SAGA
"LSM Gemawan di Kalbar mendampingi perempuan di Kayong Utara yang mayoritas petani di lahan gambut. Mereka dilatih kepemimpinan, berorganisasi, dan berinovasi "
Serikat Perempuan Kayong Utara (SETARA) pasca pertemuan bulanan. (FOTO: KBR/Aika)
KBR, Jakarta - Dartin kini berani bicara di depan banyak orang. Warga Desa Podorukun, Kecamatan Seponti, Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat ini, sekarang, juga punya pertemanan luas.
"Saya kalau ngomong sama orang, malu, enggak berani. Setelah dikasih pelatihan-pelatihan, macam-macam lah pokoknya tuh ya, saya berani lah ngomong-ngomong gini nih (wawancara). Yang enggak kenal, jadi kenal. Orang-orang dinas, jadi kenal saya," kata Dartin.
Perubahan itu dimulai pada 2020, sejak Dartin bergabung dengan komunitas perempuan warga Podorukun, yang diberi nama kelompok “Delima”.
“Awalnya saya enggak mau, dipaksa sama anak saye, 'Mamak harus ikut lah di rumah, kan, sendiri',” lanjutnya.
Ketika itu, Dartin baru saja kehilangan suaminya yang meninggal karena infeksi saluran kemih. Anak-anak Dartin tak ingin sang ibu larut dalam kesedihan.
“Lepas suami saya meninggal 40 hari, ya saya ngikut. Kami cari anggota lah. Bikin demplot, ditanami sayur, dapat bibit-bibitan dari Gemawan. Bibit cabe, jahe, kacang, timun,” Dartin bercerita.
Ia punya kesibukan baru selain bertani dan mengurus rumah.
"Aduh beda banget (tertawa). Saya, kan, ndak pernah kemane-mane. Mandi, makan, tidur, abis itu ke ladang lagi, balek udah sore. Setelah kumpul sama SETARA ini, kan, ada dibikin arisan, pertemuan, jadi kenal sama orang yang ndak kenal, dah jadi seperti saudara,” kata dia.
Baca juga: SEKA Pontianak: Semai Kerukunan, Lestarikan Lingkungan
Demplot kopi liberica kelompok Delima, salah satu dampingan Gemawan di Desa Podorukun, Kayong Utara, Kalbar (Foto: KBR/Aika)
Pembentukan kelompok "Delima" diinisiasi Gemawan, lembaga nonprofit yang bergerak di isu pemberdayaan masyarakat. Gemawan didirikan pada 1999 oleh sejumlah aktivis reformasi asal Kalimantan Barat.
Sejak sebelum pandemi, Kabupaten Kayong Utara, khususnya Kecamatan Seponti Jaya menjadi lokasi dampingan Gemawan. Awalnya terkait program edukasi pertanian di lahan gambut untuk cegah karhutla, kata Kepala Ekonomi Kreatif Gemawan, Maulisa.
“Awalnya memang isu yang kebakaran (karhutla). Sekolah lapang, petani gambut, enggak fokus ke perempuan, cuma perempuan tetap kita libatkan. Setelah program selesai, sayang juga enggak kita lanjutkan. Gemawan ada divisi perempuan, dan saya juga ada divisi ekonomi. Kita rajutlah jadi satu,” kata Maulisa yang akrab disapa Icha.
Selain di Podorukun, kelompok perempuan juga dibentuk di 5 desa lain di Kabupaten Kayong Utara. Rata-rata anggota kelompok berjumlah sekitar 25 orang, yang berasal dari beragam latar belakang.
“Sebagian besar petani, juga beberapa pelaku UKM, ada juga ibu rumah tangga. Kita menyatukan mereka karena kesamaan perempuan, bahwa perempuan ingin maju, berdaya secara ekonomi, mandiri, bermartabat,” jelas Icha.
Menurut Icha, tiap kelompok punya agenda pertemuan rutin. Mereka berdiskusi, berorganisasi, dan dilatih kepemimpinan. Para puan ini juga belajar mengenali potensi ekonomi di desanya.
“UKM lah contohnya. Produk mereka itu gitu-gitu aja, 'nah, kepengin enggak, Bu, produknya ini berstandarlah seperti orang kota punya', 'misalnya, kayak gimana Kak Icha?'. 'Ayo kita promosikan kualitasnya, kita baguskan dari packaging, tersertifikasi secara PIRT, halal kah, labelnya kita rapikan',” lanjut Icha.
Gemawan memfasilitasi proses pengembangannya.
“Saya punya jaringan teman yang bisa ngurusin PIRT, sertifikasi halal, itu datang dari BPJPH Pontianak. Koordinasi dengan Dinas Perdagangan, mereka punya program, saya ajukan, nih kelompok saya untuk mereka fasilitasi," jelas Icha.
"Akhirnya untuk kelompok UKM ini, alhamdulillah, sudah dikenal paling tidak di level kabupaten,” imbuhnya.
Baca juga: Dakwah Inklusif Melalu Pemberdayaan Pengusaha Mikro Perempuan
Pertemuan bulanan SETARA di rumah salah satu anggota di Desa Seponti Jaya. (FOTO: KBR/Aika)
Pada 2021, keenam kelompok perempuan tersebut membentuk Serikat Perempuan Kayong Utara yang disingkat SETARA. Wadah belajar bersama dan berkolaborasi pun kian luas.
SETARA diketuai Waliyah, warga Desa Telaga Arum, sekaligus anggota kelompok Dahlia Jaya.
Perempuan 46 tahun yang kerap dipanggil Budhe Wal ini menyediakan lahannya seluas 500 meter persegi sebagai demplot. Di lahan percontohan itu, anggota SETARA belajar bercocok tanam ramah lingkungan. Mereka mengolah limbah menjadi pupuk dan pestisida organik.
“Kotoran ayam, kotoran kambing (untuk pupuk) itu dari peternak, kan, ibu-ibu SETARA ini peternak kambing dan ayam. Bikin sendiri juga dari daun-daunan itu, rumput-rumput,” kata Budhe Wal.
Budhe Wal kemudian bergegas ke pertemuan rutin bulanan SETARA. Agenda siang itu dihadiri 30-an anggota, membahas pemasaran produk-produk koperasi Lumbung Pangan Perempuan Sejahtera (LP2S). Ada 14 produk rumahan yang sudah dihasilkan para anggota SETARA. Di antaranya, bibit kopi, jamu, aneka keripik, hingga kerajinan kain perca.
Maulisa alias Icha, Kepala Ekonomi Kreatif Gemawan bilang, pemberdayaan ekonomi di SETARA membuahkan hasil.
“Produk mereka, alhamdulillah, mengalami peningkatan. Kalau yang lebaran, bisa sampai 1 kuintal lebih produksi mereka. Keripik, keripik pisang, keladi, singkong, itu per orang. Kalau hari-hari biasa, paling tidak, kontinu produksinya,” ujar Icha.
Dartin, anggota SETARA dari Desa Podorukun berharap koperasi yang baru terbentuk di 2023 ini bakal berkembang. Selain memasarkan produk UMKM anggota, koperasi juga melayani simpan pinjam.
“Mintanya ya sukses. Harapannya koperasi cepat mengembang. Ini kan ibaratnya masih bayi, masih merangkaklah. Harapannya ke depan ya lancar, banyak pemesan produk,” harapnya.
Selama empat tahun di SETARA, Dartin belajar banyak tentang pengembangan UMKM. Ia kini sering diundang untuk berbagi pengalaman.
“Di bawa ke (kabupaten) Melawi, jadi narasumber bikin emping melinjo, bikin keripik pisang. Jadi narasumber lagi di Pelapis, Pulau Karimata bikin manisan kelapa, bikin kripik kelapa, sagon kelapa,” tutur Dartin.
Awalnya banyak yang ragu akan kiprah SETARA, termasuk dari kalangan laki-laki. Namun, Waliyah, Ketua SETARA, yakin hasil nyata akan berbicara.
“Kadang saya suka engkel-engkelan (berdebat), sebenarnya mereka (laki-laki) mengakui, terutama kelompok SETARA. Cuman gengsi aja. Saya pernah ditantang, 'ah, paling nanti juga bubar. Biar waktu yang akan membuktikan karena yang kami bangun itu bukan dari uang dulu, bukan karena modal besar, karena kemauan kami. Dari nol,” tegas Budhe Wal.
Baca juga: Usaha Lestari di Sigi yang Menghidupi Diri dan Bumi
Tanah milik Ketua SETARA, Waliyah yang dijadikan demplot sayuran kelompok Dahlia Jaya di Desa Telaga Arum. (FOTO: KBR/Aika)
Camat Seponti, Kasianus mengapresiasi gerakan pemberdayaan perempuan SETARA. Pemda siap berkolaborasi dan memfasilitasi pengembangannya. Di bidang ekonomi, misalnya, sudah tersedia pinjaman modal khusus untuk perempuan dari BUMDes. Program ini sudah berjalan sejak 2021.
“Namanya ‘Simpan Pinjam Perempuan’ untuk modal usaha, alhamdullilah yang semula modalnya dari Rp400 juta, sekarang sudah Rp1 miliar lebih. Dan itu pun untuk antre pinjaman, harus nunggu dua bulan,” kata Kasianus.
Namun, diakuinya, pengembangan UMKM masih terkendala soal akses transportasi.
“Hambatan utama, transportasi. Dari Seponti ke kabupaten aja 80 kilometer bisa 4 jam. Kalau untuk pemasaran, biasanya mereka pakai media sosial,” terangnya.
Kiprah SETARA memang membuahkan hasil. Para anggotanya makin berdaya seiring kapasitas yang kian bertambah. Hal itu diakui Welli Arma, Community Organizer Gemawan wilayah Kayong Utara.
“Jadi mereka tuh bergerak dan berdampak. Selain mengelola kelompok sendiri, mereka juga memberikan dampak pada kelompok lain misalnya kelompok pemuda,” kata Welli.
Namun, PR selanjutnya yang perlu digarap adalah soal partisipasi bermakna perempuan di dalam menentukan kebijakan pembangunan.
“Perempuan juga harus terlibat. Bagaimana konsep yang dibawa ibu-ibu SETARA, menjadi acuan bagi pemda untuk membangun perencanaan mereka. Itu yang belum teradopsi. Harapannya, jadi percontohan untuk kecamatan-kecamatan lain khususnya di Kayong Utara,” tegas Welli.
Ketua SETARA, Waliyah bertekad akan terus memperluas gerak dan jangkauan komunitas. Harapannya, makin banyak perempuan yang berhimpun memperjuangkan kesetaraan.
“Untuk mengenalkan sesuatu, memang butuh kesabaran, perlu pendekatan. Penginnya suatu saat semua hidupnya sejahtera. Karena SETARA itu artinya sejajar, enggak dianggap sebelah mata. Entah nanti saya masih hidup atau ndak, mungkin generasi penerusnya bisa lebih besar lagi sampai ke tingkat provinsi,” tutup Waliyah.
Penulis: Aika
Editor: Ninik Yuniati