RAGAM

Rumah untuk Semua, Solusi Masalah Permukiman Informal!

"Rumah untuk Semua" solusi terhadap masalah permukiman informal yang diinisiasi Habitat for Humanity Indonesia bekerja sama dengan Humanitarian Forum Indonesia.

DIPERSEMBAHKAN OLEH Habitat for Humanity Indonesia / Iqbal Rizqy Ramadhan

Kegiatan seminar dengan bertajuk “Rumah Untuk Semua” yang diadakan Habitat for Humanity pada Rabu, 1

KBR, Jakarta – Lembaga non-profit yang bertujuan untuk membantu masyarakat miskin di Indonesia, Habitat for Humanity Indonesia bekerja sama dengan Humanitarian Forum Indonesia menggelar seminar bertajuk “Rumah untuk Semua” pada Rabu, 14 Juni 2023 di Century Park Hotel Jakarta. Seminar ini dilakukan bertujuan untuk mencari solusi terhadap masalah permukiman informal.

Kampanye “Rumah untuk Semua” pertama kali digelar sebagai awal diskusi yang akan dilanjutkan pada seminar Housing Forum pada Agustus 2023 untuk memastikan akses yang lebih adil ke perumahan yang layak.

Hal tersebut melalui perubahan kebijakan dan sistem yang berfokus pada partisipasi yang diberdayakan, layanan dasar yang andal dan berkelanjutan, ketahanan terhadap perubahan iklim, dan kepemilikan yang terjamin.

Melalui kampanye ini, diharapkan suara masyarakat yang tinggal di permukiman informal akan semakin diperkuat, serta adanya kebijakan yang menjamin kepemilikan lahan yang dapat menolong mereka dengan tingkat kemiskinan ekstrim.

Pada akhirnya, memiliki akses ke lembaga keuangan/perbankan, memiliki hak dasar seperti air bersih dan sanitasi yang layak, hak legal atas tanah mereka, dan tangguh terhadap perubahan iklim.

red
Susanto - Direktur Nasional Habitat for Humanity Indonesia.


Susanto selaku Direktur Nasional Habitat for Humanity Indonesia mengatakan, pemerintah maupun lembaga non pemerintah memiliki banyak program untuk perumahan, namun program tersebut mayoritas hanya menyasar mereka yang berpenghasilan rendah dan belum memenuhi persyaratan secara khusus kepemilikan lahan.

“Program-program tersebut belum menjangkau mereka yang tinggal di permukiman informal, seperti mereka yang tinggal di daerah kumuh, bantaran sungai, bantaran rel kereta api, tanah pemerintah, maupun perusahaan secara ilegal." ungkapnya.

Menurut UN-Habitat (2015) permukiman informal merupakan kawasan permukiman di mana penduduknya tidak memiliki jaminan kepemilikan lahan yang legal, kualitas lingkungan yang buruk, akses layanan dasar dan infrastruktur kebutuhan dasar yang minim, serta letak yang berada di daerah berbahaya baik secara geografis maupun lingkungan.

red
Pemaparan Materi oleh Para Narasumber.


Kondisi permukiman informal perlu didiskusikan bersama para pemangku kepentingan agar mendapatkan solusi bersama. Oleh karena itu, Habitat for Humanity Indonesia mengundang Tri Dewi Virgiyanti (Direktur Perumahan dan Kawasan permukiman Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas RI), Edward Abdurrahman (Direktur Sistem & Strategi Penyelenggaraan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat RI), dan Elisa Sutanudjaja (Direktur Rujak Center for Urban Studies) sebagai narasumber dalam Seminar Rumah untuk Semua.

Tri Dewi Virgiyanti mengatakan perumahan dan kawasan permukiman salah satu bagian infrastruktur layanan dasar yang menjadi prasyarat bagi pencapaian Visi Indonesia Emas 2045.

Untuk mencapai hal tersebut, melalui beberapa program saat ini, pemerintah pusat dan pemerintah daerah telah mencoba untuk melakukan penanganan terhadap pemukiman kumuh informal di berbagai kabupaten/kota di Indonesia seperti Kabupaten Pemalang, Kota Langsa, dan Kabupaten Gresik.

Pada kegiatan tersebut telah banyak praktik baik dimana masyarakat yang sebelumnya menghuni kawasan informal kini dapat menghuni kawasan perumahan dan permukiman yang layak, terlayani infrastruktur dasar (air minum, sanitasi, dan persampahan) serta memiliki sertifikat untuk keamanan bermukim.

Harapannya, hal ini dapat meningkatkan livelihood (perikehidupan) mereka sehingga permasalahan keterbelakangan sosial, ekonomi, dan kesehatan dapat turut teratasi.

Edward Abdurrahman mengatakan sistem dan strategi penyelenggaraan perumahan mencakup pelaksanaan koordinasi, perumusan kebijakan, strategi, program dan anggaran, hingga pemantauan dan evaluasi kinerja di bidang penyelenggaraan perumahan.

"Melalui diskusi ini, harapannya ada masukan yang dirumuskan dan disiapkan dalam membantu penyelenggaraan permukiman formal diikuti dengan bimbingan teknis, pemantauan dan evaluasi, serta penyediaan fasilitas penghunian, dan pengelolaan rumah layak." ungkapnya.

Elisa Sutanudjaja membagikan studi yang dilakukan oleh RCUS dalam menyoroti permasalahan kampung kota seperti Kampung Marlina di Jakarta Utara dan Kampung Akuarium.

"Perlu adanya advokasi seperti yang dilakukan RCUS dengan bergabung ke dalam koalisi perumahan gotong royong yang mendorong perumahan kolektif di Indonesia," ujarnya.

la menambahkan alat bantu perencanaan bersama diperlukan agar penduduk kampung kota tidak hanya merencanakan bentuk tetapi juga cara hidup berkegiatan dan memastikan perencanaan bersama secara demokratis dan berkualitas.

Baca juga: Habitat Indonesia Bangun Rumah Layak Huni bagi MBR di Bali - kbr.id

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!