Whats Trending
'Gimmick' Politik Jelang Pemilu
News
Whats Trending
1.6rb Episodes
Hadir setiap hari, mengupas hal-hal yang jadi trending topic atau viral di dunia maya. Kami bahas bersama narasumber terkait supaya informasi makin lengkap. Hadir juga di 10 radio di kota besar se-Indonesia.Kami ingin mendengar komentarmu tentang podcast ini, kamu bisa mengirimkannya melalui podcast@kbrprime.id atau dm akun instagram kami di @kbr.id
Whats Trending - Usai UU TNI, Next RUU Polri?
Whats Trending
Usai UU TNI, Next RUU Polri?
Penolakan atas RUU TNI tak menyurutkan niat DPR mengesahkannya. Usai RUU TNI disahkan, belakangan masyarakat sipil ganti menyoroti RUU Polri. RUU Polri saat ini menunggu giliran buat dibahas DPR. Tapi, Ketua DPR Puan Maharani menyebut pembahasannya belum dapat dimulai karena pihaknya masih menunggu surat presiden atau surpres ihwal RUU Polri.Meski begitu hal ini sudah menimbulkan respon dari kalangan masyarakat sipil. Pasalnya pengesahan RUU TNI belum lama ini masih jadi polemik dan gugatan di MK.RUU Polri sendiri bukanlah hal baru. Lantaran sejak 2024, RUU Polri jadi rancangan undang-undang inisiatif DPR. Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) mencatat sejumlah masalah substansial. Katanya revisi tersebut berpeluang membuat kepolisian jadi institusi “superbody”. Juga RUU Polri dianggap gagal fokus membahas masalah fundamental, seperti pengawasan dan kontrol publik terhadap kewenangan kepolisian yang begitu besar (oversight mechanism) dalam ikhwal penegakan hukum, keamanan negara maupun pelayanan masyarakat. Salah satu poin yang jadi permasalahan adalah Pasal 16 Ayat 1 Huruf (q) dari RUU Polri. Pasal ini memperbolehkan Polri melakukan penindakan pemblokiran atau pemutusan, dan upaya perlambatan akses Ruang Siber untuk tujuan Keamanan Dalam Negeri berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika dan/atau penyelenggara jasa telekomunikasi. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian khawatir, intervensi polisi dalam membatasi ruang siber berpotensi mengecilkan ruang berpendapat publik.
Whats Trending - Menyikapi Teror bagi Pilar Demokrasi
Whats Trending
Menyikapi Teror bagi Pilar Demokrasi
Teror kepala babi yang menimpa media Tempo terus jadi sorotan. Beragam respons mengemuka terkait ancaman kepada pilar keempat demokrasi itu. Pekan lalu, jurnalis Tempo berinisial FCR dikirimi kepala babi oleh orang tak dikenal. Tiga hari setelahnya, kantor Tempo kembali mendapatkan kiriman paket berisi enam ekor bangkai tikus tanpa kepala. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sudah memerintahkan Bareskrim Polri menindaklanjuti laporan Pemred Tempo bersama Komisi Keselamatan Jurnalis (KKJ). Koordinator KKJ Erick Tanjung menyebut teror dan intimidasi adalah bentuk penghalangan kerja jurnalistik yang diatur dalam Undang-undang Pers. Kata dia, upaya menghalangi kerja jurnalistik adalah tindak pidana dengan ancaman dua tahun penjara. Tapi beragam respons mengemuka atas peristiwa ini. Salah satunya dari Kepala Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi yang menyarankan kepala babi itu, dimasak saja. Respons ini kemudian menjadi trending topic di media sosial. Namun kemudian, ia mengklarifikasi bahwa pernyataannya menyempurnakan cara FCR merespons teror tersebut. Menurutnya ia menyempurnakan dengan cara mengecilkan si peneror, yakni cara menurunkan ketakutan yang ingin dia sebarkan. Sedangkan Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid sebagai mantan jurnalis sangat menyayangkan jika ada ancaman terhadap kebebasan pers. Pihaknya mendukung kejadian ini agar dilaporkan dan diproses hukum oleh Kepolisian. Sementara, Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer atau Noel mengutuk keras teror tersebut. Dia tidak setuju dengan cara-cara yang dianggap biadab tersebut. Kata dia, pers nasional sudah bersusah payah membangun demokrasi dan pers jadi salah satu pilarnya. Jadi teror macam kepala babi dianggap mencederai prinsip demokrasi.
Whats Trending - Yang Dikhawatirkan Perempuan atas Sahnya RUU TNI
Whats Trending
Yang Dikhawatirkan Perempuan atas Sahnya RUU TNI
Berdasarkan hasil pembahasan substansi materi, menyepakati dan menyetujui RUU TNI yang dibahas fokus hanya pada 3 substansi utama. Yaitu yang pertama terkait dengan tugas pokok TNI dalam operasi militer selain perang atau OMSP. Pasal kedua yang dibahas adalah pasal 47 terkait dengan penempatan prajurit TNI pada kementerian dan lembaga. Sebagaimana diketahui bahwa prajurit aktif dapat menduduki jabatan di beberapa kementerian dan lembaga yang semula berjumlah 10 menjadi 14 berdasarkan permintaan pimpinan dan kementerian lembaga dan tetap tunduk pada ketentuan peraturan administrasi yang berlaku di lingkungan kementerian dan lembaga tersebut. Pasal ketiga yang kemudian menjadi fokus pembahasan adalah mengenai penambahan masa dinas keprajuritan. Pada pasal ini mengalami perubahan masa bakti prajurit. Masa dinas yang semula diatur sampai usia paling tinggi 58 tahun bagi perwira dan 53 tahun bagi bintara dan tantama mengalami penambahan sesuai dengan jenjang kepangkatan. Karenanya kami bersama pemerintah menegaskan bahwa perubahan Undang-Undang nomor 34 tahun 2004 tentang tentara nasional Indonesia tetap berlandaskan pada nilai dan prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia serta memenuhi ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telah disahkan. Kami meminta persetujuan fraksi-fraksi terhadap perancangan Undang-Undang yang tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 34 tahun 2004 tentang tentara nasional Indonesia apakah dapat disetujui untuk disahkan menjadi Undang-Undang? Sidang Dewan yang terhormat berikutnya kami menanyakan sekali lagi kepada seluruh anggota apakah rancangan Undang-Undang tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 34 tahun 2004 tentang tentara nasional Indonesia dapat disetujui untuk disahkan menjadi Undang-Undang? Terima kasih.
advertisement
Jelajahi Podcast
Lihat Semua