Bekas Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar mengakui ada uang Rp 2,6 miliar yang disita penyidik KPK dari rumah dinasnya.
Penulis: Aisyah Khairunnisa
Editor:

KBR68H, Jakarta - Bekas Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar mengakui ada uang Rp 2,6 miliar yang disita penyidik KPK dari rumah dinasnya.
Namun Akil mengatakan, uang itu tidak disembunyikan di balik dinding ruang karaoke, melainkan di sebuah tas. Akil menambahkan, bekas ketua MK, Mahduf MD-lah yang membuat ruang karakore di rumah dinas Ketua MK.
"Itu tanya sama Mahfud, Yang punya rumah itu dia. Yang bikin panggung karoke. Kamu pernah lihat uang dollar gak? Uang dollar yang dibilang di tembok saya itu. (Belum. Informasi dari penyidik). Itu penyidik bohong. Kamu lihat itu gak pernah berubah ruang karoke. Saya masuk saja gak pernah. Ya uang saya. Di dalam tas," kata Akil Mochtar selepas menjadi saksi di persidangan terdakwa kasus suap sengketa pilkada Gunung Mas,Chairunnisa, Kamis (30/1).
Akil Mochtar merupakan tersangka suap sengketa pilkada Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Ia juga menjadi tersangka dalam kasus suap sengketa pilkada Lebak, Banten, yang melibatkan adik Gubernur Banten Atut Chosiyah, Tubagus Chaeri Wardana.
Akil diduga kerap menerima uang suap dari pihak-pihak yang berkaitan dalam sengketa pilkada yang diproses di Mahkamah Konstitusi. Hingga kini KPK sudah menyita aset Akil senilai sekitar Rp 100 miliar.
Tudingan Hambit Bintih
Sementara, dalam persidangan Kamis ini (30/1), Akil Mochtar dituding ikut membantu sejumlah kepala daerah dari Golkar dalam Pilkada di Kalimantan Tengah. Di antaranya daerah Barito Utara dan Palangka Raya.
Terdakwa suap sengketa Pemilukada Gunung Mas, Hambit Bintih mengatakan, Akil membantu kepala daerah yang didukung partai Golkar dengan imbalan uang.
"Kan makanya saya tanya apa semua calon kepala daerah ini setor? Bilang ibu, iya.. Bukan hanya kamu. Kan dibandingkan dengan dua kepala daerah lainnya, contohnya Wali Kota Barito Utara. Bapak ini kecil saja (kata Chairunnisa). Berarti pikiran saya, ini uang ini kan. Ya okelah kalau memang kita harus uang. Makanya deal-nya hari Rabu itu pas ditangkap itu," kata bekas Bupati Gunung Mas, Hambit Bintih.
Hambit Bintih juga menuding Akil Mochtar berbohong soal dugaan suap pemilukada Palangka Raya. Sengketa pemilukada Palangka Raya diproses di MK Agustus tahun lalu saat Akil masih menjabat ketua MK. Kata Hambit, tarif mengurus sengketa pemilukada Palangka Raya telah dibayar Rp 2 miliar, setelah mendapat korting dari Akil.
"Bukan didiskon makanya jadi Rp 2 M. Rp 1 M yang didiskon Pak Akil. Akil itu yaaa maklumlah. Jadi diskonnya Rp 1 Miliar untuk umat, Rp 2 miliar dibayar. Kan gitu," kata terdakwa suap sengketa pilkada Kabupaten Gunung Mas, Hambit Bintih, Kamis (30/1)
Dalam persidangan jaksa penuntut menunjukkan bukti pesan singkat atau SMS bahwa Akil pernah menerima suap Rp 2 miliar terkait sengketa pemilukada Palangka Raya. Bukti ini mencuat saat Akil menjadi saksi untuk terdakwa anggota DPR dari Fraksi Golkar, Chairunnisa.
Sementara itu, dalam sidang yang sama dihadirkan pula Ketua DPP Golkar Kalimantan Tengah, Rusliansyah. Saat diperiksa oleh penyidik KPK beberapa waktu lalu, Rusliansyah mengaku Akil pernah diminta memenangkan kandidat-kandidat Golkar dalam 11 sengketa pilkada di Provinsi Kalimantan Tengah. Permintaan ini disampaikan melalui politisi Golkar, Chairunnisa.
Namun dalam pengadilan ia mencabut pernyataan tersebut. Ia mengaku sedang kurang sehat saat mengatakan hal itu di depan penyidik KPK. Hambit sendiri mengaku memberikan uang Rp 3 Miliar kepada Chairunnisa untuk menyuap Akil. Hambit menambahkan, Chairunnisa juga meminta Wali Kota Barito Utara uang suap sebesar Rp 3,5 miliar. Sedangkan Wali Kota Palangkaraya dimintai Rp 2 miliar.
Editor: Anto Sidharta