RAGAM

Perlunya Suara Perempuan Dalam Sinema Indonesia

"Ketika pencipta atau pengambil keputusannya adalah perempuan, anda akan bisa melihat perbedaannya"

DIPERSEMBAHKAN OLEH Ubud Writers & Readers Festival 2023 / Dwi Asrul Fajar

Diskusi Indonesian Women in Short Film dalam Ubud Writers & Readers Festival 2023. (FOTO : KBR)
Kartika Jahja, Fransiska Prihadi, dan Pritagita Arianegara

KBR, Ubud- Apa yang terjadi ketika para perempuan menceritakan kisahnya ke dalam film? Perempuan tidak sekadar jadi pelengkap cerita, ditempatkan pada posisi marginal, dieksploitasi dan diobjektifikasi. Nyatanya, memang masih banyak film yang merepresentasikan dan merekonstruksi peran perempuan dari cara pandang laki-laki dalam melihat perempuan.

Sutradara Laut Bercerita (The Sea Speaks His Name), Pritagita Arianegara, menyebut film-film yang digarap perempuan sutradara temanya jauh lebih unik dan punya tawaran perspektif yang berbeda.

"Misalnya, adegan dua perempuan yang buang air kecil di ruang terbuka dengan jongkok bareng dalam film Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak karya sutradara Mouly Surya. Itu pengadegan  yang sebenarnya sudah biasa ditampilkan dengan aktor laki-laki, kencing bareng sambil ngobrol. Tapi di film itu, pelaku adegannya perempuan," lanjut Prita dalam diskusi panel Indonesian Women in Short Film dalam Ubud Writers & Readers Festival 2023, Kamis (19/10/2023).

Perempuan dalam sinema Indonesia saat ini tengah mendapatkan perhatian, dengan isu dan tema-tema yang diangkat misalnya. Buat prita, ini jadi kesempatan yang baik buat perempuan berbicara karena sudah ada kanal-kanal yang disediakan, memang  tidak mudah tapi sudah lebih baik dari 5-10 tahun lalu.

Baca juga:


Program Director dan Kurator Minikino Film Festival, Fransiska Prihadi, dalam diskusi yang dilangsungkan di Valley Stage UWRF 2023 itu melihat secara spesifik ke skena film pendek. Dirinya menilai, perempuan sebenarnya sudah setara dengan laki-laki. Perempuan punya kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk menyuarakan ceritanya. Sayangnya, meski begitu berdasakan beberapa riset tentang kesetaraan gender yang dilakukan Minikino dalam empat tahun terakhir ini, jumlah perempuan yang terlibat dalam industri film pendek masih kurang dari 20 persen.

red

Setiap perempuan punya suara, secuplik film pendek Project Superia 

Tidak jauh berbeda, kreator Project Superia (Suara Perempuan Indonesia), Kartika Jahja, melihat, sebenarnya ada banyak keterlibatan perempuan atau kelompok keberagaman identitas gender dalam industri film tapi bukan dalam posisi pengambil keputusan.

"Itu berpengaruh terhadap bagaimana cerita-cerita perempuan disampaikan. Ketika pencipta atau pengambil keputusannya adalah perempuan, anda akan bisa melihat perbedaannya. Hal itu juga berimbas pada usaha-usaha untuk menyediakan ruang aman" jelasnya.

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!