RAGAM

Politainment Berita Pemilu: Apa Dampaknya?

Banyak media lebih memilih menulis artikel pemilu dengan unsur hiburan dan kehidupan pribadi tokoh politik.

DIPERSEMBAHKAN OLEH KBR Media / Tim Ruang Publik

Tim Pemenangan Anies-Muhaimin (AMIN) nonton bareng (nobar).  (ANTARA FOTO/Andri Saputra/tom)
Tim Pemenangan Anies-Muhaimin (AMIN) nonton bareng (nobar). (ANTARA FOTO/Andri Saputra/tom)

KBR, Jakarta - Media memiliki peran untuk menyajikan informasi yang mengedukasi bagi masyarakat, terutama di tahun politik jelang Pemilu 2024. Namun, banyak media lebih memilih menulis artikel pemilu dengan unsur hiburan dan kehidupan pribadi tokoh politik. Fenomena ini disebut sebagai Political Entertainment atau disingkat Politainment.

Remotivi, sebuah lembaga studi dan pemantauan media, pada Desember 2023 melakukan pemantauan mengenai pemberitaan Pemilu 2024. Hasil dari studi ini diharapkan bisa meningkatkan literasi publik dalam rangka memilah mana berita berkualitas dan mana yang termasuk politainment.

Baca juga: Pemilu 2024: Debat Capres-Cawapres Bisa Pengaruhi Pilihan Pemilih Muda?

Muhammad Heychael, Peneliti Senior Remotivi mengatakan bahwa situasi politainment di Indonesia bukanlah sebuah fenomena baru di media Indonesia. Sejak sebelum pemilu pun fenomena politainment ini telah ada. Heychael menekankan politainment punya dampak besar. Pada pemilu politainment bisa memengaruhi masyarakat Indonesia dalam memilih calon pemimpin.

“Ini [berita politainment] akan menurunkan kualitas demokrasi kita. Bagaimana mungkin kita bisa memilih secara rasional ketika informasi yang disajikan semuanya emosional,” ujar Heychael di Ruang Publik, Selasa, (23/01/24).

Asisten Peneliti Remotivi, Raihan Lutfhi mengatakan terdapat dua ciri suatu berita dikatakan berita politainment. Pertama, isi berita lebih fokus pada kehidupan pribadi dari politikus dan kedua, berita fokus pada survei keunggulan. Hasil temuan Remotivi menunjukkan banyak berita politainment, terutama pasca-debat capres dan cawapres.

“Justru yang kita temukan berita-berita yang hanya fokus pada individu. Misal, berita yang membahas pakaian dari calon ketika debat, gestur, dan sopan santunnya,” jelas Raihan.

red

Sependapat dengan Remotivi, Ika Ningtyas Sekretaris Jenderal Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menyebut berita-berita politainment semakin memperburuk ekosistem informasi. Banyak media masih menerapkan model bisnis yang fokus mendapat keuntungan dari jumlah klik masyarakat, sehingga kualitas pemberitaan jadi menurun.

“Sering sekali isu-isu yang justru sangat penting akhirnya menjadi sangat receh. Akhirnya tentu saja publik yang menerima dampak paling besar,” ungkap Ika.

Lalu bagaimana mencegah politainment dalam pemberitaan pemilu? Simak perbincangan lengkapnya bersama Remotivi dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia dalam Ruang Publik KBR.

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!