RAGAM
Dilarang Meninggal Dunia: Ketika Hidup & Mati Diatur Undang-Undang
Beberapa kota di dunia melarang penduduknya untuk meninggal dunia dan menerapkan penalti bila melanggar. Namun, alasannya layak untuk diperhatikan!
DIPERSEMBAHKAN OLEH KBR Media / Tanya
-
EDITOR / Nabila Alfariza
Aturan diciptakan untuk menciptakan ketertiban, tetapi tak jarang ada kebijakan yang terdengar aneh atau tidak biasa. Salah satunya yaitu larangan untuk meninggal dunia yang diterapkan di beberapa kota di berbagai belahan dunia. Meskipun terdengar seperti lelucon, aturan “dilarang mati” ini membawa pesan penting yang layak dipahami dan diperhatikan oleh masyarakatnya. Misalnya, terkait dengan keterbatasan lahan pemakaman atau upaya meningkatkan kesadaran kesehatan masyarakat.
Per 2024, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mencatat populasi dunia telah menembus 8,2 miliar jiwa dengan tingkat kematian global yang terus tercatat setiap detiknya. Ruang untuk kehidupan dan kematian menjadi perhatian utama, terutama di kota-kota kecil yang padat penduduk. Isu ruang dan manajemen penduduk juga menjadi tantangan yang tidak dapat diabaikan.
Salah satu kota yang menerapkan aturan ini adalah Kota Sellia, kota kecil di Italia. Pada tahun 2015, Wali Kota Davide Zicchinella, yang juga seorang dokter, mengeluarkan peraturan yang melarang warganya jatuh sakit atau meninggal dunia. Namun, kebijakan ini bukan bertujuan untuk mengontrol takdir masyarakat Kota Sellia. Aturan ini justru ingin mendorong penduduk kota itu untuk menjalani pemeriksaan kesehatan rutin. Penduduk yang mengabaikan kesehatan mereka dikenai denda €10 per tahun. Langkah ini diambil karena kota tersebut menghadapi ancaman depopulasi, dengan mayoritas penduduknya yang berusia lanjut. Sellia ingin menunjukkan bahwa menjaga kesehatan adalah bagian dari tanggung jawab sosial.
Kota Sellia bukan yang pertama kali menerapkan aturan ini. Kisah serupa terjadi di Falciano del Massico, Italia, pada tahun 2012. Kala itu, aturan ini dibuat karena adanya sengketa dengan kota tetangga terkait kuburan bersama. Sengketa ini berawal ketika del Massico menjadi kota otonomi di 1964 dari Kota Carinola. Ketika menggambar kembali perbatasan antar wilayah, ternyata pemakamannya hanya ada di wilayah Carinola. Sayangnya, kedua kota tidak setuju pada solusi tentang konsep ‘kuburan bersama’. Akibatnya, Wali Kota Giulio Cesare Fava mengeluarkan larangan kematian. Kebijakan ini menyoroti kebutuhan mendesak akan solusi terhadap masalah infrastruktur pemakaman.
Sementara itu, di Le Lavandou, Prancis, larangan kematian terbit pada tahun 2000. Aturan ini diberlakukan bagi mereka yang tidak memiliki lahan pemakaman di kota tersebut. Pengadilan setempat melarang pembangunan pemakaman baru karena lokasi yang diusulkan berada di kawasan pesisir yang dilindungi. Wali kota Gil Bernardi akhirnya memberlakukan aturan ini untuk menarik perhatian publik terhadap dilema yang dihadapi kota mereka.
Meski terdengar konyol, aturan-aturan ini memiliki tujuan yang cukup serius. Di balik larangan simbolis tersebut, ada pesan terkait tantangan yang dihadapi pemerintah kota tersebut. Mulai dari depopulasi, keterbatasan lahan, hingga kebutuhan akan infrastruktur yang mendukung kehidupan masyarakat. Langkah-langkah ini juga mengingatkan publik bahwa kebijakan inovatif, meskipun tampak aneh, bisa menjadi cara efektif untuk meningkatkan kesadaran dan memicu diskusi tentang isu-isu mendesak.
Pada akhirnya, aturan "dilarang mati" adalah lebih dari sekadar kebijakan; ini adalah seruan untuk bertindak, mengingatkan kita bahwa kehidupan, dengan segala tantangannya, harus terus dijaga dan dihargai. Kalau menurutmu, mungkin ga ya pemerintahan Indonesia menerapkan aturan ini di masa depan?
Sumber: theguardian.com, republika.co.id, news.bbc.co.uk
Baca juga: Pegunungan Terpanjang di Dunia, Mid-Ocean Ridge
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!