indeks
Angka Pengangguran RI Naik Februari 2025, Apa Masalah dan Solusinya?

Terjadi tekanan dari sisi industri formal, khususnya sektor padat karya. Ini banyak sekali terpukul, mereka melakukan efisiensi habis-habisan, biaya produksinya meningkat, permintaan domestiknya lesu

Penulis: Aura Antari, Resky Novianto

Editor: Resky Novianto

Google News
pengangguran
Ilustrasi: Pelamar kerja yang sedang mengikuti job fair. Foto: ANTARA

KBR, Jakarta- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka pengangguran di Indonesia pada Februari 2025 naik sekitar 83 ribu orang atau 1,11 persen dibandingkan Februari 2024.

Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, peningkatan jumlah pengangguran itu sejalan dengan bertambahnya angkatan kerja sebesar 3,67 juta orang, sehingga totalnya menjadi 153,05 juta orang pada Februari 2025.

Amalia menjelaskan angkatan kerja mencakup individu yang sudah bekerja maupun yang masih mencari pekerjaan atau menganggur

“Dari jumlah angkatan kerja tersebut tidak semua terserap di pasar kerja sehingga terdapat jumlah orang yang menganggur sebanyak 7,28 juta orang,” ujar Amalia dalam konferensi pers di Youtube BPS RI, Senin (5/5/2025).

red
Sumber: Youtube BPS RI

Di sisi lain, data BPS menunjukkan penduduk yang bekerja per Februari 2025 juga mengalami peningkatan sebanyak 3,59 juta menjadi 145,77 juta orang.

Mayoritas penambahan pekerja ini berada pada status pekerja penuh yang mencapai 96,48 juta orang atau bertambah 3,21 juta orang dibandingkan Februari tahun lalu, diikuti pekerja paruh waktu sebanyak 37,62 juta orang atau naik 820 ribu orang.

Sementara itu, tingkat pengangguran terbuka (TPT) secara nasional menurun tipis menjadi 4,76 persen, tetapi TPT laki-laki justru mengalami kenaikan.

Jumlah Pekerja Informal Naik

Mengutip dari ANTARA, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kenaikan tipis pada proporsi pekerja informal di Indonesia pada Februari 2025 menjadi sekitar 86,58 juta orang atau 59,40 persen dari total penduduk bekerja.

Amalia mengatakan peningkatan ini terjadi terutama didorong oleh bertambahnya penduduk yang berusaha dibantu buruh tidak tetap.

BPS mengkategorikan kegiatan penduduk bekerja ke dalam sektor formal dan informal. Pekerja formal meliputi mereka yang berstatus berusaha dibantu buruh tetap dan dibayar, serta buruh, karyawan, atau pegawai.

Sementara kategori informal mencakup berusaha sendiri, berusaha dibantu buruh tidak tetap/pekerja keluarga/tidak dibayar, pekerja bebas, dan pekerja keluarga/tidak dibayar.

“Kenaikan pekerja informal salah satunya terkait dengan peningkatan perempuan yang bekerja, utamanya di lapangan usaha perdagangan eceran makanan, industri pengolahan makanan dan penyediaan makanan minuman,” ujar Amalia.

Lebih lanjut, BPS mencatat jumlah yang bekerja pada kegiatan formal sebanyak 59,19 juta orang (40,60 persen). Dibandingkan Februari 2024, persentase penduduk bekerja pada kegiatan formal menurun 0,23 persen poin.

red
Ilustrasi: Dua orang pengemudi ojek online berbincang di Jalan Thamrin, Jakarta. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

BPS juga mencatat bahwa pada Februari 2025, status pekerjaan terbanyak penduduk yang bekerja di Indonesia adalah sebagai buruh, karyawan, atau pegawai, mencapai 37,08 persen dari total pekerja.

Pekerja Formal menjadi Informal

Tak sedikit tenaga kerja lulusan pendidikan tinggi terpaksa putar haluan menjadi pekerja informal seperti rumah tangga, pengasuh anak, hingga ojek daring merupakan hal yang lumrah ditemui.

Hal dilakukan agar kehidupan terus berjalan di tengah keterbatasan pembukaan lapangan pekerjaan di sektor formal.

Fenomena ini dialami Prasetya, Sarjana Administrasi Negara yang kini masih menganggur dan untuk sementara waktu bekerja menjadi ojek daring atau ojek online (ojol).

Prasetya mengaku pernah terakhir bekerja secara formal pada 2021 lantaran mengundurkan diri perusahaan. Alasannya, karena adanya gejolak di perusahaan akibat dampak ekonomi dari Pandemi Covid-19.

“Tahun 2021, saya mengundurkan diri,” ujarnya kepada KBR, Selasa (6/5/2025).

Dalam rentang waktu sekitar empat tahun belakangan, Laki-laki berusia 34 tahun itu sudah mencoba melamar pekerjaan lewat sistem online maupun offline atau hadir langsung di job fair. Namun, kata dia hasilnya masih nihil.

“Sudah (melamar pekerjaan, red), puluhan perusahaan, bahkan mungkin ratusan,” ungkapnya.

Prasetya mengaku selalu tidak lolos atau tidak diterima perusahaan ketika melamar, karena gagal di proses wawancara. Ia menduga, ketidaklolosannya didasarkan atas pengalaman pekerjaan hingga latar belakang pendidikannya yang tidak sesuai atau memenuhi kriteria perusahaan.

“Rata-rata gak lolos waktu interview dan mungkin pengalaman kerja yang tidak sesuai,” tuturnya.

Prasetya berharap ke depannya, agar perusahaan tidak membebankan syarat-syarat yang berat bagi para pelamar atau calon karyawan. Sebab, menurutnya hal itu akan membatasi kualifikasi yang bisa dipenuhi oleh pelamar pekerjaan.

“Mudah-mudahan nggak banyak syarat-syarat yang memberatkan pada tahap recruitment,” pintanya.

Upah Buruh

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan rata-rata upah buruh/karyawan/pegawai pada Februari 2025 adalah sebesar Rp3,09 juta, tumbuh 1,78 persen dari Februari 2024 yang tercatat Rp3,04 juta.

Dalam laporannya yang dirilis di Jakarta pada Senin, BPS menyebut rata-rata upah buruh laki-laki sebesar Rp3,37 juta, sedangkan rata-rata upah buruh perempuan adalah Rp2,61 juta

“Rata-rata upah buruh berpendidikan Diploma IV, S1, S2, S3 sebesar Rp4,35 juta, sedangkan buruh berpendidikan SD ke bawah sebesar Rp2,07 juta,” demikian BPS dalam laporannya.

Terkait pemutusan hubungan kerja (PHK), gelombang PHK masih terjadi pada awal tahun 2025. Kementerian Ketenagakerjaan mencatat jumlah PHK pada Januari-Februari 2025 mencapai 18.610 orang, meningkat hampir 460 persen dibandingkan Januari 2025 yang tercatat 3.325 orang ter-PHK.

Pengangguran Didominasi Lulusan SMA dan SMK

Menteri Ketenagakerjaan Yassierli mengatakan tingkat pengangguran tertinggi terdapat pada usia 19-24 tahun. Dari jumlah itu, proporsi lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) mencatatkan jumlah pengangguran tertinggi.

“Lulusan SMK memiliki proporsi pengangguran terbesar dibandingkan lulusan jenjang pendidikan lainnya,” kata Yassierli saat Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, dikutip dari ANTARA, Senin (5/5/2025).

red
Siswa SMK Negeri Jawa Tengah sedang melakukan praktik di Semarang, Jawa Tengah (FOTO ANTARA/HO-Humas Pemprov Jateng)

Yassierli menjelaskan lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) menempati peringkat kedua dengan porsi 7,10 persen tingkat pengangguran, Sekolah Dasar dan Menengah Pertama 2,90 persen, Diploma 4,80 persen, dan Universitas sebesar 5,30 persen.

Menurutnya, kondisi ini dilatarbelakangi karena adanya mismatch dari siswa dengan jurusan yang diambil.

Menaker Ingin Jalankan Program “School to Work Transition”

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengungkapkan program School to Work Transition dirancang untuk menekan angka pengangguran muda.

"Program ini akan diselenggarakan secara masif dengan skema hybrid, dan diorkestrasi oleh Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) melalui 303 Balai Latihan Kerja (BLK) milik pemerintah serta 2.421 Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) swasta," ujar Yassierli.

Yassierli memperkenalkan program School to Work Transition yang akan digulirkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan melalui kerja sama lintas kementerian dan lembaga. Program ini merupakan integrasi pelatihan dan pemagangan berskala nasional yang dirancang untuk menekan angka pengangguran muda.

Skema School to Work Transition menyasar lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), mengingat tingkat pengangguran tertinggi berada pada kelompok usia 19–24 tahun.

Satgas PHK Diharapkan Bantu Buka Lapangan Kerja

Yassierli turut menginginkan agar Satuan Tugas Pemutusan Hubungan Kerja (Satgas PHK) bisa mendorong penciptaan lapangan kerja.

"Kita berharap Satgas PHK ini lebih luas, tidak hanya bicara soal PHK, tapi sampai juga menarik ke hulu terkait dengan penciptaan lapangan kerja," ujar Yassierli dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Senin (6/5/2025).

red
Buruh dan karyawan mendengarkan pidato dari direksi perusahaan di Pabrik Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) di Sukoharjo, Jawa Tengah, Jumat (28/2/2025). Foto: ANTARA

Pembentukan Satgas PHK saat ini tengah disiapkan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg).

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) telah melakukan upaya-upaya baik preventif maupun pasca-PHK.

Secara spesifik di bidang ketenagakerjaan, Kemenaker melakukan upaya preventif dengan membuat peta risiko PHK.

Prediksi IMF Terbukti

Sebelumnya, Dana Moneter Internasional (IMF) memprediksi tingkat pengangguran bakal naik di Indonesia dalam beberapa tahun ke depan sebagai dampak dari memanasnya perang dagang.

Dalam laporan World Economic Outlook edisi April 2025 yang dirilis bulan lalu, IMF memproyeksikan angka pengangguran di Indonesia mencapai 5,0 persen pada tahun 2025, naik dari 4,9 persen pada tahun sebelumnya.

Pada 2026, angka ini diperkirakan kembali naik menjadi 5,1 persen.

Penyebab Pengangguran RI Meningkat

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengatakan peningkatan angka pengangguran ini akibat tekanan dari sisi industri, yaitu efisiensi, biaya produksi meningkat, permintaan domestik lesu, hingga banjirnya barang-barang impor.

"Angka pengangguran pada bulan Februari ini kan meningkat. Ini sebenarnya menjadi indikator bahwa terjadi tekanan dari sisi industri formal, khususnya sektor padat karya. Ini banyak sekali terpukul, mereka melakukan efisiensi habis-habisan, biaya produksinya meningkat, permintaan domestiknya lesu berhadapan dengan banjir barang-barang impor," ujar Bhima kepada KBR, Selasa (6/5/2025).

Bhima juga mengatakan lapangan kerja di Indonesia kerap melakukan diskriminasi usia pada proses rekrutmen. Mereka hanya menerima calon dengan batas usia tertentu tanpa mempertimbangkan relevansi usia dan kemampuan yang dibutuhkan perusahaan.

"Jadi mereka sulit untuk masuk kembali ke sektor industri yang formal atau sektor jasa yang formal. Nah diskriminasi usia kerja inilah yang membuat akhirnya para korban PHK, itu pun sebagian kalau pekerja kontrak nggak dapat pesangon,” tutur Bhima.

“Akhirnya masuk ke sektor-sektor informal, misalnya jadi pekerja ojol, kemudian kurir, kurir paket, ada juga yang membuka warung,” imbuhnya.

red
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira. Foto: celios.co.id


Bhima menambahkan PHK massal belakangan membuat tingkat penganggur Indonesia menjadi tertinggi di ASEAN.

International Monetary Fund (IMF) menempatkan Indonesia sebagai yang tertinggi di antara enam negara anggota ASEAN dalam daftar pada April 2024. Persentase pengangguran di Tanah Air mencapai 5,2 persen atau berbeda 0,1 persen di atas Filipina.

"Kemudian ekspornya juga tersendat karena adanya pertumbuhan ekonomi global yang melambat. Jadi kalau dilihat mereka yang banyak diPHK, itu kan kalah bersaing dengan angkatan kerja usia muda. Itu pun juga pengangguran usia muda kita tertinggi di ASEAN, ada sekitar 13% lebih pengangguran usia muda, 15-24 tahun," ungkapnya.

Situasi ini, lanjut Bhima, membuat sektor informal semakin besar di Indonesia, sehingga kualitas pendapatan turun secara rata-rata. Bhima menilai pemerintah akan kesulitan menciptakan lapangan kerja sebab pelebaran defisit APBN dan besarnya utang jatuh tempo.

"Nah dari sisi pemerintah, problemnya adalah pemerintah ini mengurus masalahnya sendiri belum bisa. Mereka melakukan efisiensi anggaran karena ada pelebaran defisit APBN dan juga utang jatuh tempo yang dibayar besar sekali. Belum termasuk bunga utangnya. Akibatnya di kuartal pertama 2025 itu terjadi penurunan atau kontraksi belanja pemerintah sampai minus 1,3 persen secara tahunan," ungkapnya.

"Jadi pemerintah susah sekali ini sekarang untuk menciptakan lapangan kerja kalau model APBNnya adalah APBN yang ikat pinggang. Yang dibutuhkan sekarang dari segi APBN atau fiskal itu justru ekspansif, BYMN rekrut tenaga kerja lebih banyak, pemerintah belanjanya cepat terserap. Itu yang harus dilakukan dulu," lanjutnya.

Target Pembukaan 19 Juta Lapangan Pekerjaan, Realistiskah?

Bhima menilai target penciptaan 19 juta lapangan kerja saat ini dinilai semakin sulit tercapai. Hal karena bertambahnya 4 juta orang angkatan kerja baru yang lulus dari perguruan tinggi, sekolah vokasi, maupun SMK. Sementara kondisi industri dan kualitas investasi yang masuk ke Indonesia semakin rendah.

“Pada tahun 2020 saat pandemi, investasi asing sebesar 1 triliun rupiah mampu menghasilkan 1.300 lapangan kerja. Namun pada tahun 2024, jumlah tersebut hanya mampu menciptakan 1.000 tenaga kerja,” ujarnya.

red
Ilustrasi job fair. Foto: ANTARA

Sebelumnya, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka berjanji akan membuka 19 juta lapangan kerja, dengan 5 juta di antaranya merupakan pekerjaan ramah lingkungan atau green jobs.

Dia menyampaikan janji tersebut dalam pemaparan visi dan misinya di debat calon wakil presiden (cawapres) Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.

Investasi Padat Karya Minim

Bhima menilai investasi yang masuk kini semakin padat modal dan tidak padat karya. Ia menekankan pemerintah perlu menghentikan efisiensi anggaran yang dinilai ugal-ugalan.

Belanja pemerintah seharusnya diarahkan untuk mendorong serapan kerja di berbagai sektor. Bhima juga mengatakan perlunya keberadaan Satuan Tugas Pemutusan Hubungan Kerja (Satgas PHK), meskipun bersifat remedial dan bukan preventif. Namun, Satgas PHK dinilai memiliki peran kunci dalam hal pendataan.

“Data dari BPS dan Kementerian Tenaga Kerja masih belum mencakup pekerja outsourcing yang diputus kontraknya, pekerja sektor informal, serta pekerja kontrak yang di-PHK. Data tersebut belum tersedia secara by name by address,” jelasnya.

Bhima mengatakan Satgas PHK bertugas untuk melakukan pendataan diikuti penyelenggaraan bursa kerja nasional. Bursa kerja ini untuk menghubungkan korban PHK tanpa diskriminasi umur dengan pelaku usaha yang membutuhkan tenaga kerja baru.

Melalui job fair atau bursa kerja yang difasilitasi pemerintah lewat Satgas PHK, diharapkan para korban PHK dapat kembali bekerja di sektor formal.

red
Sumber: Youtube BPS RI

Angka Pengangguran Meningkat Bikin Tinggi Angka Kriminalitas

Anggota Komisi IX DPR RI, Obet Rumbruren menyoroti tingginya angka pengangguran di Indonesia. Dia mencontohkan di wilayah Papua Barat.

Badan Pusat Statistik (BPS) Papua Barat merilis data ketenagakerjaan terbaru untuk wilayah Papua Barat dan Papua Barat Daya. BPS mencatat meningkatnya tingkat pengangguran di kedua wilayah tersebut pada Februari 2025 dibandingkan Agustus 2024.

Dari total 431.276 penduduk usia kerja di Papua Barat, sebanyak 308.126 orang termasuk dalam angkatan kerja. Jumlah pengangguran mencapai 12.965 orang atau setara dengan 4,21 persen dari total angkatan kerja.

Obet mengatakan tingginya angka pengangguran ini menjadi penyumbang tingginya tindak kriminal di wilayah Papua barat. Ia menekankan tindakan kriminal tersebut disebabkan oleh kesenjangan sosial di masyarakat.

"Kondisi saat ini di Papua Barat sedang terjadi adalah masih tingginya angka pengangguran, Pak. Yang mengakibatkan tingginya angka kriminal. Seperti jambret, begal, pencuri, dan perampokan. Mungkin bapak menteri sudah pernah dengar," ujar Obet dalam Rapat Kerja DPR Komisi IX dengan Menteri Ketenagakerjaan RI, Senin (5/5/2025).

"Saya sendiri tidak bisa mengatakan bahwa yang salah itu mereka-mereka itu. Ini karena kesenjangan sosial. Orang lapar makanya terpaksa melakukan itu. Dan yang korban adalah masyarakat," imbuhnya.

Obet mengatakan pemerintah perlu membuat balai latihan berbasis mikro agar sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo untuk peningkatan lapangan kerja yang berkualitas dan mendorong sektor kewirausahaan.

"Dengan demikian, saya minta untuk menjadi perhatian pemerintah pusat untuk membuka balai latihan yang berbasis mikro. Di dalam Asta Cita Presiden Prabowo Subianto, terdapat dua poin yang sangat relevan dengan sektor ketenagakerjaan, yaitu peningkatan lapangan kerja yang berkualitas dan mendorong kewirausahaan,"harapnya.

Baca juga:

BPS: Pengangguran Turun, Namun Setengah Pengangguran Meningkat

pengangguran
RI
Angka pengangguran
Februari 2025

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...