RAGAM

ADV

Ancaman Kekerasan Online dan Dampaknya terhadap Perempuan dan Anak Perempuan

Perlindungan hukum yang konsisten dan peningkatan kapasitas penegak hukum dalam menangani kasus-kasus TFGBV adalah kunci untuk memastikan keadilan bagi korban dalam sistem hukum Indonesia.

DIPERSEMBAHKAN OLEH KBR Media / Paul M Nuh

EDITOR / Paul M Nuh

Ancaman Kekerasan Online dan Dampaknya terhadap Perempuan dan Anak Perempuan
Sesi Komisi Dewan Hak Asasi Manusia (Human Rights Commissions Session) di Jenewa.

KBR, Jakarta - Technology-Facilitated Gender-Based Violence (TFGBV) atau Kekerasan Berbasis Gender yang Difasilitasi Teknologi, merupakan permasalahan serius yang memengaruhi banyak individu di Indonesia, khususnya dalam kon teks kehadiran digital yang semakin meluas.

Sebuah studi multi-negara yang dilakukan Rutgers ‘Decoding Technology-facilitated Gender-based Violence – A Multi-country Study of The Nature of TFGBV and The Effectiveness of Interventions’ mengungkapkan bahwa TFGBV tidak hanya terbatas pada kekerasan dalam jaringan (online), tetapi juga berpotensi meluas ke kekerasan di luar jaringan (offline), seperti yang terjadi pada kasus-kasus pelecehan seksual dan penganiayaan berbasis digital. Studi yang melibatkan berbagai Negara antara lain Uganda, Jordan, Rwanda, Lebanon, Afrika Selatan, dan Indonesia ini diluncurkan pada Sesi Komisi Dewan Hak Asasi Manusia (Human Rights Commissions Session) di Jenewa hari ini, 27 Juni 2024.

Nani Vindanita, Proyek Manajer Generation Gender, Yayasan Gemilang Sehat Indonesia mengungkapkan, "Studi multi-negara ini menyoroti bahwa TFGBV tidak hanya terbatas pada ruang digital, tetapi juga menyebabkan dampak psikologis dan sosial yang luas bagi individu dan masyarakat secara keseluruhan."

Organisasi masyarakat sipil (NGO ) seperti SAFENet sangat berperan penting dalam memberikan panduan dan dukungan bagi korban TFGBV. SAFENet juga mengadvokasi reformasi legislative untuk memperbaiki perlindungan hukum bagi korban.

“Perlindungan hukum yang konsisten dan peningkatan kapasitas penegak hukum dalam menangani kasus-kasus TFGBV adalah kunci untuk memastikan keadilan bagi korban dalam sistem hukum Indonesia.” kata Nani.

Sebagai negara yang berkomitmen dalam perlindungan TFGBV, Indonesia dituntut mengambil langkah-langkah proaktif, seperti memimpin dalam upaya global untuk memerangi TFGBV dan berkomitmen dalam mewujudkan keadilan gender dan perlindungan hak asasi manusia bagi semua warganya.

Baca juga: Program Rutgers Indonesia, 2021-2025: “Speak the Unspoken” | Berita Terkini, Independen, Terpercaya | KBR ID

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!