membuat Permenaker itu adalah membangkang konstitusi. Pertanyaan kami, Apakah bapak Presiden Prabowo menyetujui atau setidak-tidaknya mengetahui langkah-langkah Menko Perekonomian dan Menteri Tenagakerja atas permintaan Apindo sepihak, membangkang konstitusi," ucapnya.

Baca juga:

Said pun menyatakan buruh bakal melakukan aksi mogok nasional melibatkan lima juta buruh di seluruh Indonesia, menuntut pemerintah mematuhi putusan MK dalam menetapkan skema upah buruh 2025.

Said mengatakan mogok akan dilaksanakan selama dua hari, di antara tanggal 19 November hingga 24 Desember 2024.

"Mogok nasional ini akan diikuti oleh 5 juta buruh, sekurang-kurangnya di 15 ribu pabrik di seluruh wilayah Indonesia. Stop produksi, stop pelayanan jasa. Itu instruksinya," kata Said Iqbal dalam konferensi pers melalui daring, Senin (4/11/2024).

Said Iqbal menambahkan, aksi mereka legal dan konstitusional. Ia mengatakan aksi itu bukan mogok kerja sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Aksi mereka menggunakan landasan Undang-Undang Nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, serta Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja.

"Dalam UU Nomor 21 tahun 2000, diatur fungsi serikat buruh salah satunya adalah mengorganisir pemogokan," kata Said Iqbal.

Said Iqbal menjelaskan, penanggung jawab aksi mogok nasional adalah federasi serikat buruh dan konfederasi serikat buruh di tingkat pusat. Menurutnya, mereka juga akan melibatkan mahasiswa untuk ikut dalam aksi mogok nasional tersebut.

"Paling lambat hari Jumat ini sudah masuk surat pemberitahuan aksi unjuk rasa ke Mabes Polri, yang diorganisir oleh serikat pekerja serikat buruh," kata Said Iqbal.

Sedangkan, di tingkat provinsi, serikat pekerja dan serikat buruh akan mengirim surat pemberitahuan mogok nasional ke Polda di seluruh Indonesia, dan serikat buruh di tingkat kabupaten kota akan mengirim surat pemberitahuan ke Polres.

Pemerintah sebelumnya berencana mengumumkan kenaikan upah minimum pada 21 November 2024.

Putusan MK

Pekan lalu, Mahkamah Konstitusi memerintahkan DPR dan presiden, membentuk Undang-Undang Ketenagakerjaan baru dan mengeluarkan kluster ketenagakerjaan dari Undang-Undang tentang Cipta Kerja.

MK memberikan waktu dua tahun bagi DPR dan pemerintah membuat undang-undang baru, yang isinya menampung materi di UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dan putusan Mahkamah Konstitusi.

Salah satu poin penting dalam putusan ini adalah penggunaan komponen hidup layak dalam perhitungan upah pekerja. MK meminta penjelasan mengenai "penghidupan yang layak bagi kemanusiaan" dimasukkan kembali dalam aturan pengupahan.

Selain itu, MK juga menghidupkan kembali peran dewan pengupahan daerah dalam menentukan kebijakan upah. Ini berarti, penetapan upah tidak lagi menjadi otoritas penuh pemerintah pusat, melainkan harus melibatkan perwakilan dari pemerintah daerah, pengusaha, dan pekerja.

Selain itu, MK juga mengatur struktur dan skala upah harus ditetapkan secara proporsional, dengan mempertimbangkan kontribusi pekerja terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, kepentingan perusahaan, dan kebutuhan hidup layak pekerja.

Terkait indeks pengupahan, MK memerintahkan indeks yang digunakan harus mewakili kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi. Penetapan indeks pengupahan harus dilakukan seimbang dan tidak hanya menguntungkan salah satu pihak.

Baca juga:

KSPI
Buruh
Mahkamah konstitusi
pengupahan
UU Cipta Kerja

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...