RAGAM

Planet Plate, Ajak Kamu Peduli Perkara Krisis Iklim Mulai dari Piring Makan

Dengan pendekatan format podcast yang agak berbeda, kami ingin bisa mendekatkan isu krisis iklim kepada audiens yang luas lewat kecintaan mereka pada ragam kuliner yang ada di Indonesia.

DIPERSEMBAHKAN OLEH KBR Media / Paul M Nuh

EDITOR / Malika

Planet Plate, Ajak Kamu Peduli Perkara Krisis Iklim Mulai dari Piring Makan
Editor in chief Iklimku.org, Ulet Ifansasti dan Chef Aziz Amri. (Foto: KBR Prime).

KBR, Jakarta - Krisis iklim disebut jadi salah satu faktor yang melambungkan harga pangan. Di pasaran, harga sejumlah komoditas terus merangkak naik. Angka-angka itu bisa kita pantau harian di situs Panel Harga Pangan, Badan Pangan Nasional (Bapanas). Per hari Rabu (24/7/2024) ini misalnya, kenaikan harga terjadi pada sejumlah komoditas, mulai dari cabai merah keriting, cabai rawit merah, bawang merah dan bawang putih, sumber protein hewani seperti telur, ikan dan daging sapi, gula, tepung terigu dan beras. Kompak ya.

Cuaca yang tak bisa diprediksi dan kehadiran cuaca ekstrem yang semakin sering jadi salah satu faktor yang bikin harga komoditas pangan terus naik.

Food and Agriculture Organization (FAO) memproyeksikan pada 2045-2050, krisis pangan akan menimpa hampir seluruh negara di dunia. Disebutkan, kurang lebih 500 juta petani skala kecil yang memproduksi 80 persen sumber pangan dunia menjadi pihak yang paling rentan pada perubahan iklim.

Dunia memang sedang menghadapi rekor baru kenaikan suhu, bahkan melampaui batas 1,5 derajat yang ditetapkan Perjanjian Paris. Bumi yang mendidih ini menyebabkan produksi pangan menurun.

Dari situasi ini kita belajar bahwa ketergantungan pada jenis sumber pangan tertentu meningkatkan kerentanan dalam beradaptasi. Kita perlu mendorong upaya memetakan sumber pangan yang beragam sehingga adaptasi atas krisis iklim bisa dilakukan sesuai kondisi daerah, kearifan lokal, dan sumber dayanya.

Salah satu upaya kecil yang dilakukan KBR Media untuk mendukung upaya itu adalah dengan meluncurkan serial podcast baru di pertengahan Juli 2024 ini. Dengan pendekatan format podcast yang agak berbeda, kami ingin bisa mendekatkan isu krisis iklim kepada audiens yang luas lewat kecintaan mereka pada ragam kuliner yang ada di Indonesia.

Planet Plate: Cook The Food, Not Planet, tidak hanya sebatas siniar. Di laman Planet Plate, publik bisa mengakses cara pengolahan resep masakan lokal dari sejumlah wilayah, cerita soal iklim dalam pilihan resep hingga ajakan bagi publik untuk mengirimkan resep makanan khas wilayah mereka. Lewat cara ini kami berharap terbangun kesadaran publik untuk melestarikan keragaman pangan lokal.

Di Episode perdana, Chef Aziz Amri dan editor in chief Iklimku.org, Ulet Ifansasti mengajak kita mengolah resep Bandeng Bakar Lumpur. Sambil memasak, keduanya berbincang tentang Pulau Mengare di Gresik, Jawa Timur yang dikenal sebagai daerah penghasil bandeng berkualitas tinggi. Ulet menuturkan, petani tambak bandeng di pulau tersebut kini tengah berjuang menghadapi dampak hebat akibat krisis iklim yang mengancam keberlangsungan tambak mereka. Selain di KBR Prime, Planet Plate Episode 1: Bandeng Bakar Lumpur Tergerus Abrasi bisa disimak juga melalui platform Spotify dan Noice.

Cerita krisis iklim juga datang lewat pengolahan resep masakan khas Bangka Belitung, yakni Lempah Kulat Pelawan. Menu ini menggunakan bahan dasar jamur pelawan yang harganya cukup mahal. Untuk 1 ons jamur pelawan dibenderol Rp200 ribu - Rp300 ribu. Jamur yang tumbuh di bawah naungan kanopi pohon Pelawan dan hanya tumbuh di Bangka Belitung ini memang makin sulit didapat. Musim panas berkepanjangan mengganggu pertumbuhan jamur. Jamur jenis ini diketahui perlu hujan yang amat deras untuk bisa tumbuh.

Di episode mendatang akan hadir cerita iklim yang diantarkan lewat resep Nasi Goreng Gembili dan Swamening. Kunjungi halaman Planet Plate, dan mulai bagikan ceritamu tentang krisis iklim yang terjadi di wilayahmu lewat resep.

Baca juga: 2050 Indonesia Terancam Tak Bisa Impor Pangan

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!