NASIONAL

Vaksin PMK Gratis Langka, Peternak Diarahkan Vaksin Berbayar

"Banyak peternak mengeluh terbatasnya ketersediaan vaksin PMK gratis di lapangan. Padahal peminat vaksinasi PMK sangat tinggi. Peternak diarahkan ikut vaksin berbayar."

Astri Yuanasari, Resky Novianto

vaksin PMK
Petugas kesehatan menyuntikkan vaksin PMK pada ternak sapi di Aceh Barat, Jumat (22/7/2022). (Foto: ANTARA/Syifa Yulinnas)

KBR, Jakarta - Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) menerima banyak keluhan dari peternak mengenai terbatasnya ketersediaan vaksin penyakit mulut dan kuku (PMK) di lapangan. Padahal peminat vaksinasi PMK sangat luar biasa.

Dewan Pakar PPSKI Rochadi Tawaf Rochadi mengatakan, saat ini justru asosiasi-asosiasi peternak didorong untuk melakukan vaksinasi PMK mandiri berbayar, karena di lapangan stok kosong.

"Artinya sekarang distribusinya yang belum bisa direalisasi, saya nggak tahu faktor apa ya, apakah faktor uang, apakah faktor administrasi, apakah faktor kebijakan pemerintah, atau apa saya nggak ngerti. Tapi yang faktanya di lapangan peternak itu yang disebut ada, itu nggak ada sebetulnya. Artinya mereka perlu, sangat perlu tetapi hanya ditawari supaya mengisi kalau mau membeli secara mandiri, pengadaan mandiri," kata Rochadi kepada KBR, Rabu (27/7/2022).

Rochadi meminta pemerintah mempermudah prosedur dan SOP yang membumi, agar tidak membingungkan peternak terkait vaksinasi PMK.

Menurutnya, untuk peternak besar tentu tidak akan keberatan jika diberikan tawaran vaksin PMK mandiri berbayar. Namun untuk peternak rakyat pasti akan menagih vaksin gratis yang dijanjikan pemerintah.

"Sekarang katakanlah vaksin, berikan kepercayaan, volume resmi, terus kemudian diumumkan ada di mana, kalau bayar ya bayar berapa. Tapi kan kadung disebut nggak bayar jadi nagih semuanya, supaya nggak bayar, bagi peternak rakyat, kalau yang perusahaan-perusahaan yang punya duit kan nggak ada masalah," imbuhnya.

Baca juga:

Dualisme penanganan PMK

Pemerintah diminta menyelesaikan persoalan pendataan dan vaksinasi hewan ternak terdampak penyakit mulut dan kuku (PMK).

Anggota Komisi Bidang Pertanian DPR RI, Johan Rosihan menyayangkan belum adanya validitas data hewan ternak yang akan divaksin PMK. Menurutnya, hal tersebut dipicu adanya dualisme penanganan PMK di lapangan.

"Kita minta data berapa yang terinfeksi, berapa yang punya ternak itu saja belum ada. Maka sekarang kalau masih terjadi kendala di lapangan, saya pikir ini soal data yang tidak jelas, berapa yang kita mau vaksin PMK. Ini kan ada dualisme dalam penanganan PMK, antara Satgas yang dibentuk dengan Kementerian Pertanian. Sama-sama jalan, koordinasinya yang tidak ada di lapangan. Jadi bisa saya bilang, amburadul lah penanganan ini," ujar Johan saat dihubungi KBR, Rabu (27/7/2022).

Johan Rosihan yang merupakan Anggota Fraksi PKS DPR ini menilai pemerintah tidak menangani persoalan PMK secara serius. Buktinya, kata dia, program vaksinasi PMK di daerah cukup lamban sebagaimana telatnya pengambilan keputusan status PMK sebagai sebuah wabah nasional.

Per 18 Juli 2022, BNPB mengklaim realisasi penyuntikkan vaksin PMK baru mencapai 540 ribuan dari jumlah 800 ribu dosis vaksin tahap pertama yang sudah distribusikan.

Sementara itu 2,2 juta dosis vaksin tahap kedua baru dalam tahap pendistribusian ke daerah.

Tiga provinsi dengan cakupan vaksinasi tertinggi per 18 Juli 2022 adalah Provinsi Jawa Timur dengan jumlah hewan tervaksinasi sebanyak 24 ribuan ekor, Provinsi Bali sebanyak 3.500an ribuan ekor, dan Provinsi Jawa Tengah sebanyak 3.300an ekor.

Baca juga:

Editor: Agus Luqman

  • vaksinasi PMK
  • vaksin PMK
  • wabah PMK
  • Kementan

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!