RAGAM

Wanita dan Kusta: Bagaimana Wanita dengan Kusta Bisa Beradaptasi dan Tetap Berkarya?

Yuliati sempat memutuskan untuk berhenti kuliah demi menyembunyikan fakta dari keluarga dan lingkungannya bahwa dia terkena kusta. Saking takutnya hingga dia pernah berniat untuk bunuh diri.

DIPERSEMBAHKAN OLEH NLR Indonesia / Paul M Nuh

Wanita dan Kusta: Bagaimana Wanita dengan Kusta Bisa Beradaptasi dan Tetap Berkarya?
Wanita dan Kusta, Talkshow Ruang Publik KBR persembahan NLR Indonesia pada 30 Agustus 2023.

KBR, Jakarta - Penyakit kusta yang dikenal sejak zaman kuno masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, terlebih bagi wanita. Penyakit kusta bagi wanita dianggap sebagai monster yang menakutkan, selain berpengaruh terhadap kondisi fisik, penyakit kusta juga dapat merusak mahkota kecantikannya, karena karakteristik penyakit tersebut sangat merusak tubuh dan bersifat oportunistik.

Penelitian WHO yang menyelidiki dampak kusta pada pria dan wanita pada sampel 202 pasien kusta di Ribeirão Preto, Brazil menemukan bahwa kusta memperburuk ketidaksetaraan gender yang ada. Diagnosis kusta menyebabkan stigmatisasi diri lebih besar di kalangan wanita, sehingga berdampak besar terhadap kegiatan mereka. Di samping itu, wanita juga lebih sering menyembunyikan penyakit ini dari keluarga mereka. Berbagai problem tersebut menjadikan semua orang dengan kusta sulit keluar dari masalah yang dihadapi dan ada tuntutan kemampuan untuk mandiri dalam mengatasi penyakit mereka.

Bagaimana wanita dengan kusta dapat tetap berkarya? Seperti apa strategi adaptif wanita dengan kusta dalam menjalani hidup bermasyarakat?

Dalam sebuah talkshow Ruang Publik KBR persembahan NLR Indonesia tanggal 30 Agustus 2023, Yuliati - Ketua PerMaTa SulSel & OYPMK Perempuan menuturkan, bahwa awal dia tahu terkena kusta itu pada tahun 2011, tapi bagi dia butuh waktu hingga 1 tahun untuk menggali informasi dan meyakinkan dirinya, bahwa dia terkena kusta.

red
Talkshow Ruang Publik KBR persembahan NLR Indonesia "Wanita dan Kusta", Rabu 30 Agustus 2023.

Semenjak menyadari bahwa dirinya terkena kusta, Yuliati sempat memutuskan untuk berhenti kuliah demi menyembunyikan fakta dari keluarga dan lingkungannya bahwa dia terkena kusta. Saking takutnya hingga dia pernah berniat untuk bunuh diri. Setelah kehabisan akal untuk menyembunyikan kustanya, akhirnya Yuliati bisa terbuka mengenai kustanya. Didampingi kakak iparnya Yuliati mulai memeriksakan dirinya ke puskesmas dan berobat.

Awal pemeriksaan Yuliati didiagnosa pausi basiler, karena baru terdapar sedikit bercak mati rasa di ibu jari kaki. Tapi setelah selesai RFT (release from treatment), Yuliati mengalami reaksi. Setelah pemeriksaan BTA, ternyata masih didiagnosa positif 10 atau multi basiler, dan masih harus berobat selama 1 tahun.

Baca juga: Penyakit Kusta dan Agama, Apakah Ada Kaitannya? - kbr.id

Menurut pengakuan Yuliati, dia kemungkinan tertular kusta dari sepupunya yang sering merantau. Ketika sepupunya pulang tidak ada yang tahu bahwa dia sudah terkena kusta.

Untungnya Yuliati tidak sendiri, bersama PerMaTa di Sulawesi Selatan, sebuah organisasi dari dan untuk orang-orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) Yuliati bangkit. Di kelompok itu mereka bisa saling menguatkan satu sama lain, baik yang masih mengalami kusta maupun yang sudah sembuh. Mereka bisa berbagi pengalaman bagaimana cara menghadapi kusta dan bangkit setelahnya. Bahkan yang hingga mengalami disabilitas pun mereka masih tetap bisa menikmati hidup.  

Untuk menyadarkan masyarakat terkait stigma yang melekat pada orang yang pernah mengalami kusta, Yuliati bersama PErMaTa dibantu dinas kesehatan setempat tak henti-henti mensosialisasikan hal ini ke masyarakat. Bahwa kusta itu tidak seperti yang mereka ketahui selama ini. Bahkan sebagai OYPMK, Yuliati memastikan bahwa saat ini dia baik-baik saja, dan keluarga serta lingkungannya juga tidak pernah mengucilkannya. 

Bagaimana cerita selengkapnya Yuliati bersama teman-temannya bisa bangkit dan menikmati hidup? bisa Anda klik tautan berikut ini:

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!