RAGAM
Demam Lithium dan Masa Depan Energi Dunia
Permintaan lithium melonjak seiring transisi energi hijau. Simak tantangan, inovasi, dan peluang di balik industri baterai masa depan.

KBR, Jakarta - Dalam beberapa tahun terakhir, dunia mengalami lonjakan besar dalam permintaan akan lithium, mineral penting yang kini menjadi tulang punggung transisi menuju teknologi energi bersih. Lithium sangat dibutuhkan untuk memproduksi baterai lithium-ion — komponen utama dalam kendaraan listrik, sistem penyimpanan energi terbarukan, dan perangkat elektronik portabel.
Menurut data dari Badan Energi Internasional (IEA), permintaan lithium pada tahun 2040 diperkirakan akan meningkat hingga 42 kali lipat dibandingkan tahun 2020. Lonjakan ini dipicu oleh pertumbuhan pesat kendaraan listrik dan peningkatan kebutuhan akan penyimpanan energi skala besar.
Baterai lithium-ion telah menjadi solusi utama dalam dunia energi karena keunggulannya: kepadatan energi tinggi, siklus hidup yang panjang, dan efisiensi pengisian yang baik. Tahun 2023 mencatat penggunaan baterai global lebih dari 750 GWh, meningkat 40% dari tahun sebelumnya.
Lebih dari dua pertiga kendaraan penumpang dunia diperkirakan akan beralih ke tenaga listrik pada tahun 2040. Baterai lithium-ion juga berperan penting dalam menjaga keandalan jaringan listrik serta mendukung miliaran perangkat portabel seperti smartphone, laptop, dan kamera.
Meski lithium tergolong mineral yang melimpah, penyebarannya tidak merata. Sekitar 80% cadangan lithium dunia terkonsentrasi di empat negara: Australia, Argentina, Bolivia, dan Chile. Namun, Tiongkok menjadi pemain dominan dalam rantai pasok global — meskipun cadangannya relatif kecil.
Tiongkok menguasai lebih dari 60% produksi produk lithium dunia dan 75% produksi baterai lithium-ion. Bahkan, hampir seluruh produksi material aktif katoda dan anoda — komponen inti baterai — juga terkonsentrasi di negara tersebut.
Produksi baterai lithium-ion sendiri melibatkan proses yang kompleks, mulai dari penambangan, pemurnian, hingga perakitan sel menjadi modul dan paket baterai. Ketergantungan pada satu negara untuk sebagian besar proses ini menjadi tantangan besar bagi ketahanan energi global.
Jenis Baterai dan Inovasi Teknologi
Seiring meningkatnya permintaan, riset dan pengembangan baterai terus berkembang. Berbagai jenis kimia baterai lithium-ion kini digunakan sesuai kebutuhan:
- NMC (Nickel Manganese Cobalt): Menawarkan kepadatan energi tinggi dan stabilitas termal.
- NCA (Nickel Cobalt Aluminium): Stabil dan banyak digunakan pada kendaraan listrik berperforma tinggi.
- LCO (Lithium Cobalt Oxide): Ideal untuk perangkat elektronik seperti smartphone dan laptop
- LFP (Lithium Iron Phosphate): Aman, ramah lingkungan, tahan terhadap suhu tinggi, dan memiliki umur pakai yang panjang.
Saat ini, LFP tengah naik daun dan digunakan dalam lebih dari 40% kendaraan listrik global pada tahun 2023 — lebih dari dua kali lipat dibandingkan tahun 2020. Upaya juga sedang dilakukan untuk meningkatkan kandungan mangan dalam baterai guna menekan biaya dan meningkatkan efisiensi.
Untuk mengurangi ketergantungan pada lithium, para peneliti mengembangkan baterai sodium-ion. Baterai ini masih memerlukan mineral kritis seperti nikel dan mangan, tetapi tidak bergantung pada lithium.
Meski awalnya dikembangkan di Amerika Serikat dan Eropa, Tiongkok kembali menjadi pemimpin global dalam produksi baterai sodium-ion, dengan kapasitas manufaktur sepuluh kali lipat lebih besar dari gabungan negara lainnya.
Namun, hambatan seperti harga bahan baku yang belum stabil dan keterbatasan pasokan material berkualitas tinggi masih menjadi tantangan dalam pengembangan baterai alternatif ini.
Sebagai pasar kendaraan listrik yang berkembang pesat, India tengah giat membangun industri baterai dalam negeri. Pada tahun 2024, pasar baterai lithium-ion di India diperkirakan mencapai US$ 4,71 miliar, dan diproyeksikan tumbuh menjadi US$ 13,11 miliar pada 2029.
Beberapa perusahaan di India telah memulai produksi material aktif katoda dan anoda, separator, serta elektrolit komponen vital dalam baterai. Bahkan, pengembangan teknologi untuk baterai sodium-ion dan aluminium-based juga sedang dilakukan.
Langkah ini penting untuk mengurangi ketergantungan impor dan mendukung target transisi energi nasional. Dengan memperkuat produksi lokal, India dapat memainkan peran yang lebih strategis dalam rantai pasok energi global.
Lithium dan baterai lithium-ion adalah fondasi utama dalam transformasi energi global. Namun, ketergantungan pada pasokan yang terkonsentrasi dan tantangan rantai pasok membuat banyak negara mulai berinvestasi dalam produksi lokal dan pengembangan alternatif seperti baterai sodium-ion.
Dengan strategi yang tepat, diversifikasi teknologi, dan kolaborasi global, dunia dapat memastikan pasokan energi bersih yang berkelanjutan, terjangkau, dan aman di masa depan.
Sumber: 360info.org
Penulis: Abhimanyu Singh Rana
Baca juga: Rosan Bicara Kendala dan Potensi Produksi Mobil Listrik di RI
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!