RAGAM

Mengapa Cukai Hasil Tembakau Harus Naik 25%?

Menurut UU No. 39 tahun 2007 tentang cukai, bahwa pengenaan beban cukai diharapkan dapat menekan konsumsi produk-produk yang memiliki ekternalitas negatif terhadap masyarakat dan lingkungan

DIPERSEMBAHKAN OLEH CHED ITB Ahmad Dahlan / Eka Lestari

Mengapa Cukai Hasil Tembakau Harus Naik 25%?
Sejumlah rokok hasil penindakan Barang Kena Cukai (BKC) dimusnahkan di KPPBC Pantoloan di Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (7/10/2020).ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah/aww

Cukai dikenakan pada suatu komoditas karena ekternalitas negatif dari komoditas tersebut terhadap masyarakat dan lingkungan. Bukan semata-mata untuk menambah penerimaan negara. Salah satu produk yang memiliki eksternalitas negatif adalah rokok.

Menurut UU No. 39 tahun 2007 tentang cukai, bahwa pengenaan beban cukai diharapkan dapat menekan konsumsi produk-produk yang memiliki ekternalitas negatif terhadap masyarakat dan lingkungan. Produk tembakau dan rokok memiliki ekternalitas negatif terhadap kesehatan lingkungan, anak-anak remaja, orang miskin, perokok pasif, buruh industri, dan lainnya.

Riset Bappenas tahun 2019 menyebutkan bahwa setiap tahun, perilaku merokok membunuh sekitar 225.700 orang Indonesia. Perilaku merokok juga membuat negara ini kehilangan 6 juta tahun produktif, atau hilangnya waktu produktif yang bisa digunakan untuk bekerja dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Data ini menunjukkan pentingnya menaikkan cukai hasil tembakau sebanyak 25%.

Mengapa harus 25%? Dalam simulasi riset Bappenas (2019) menunjukkan bahwa kenaikan cukai hasil tembakau rata-rata sebesar 25% pada tahun 2021 akan menurunkan prevalensi perokok dewasa dari 33,8% menjadi 32,0% dan prevalensi perokok remaja dari 9,1% menjadi 8,6%. Kebijakan ini berpotensi mengurangi 340.00 kematian dini dan mencegah 200.000 anak Indonesia untuk mulai merokok. Pada saat yang sama, produktivitas tenaga kerja akan meningkat, karena kualitas kesehatan yang lebih baik. Di bidang perekonomian diperkirakan akan menghasilkan 126.000 pekerjaan baru pada akhir tahun 2021, karena pengeluaran rumah tangga bergeser dari sektor tembakau ke sektor lain seperti makanan sehat dan pendidikan.

Mukhaer Pakkana selaku Rektor Institute Teknologi Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta, sekaligus Sekretaris Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan PP Muhammadiyah sangat mendukung kenaikan tarif cukai hasil tembakau 25%. “Saya sangat mendukung dan mendesak kenaikan tarif cukai 25%. Alasannya, pertama, produk rokok itu inelastis kurva permintaannya, maka perlu dinaikkan tarif secara signifikan untuk menurunkan prevalensi perokok bagi anak dan remaja, juga menurunkan jumlah perokok orang miskin. Kedua, untuk mendukung RPJMN tahun 2020 – 2024 dimana menaikkan secara bertahap tarif cukai” jelasnya.

Editor: Paul M Nuh

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!