"Problematika yang sedang dihadapi oleh hakim saat ini terkait dengan rendahnya gaji dan juga fasilitas yang dimiliki itu berdampak pada keadilan itu sendiri," sambungnya.
Penulis: Hoirunnisa
Editor: Muthia Kusuma

KBR, Jakarta- Gelombang dukungan terhadap tuntutan kesejahteraan hakim semakin meluas. Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) memberikan dukungan penuh terhadap rencana aksi cuti massal yang dilakukan oleh para hakim di seluruh Indonesia. Aksi itu akan digelar awal pekan depan mulai 7 hingga 11 Oktober 2024.
Ketua PBHI, Julius Ibrani menegaskan, profesi hakim adalah pilar penting dalam sistem peradilan, sehingga kesejahteraan mereka sangat krusial.
"Perlu dipahami profesi hakim adalah profesi yang Nobel atau mulia di mana dalam sistem peradilan dia adalah paket yang komplet, karena dia berhadapan dengan seluruh aktor penegak hukum, termasuk mencari keadilan untuk kemudian merangkum seluruh bukti-bukti dan gagasan yang kemudian mengeluarkan produk yang merepresentasikan keadilan, yang namanya putusan," tegas Ibrani, seperti dikutip dari KBR, Jumat (4/10/2024).
Baca juga:
Julius juga menekankan pentingnya independensi dan objektivitas hakim. Dia menyebut, hakim merupakan representasi dari kekuasaan yudikatif yang memiliki fungsi evaluasi dan pengawasan terhadap kekuasaan politik lainnya.
"Dia memiliki fungsi untuk melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kekuasaan politik lain yaitu eksekutif dan juga legislatif, sehingga perlu dijaga independensi dan objektivitasnya. Perlu dijaga kebutuhan-kebutuhan dasarnya agar dia dapat bekerja dengan baik, sehingga kemudian menghasilkan yang namanya produk putusan yang berkeadilan," ucapnya.
Julius berpandangan, salah satu masalah utama yang mendorong aksi ini adalah rendahnya gaji dan fasilitas yang diterima oleh para hakim. Dia khawatir, masalah kesejahteraan akan berdampak pada keadilan hakim dalam putusannya.
"Problematika yang sedang dihadapi oleh hakim saat ini terkait dengan rendahnya gaji dan juga fasilitas yang dimiliki itu berdampak pada keadilan itu sendiri," sambungnya.
Baca juga:
PBHI menilai bahwa peraturan pemerintah yang mengatur tentang hak keuangan dan fasilitas hakim tidak memadai.
"Peraturan Pemerintah Nomor 94 tahun 2012 yang kemudian direvisi oleh Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2016 dan terakhir Nomor 40 Tahun 2022 ternyata tidak memiliki satu klausul yang dapat menjamin kesejahteraan hakim," imbuhnya.
"Di mana perlu ada mekanisme penyesuaian antara gaji dan juga fasilitas dengan kondisi ekonomi dan hal lainnya yang memengaruhi kesejahteraan hakim. Misalnya seperti inflasi, kondisi-kondisi kritis tertentu akibat kebijakan politik dan yang lainnya. Sehingga terjaga terus independensi dan objektivitas hakim agar dapat bekerja dengan baik menghasilkan produk keadilan," sambungnya.
Sementara itu, Gerakan Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) mengatakan, jumlah hakim yang berpartisipasi dalam aksi cuti massal terus bertambah. Tim Juru Bicara Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) Agus Adhari, menyebutkan hingga awal Oktober, lebih dari 1.600 hakim telah menyatakan ikut serta.
"Sejauh ini sampai per hari ini Rabu (2/10/2024), hakim yang tergabung dalam gerakan solidaritas hakim Indonesia itu sudah mencapai 1.600-an lebih dan akan terus bertambah setiap menitnya. Karena pintu masuk WA grup terus memberikan notifikasi adanya penambahan anggota. Dan yang tidak bergabung sekalipun bukan berarti mereka tidak mendukung gerakan ini," kata Agus Adhari dikutip dari kanal YouTube Berita KBR, Rabu (2/10/2024).
Gerakan cuti bersama pada pekan depan dilakukan sebagai bentuk protes untuk menuntut perbaikan kesejahteraan hakim. Para hakim mengeluh karena selama 12 tahun tidak pernah mengalami kenaikan gaji, khususnya di daerah.
Agus Adhari mengatakan setiap kali ada upaya memperjuangkan peningkatan kesejahteraan hakim, SHI selalu mengalami kendala di Kementerian Keuangan.