Perundingan Indonesia dan Malaysia yang membahas revisi Perjanjian Sosial Ekonomi Malaysia Indonesia atau Sosek Malindo terkendala faktor bahasa. Asisten Tata Pemerintahan Setkab Nunukan Kalimantan Utara Abidin Tajang mengatakan, ada perbedaan arti bahasa
Penulis: Adhima Soekotjo
Editor:

KBR68H, Nunukan - Perundingan Indonesia dan Malaysia yang membahas revisi Perjanjian Sosial Ekonomi Malaysia Indonesia atau Sosek Malindo terkendala faktor bahasa.
Asisten Tata Pemerintahan Setkab Nunukan Kalimantan Utara Abidin Tajang mengatakan, ada perbedaan arti bahasa yang digunakan dalam perundingan, meskipun Malaysia dengan Indonesia masih bangsa serumpun.
"Karena antara bahasa kita dengan Bahasa Malaysia kadang tidak sama. Salah satu contoh waktu keputusan di Langkawi kalau kita Indonesia mengatakan permasalahan ini diangkat, maksudnya adalah diangkat ke tingkat yang lebih tinggi. Sementara di Malaysia diangkat itu artinya dikeluarkan, tidak dibahas lagi," kata Abidin Tajang.
Asisten Tata Pemerintahan Setkab Nunukan Kalimantan Utara Abidin Tajang menambahkan, salah satu butir yang dibahas dalam perundingan itu adalah tentang larangan pemerintah Malaysia terhadap warga Sebatik bepergian ke Tawau Malaysia dengan perahu cepat atau speedboat.
Rencananya, larangan speedboad ke Tawau akan segera dicabut karena telah ada pembicaraan mengenai spesifikasi speedboad yang akan beroperasi.
Pemerintah Malaysia meminta angkutan transportasi laut yang akan beroperasi dari Sebatik menuju Tawau harus di atas 7 GT (gross ton), memiliki peranti keselamatan dan keberadaan mesin kapal harus terpisah dari tangki bahan bakar.
Editor: Agus Luqman