NASIONAL

DPR dan Petani Desak Larangan Ekspor CPO Dievaluasi

"Larangan ekspor berdampak buruk pada anjloknya harga tandan buah segar (TBS) petani rakyat."

Heru Haetami

Larangan Ekspor CPO
Tandan buah segar (TBS) sawit. (Foto: ANTARA)

KBR, Jakarta - DPR mendorong pemerintah mengevaluasi kebijakan larangan ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan seluruh turunannya. Anggota Fraksi PKS di DPR, Nevi Zuairina menilai, larangan ekspor berdampak buruk pada anjloknya harga tandan buah segar (TBS) petani rakyat.

“Tujuan pemerintah melarang bahan baku minyak goreng berupa CPO ini kan bagus agar ketersediaan minyak goreng dalam negeri menjadi tersedia dengan harga terjangkau seperti tahun lalu. Tapi pada kenyataannya, setelah CPO dilarang ekspor, Harga minyak goreng tetap tinggi dan petani malah menderita karena larangan ekspor crude palm oil (CPO) berdampak pada anjloknya harga tandan buah segar (TBS) yang turut menekan perekonomian para petani sawit”, tutur Nevi dalam keterangan tertulis kepada KBR, Rabu (18/5/2022).

Nevi juga mendesak pemerintah agar petani dibantu dengan berbagai insentif. Hal itu dilakukan untuk menyelamatkan perekonomian para petani rakyat yang terdampak aturan tersebut.

“Pemerintah harus bertanggung jawab sebagai dampak kebijakan ini pada petani sawit dengan membantu mereka melalui berbagai insentif yg meringankan mereka, baik insentif di input atau di proses atau di outputnya. Atau insentif harga,” katanya

Nevi menambahkan, pelarangan terhadap ekspor CPO dan seluruh turunannya itu bisa saja menimbulkan dampak negatif yang sangat merugikan. Kata dia, efek negatif tersebut tidak hanya bagi perusahaan perkebunan, refinery dan pengemasan, namun juga jutaan pekebun sawit kecil dan rakyat.

“Alih-alih untuk menjaga stabilitas harga minyak goreng, yang ada malah kebijakan larangan ekspor CPO membuat harga beli TBS sawit petani di sejumlah daerah melorot dan bisa berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.

Petani Sawit Swadaya Seolah Terabaikan

Sementara itu, Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) meminta pemerintah melindungi 16 juta petani sawit yang terdampak kebijakan pelarangan ekspor CPO. Ketua Umum DPP Apkasindo, Gulat Manurung mengatakan, para petani mengeluhkan turunnya harga tandan buah segar (TBS) sawit hingga 70 persen.

“Ya kami rasa hanya satu kepentingan adalah bagaimana harga sawit kami kembali normal. Mau apapun kata orang petani sawit 16 juta butuh makan butuh biaya. Tentu kami sebagai warga negara meminta supaya pemerintah meninjau kembali (pelarangan ekspor CPO) atau mengubah dengan formulasi lain peraturannya," kata Gulat kepada KBR, Rabu (18/5/2022).

Baca juga:

- Larang Ekspor CPO dan Minyak Goreng, Begini Penjelasan Jokowi

- Larangan Ekspor CPO Mulai Berlaku, Mendag: Ada Sanksi bagi Pelanggar

Gulat berharap pemerintah juga memberikan subsidi bukan hanya bagi minyak goreng jenis curah, tetapi juga untuk minyak goreng jenis kemasan sederhana.

Kepada Presiden Joko Widodo, Gulat meminta agar memerintahkan Menteri Pertanian merevisi Permentan 01/2018 tentang Tataniaga TBS dan Penetapan Harga TBS.

Menurutnya harga TBS yang diatur di Permentan 01 tersebut hanya ditujukan kepada petani yang bermitra dengan perusahaan. Padahal petani yang bermitra dengan perusahaan hanya tujuh persen dari total luas perkebunan sawit rakyat 6,72 juta hektare. "Sementara yang 93 persen petani swadaya seolah terabaikan haknya," keluh Gulat.

Editor: Fadli Gaper

  • tandan buah segar
  • sawit
  • larangan ekspor CPO

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!