RAGAM

Langgar Hak Kesehatan Masyarakat Indonesia, Masyarakat Sipil Tolak Promosi Rokok di Acara Musik

Pemrov DKI Jakarta secara konsisten melakukan pelarangan iklan rokok yang telah dimulai sejak diterbitkannya Peraturan Daerah (PERDA) No. 9 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Reklame.

DIPERSEMBAHKAN OLEH CHED ITB Ahmad Dahlan, Smokefree Jakarta / Debora Tanya

Langgar Hak Kesehatan Masyarakat Indonesia, Masyarakat Sipil Tolak Promosi Rokok di Acara Musik
Smokefree Jakarta dan CHED ITB Ahmad Dahlan Menggelar Konferensi Pers Terkait Penolakan Masyarakat Sipil Terhadap Iklan dan Sponsorship Rokok.

KBR, Jakarta – Smokefree Jakarta bersama Center of Human and Economic Development (CHED) ITB Ahmad Dahlan menggelar konferensi pers bertajuk Masyarakat Sipil Menolak Iklan, Promosi dan Sponsorship Rokok di Acara Musik, Pelanggaran Hak Atas Kesehatan Masyarakat Indonesia bertempat di Hotel Sofyan Jakarta, Kamis (7/9).

Kegiatan yang digelar secara hybrid ini menghadirkan Prof. Dr. H. Seto Mulyadi, M.Si. dari Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), dr. Putu Ayu Swandewi Astuti, MPH, Ph.D. dari Udayana Central, Hery Chariansyah, S.H., M.H dari Raya Indonesia, serta Dollaris Riauaty Suhadi, Ph.D. mewakili Smokefree Jakarta sebagai pembicara.

Dalam konferensi pers ini, pembicaraan dititik beratkan pada bagaimana regulasi pemerintah terkait iklan promosi dan sponsorship perusahaan rokok di Indonesia yang masih belum maksimal. Hal ini memberi dampak pada prevalensi perokok anak dan remaja di Indonesia, khususnya di Ibukota Jakarta. Untuk meminimalisir dampak tersebut, Pemrov DKI Jakarta secara konsisten melakukan pelarangan iklan rokok yang telah dimulai sejak diterbitkannya Peraturan Daerah (PERDA) No. 9 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Reklame (Pasal 12 Ayat 4), yang selanjutnya diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub) No. 1 Tahun 2015 tentang Larangan Penyelenggaraan Reklame Rokok dan Produk Tembakau pada Media Luar Ruang, Pergub No. 244 Tahun 2015 yang kemudian diubah menjadi Pergub No. 148 Tahun 2017 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Reklame dan selanjutnya dikuatkan dengan Seruan Gubernur No. 8 Tahun 2021 tentang Pembinaan Kawasan Dilarang Merokok.

Pada tahapan implementasi peraturan tersebut, Pemprov DKI Jakarta dinilai belum melaksanakan secara maksimal karena masih memperbolehkan penyelenggara kegiatan event musik memajang iklan rokok pada saat acara berlangsung.

Data Kementerian Kesehatan menunjukkan jumlah anak berusia 10-19 tahun yang merokok meningkat tajam dari 7,2% pada 2013 menjadi 9.1% pada 2018; bahkan usia pertama kali merokok paling banyak adalah usia 15-19 tahun (52,1%) diikuti usia 10- 14 tahun (23,1%). Media iklan/reklame rokok memiliki hubungan yang signifikan dengan status perokok pada anak dan remaja. Mereka yang terpapar reklame rokok memiliki peluang 1,5 kali lebih besar menjadi perokok dibandingkan yang tidak terpapar (Atlas Tembakau Indonesia, 2020).

“Saat ini iklan dan promosi rokok di berbagai macam platform dan media sangatlah mudah diakses anak hingga pada akhirnya menjadi salah satu faktor pemicu meningkatnya penggunaan rokok oleh anak (Siaran Pers KEMENPPA Nomor: B266/SETMEN/HM.02.04/7/2023). Hal ini sangat memprihatinkan, ditengah aturan/regulasi larangan penyelenggaraan iklan rokok yang sudah ada di beberapa daerah termasuk di DKI Jakarta, implementasi dan penegakan hukumnya belum berjalan secara maksimal. Masih ada kegiatan dan penyelenggaraan event yang dengan leluasa memajang iklan rokok.” ujar Seto Mulyadi (Kak Seto).

“LPAI berharap kepada pemerintah di daerah agar dapat mengimplementasi, mengawasi dan menegakan secara maksimal setiap peraturan yang sudah diterbikan dengan cara menindak tegas setiap pelanggaran yang ada demi melindungi anak-anak dari paparan rokok,” lanjutnya.

“Ketika data menunjukkan perilaku merokok pada kelompok muda meningkat, negara harus sangat khawatir. Indonesia butuh sumberdaya yang sehat fisik, mental dan sosial untuk maju. Negara wajib hadir secara optimal dalam upaya mencegah pengaruh iklan, promosi dan sponsor rokok yang terbukti mendorong anak muda untuk mencoba dan tetap merokok.” jelas Putu Ayu Swandewi Astuti dari Udayana Central.

Sementara itu, perwakilan Smokefree Jakarta, Dollaris Riauaty Suhadi menambahkan: “Pelarangan iklan rokok adalah solusi yang paling efektif dan murah dalam upaya melindungi anak dan remaja menjadi perokok pemula karena tidak memerlukan biaya negara yang besar. Kita perlu mengapresiasi pemerintah Provinsi DKI Jakarta serta pemerintah daerah lain yang telah memiliki peraturan terkait pelarangan iklan rokok karena pengaturan pengendalian rokok yang dilakukan oleh pemerintah daerah merupakan bentuk keberpihakan terhadap upaya perlindungan anak, hak asasi manusia, perlindungan perempuan dan pemenuhan hak atas kesehatan masyarakat.

Senada dengan narasumber lainnya pada acara hari ini, Hery Chariansyah dari Raya Indonesia mengatakan bahwa larangan iklan rokok baik di media luar ruang maupun dalam adalah kebijakan yang pro terhadap kesehatan publik. Sudah sepatutnya larangan iklan rokok itu diterapkan guna memberikan perlindungan kepada masyarakat. Kebijakan tersebut merupakan perlindungan terhadap hak kesehatan masyarakat dan HAM agar tidak terpapar iklan zat adiktif dalam hal ini produk rokok. Dengan tidak memasang iklan rokok, berarti kita semua memberikan kontribusi terhadap pencegahan anak dan remaja menjadi perokok pemula.

Baca juga: Diseminasi Hasil Riset: Kenaikan Cukai dan Harga Kurang Efektif - kbr.id

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!