BERITA

Aktivis Gender: RUU Anti-Propaganda Penyimpangan Seksual Harus Dikritisi Publik

Aktivis Gender: RUU Anti-Propaganda Penyimpangan Seksual Harus Dikritisi Publik

KBR, Jakarta - Aktivis gender dari Indonesian Queer Feminist Activist, Lini Zurlia, menegaskan RUU Anti-Propaganda Penyimpangan Seksual harus dikritisi publik. Dilihat dari judulnya, ia menduga RUU tersebut berpotensi mendiskriminasi kelompok LGBT (lesbian, gay, bisexual, transgender).

"Draf yang ada memang harus diketahui oleh publik, harus dikritisi oleh publik, untuk kemudian diberitahukan juga kepada seluruh khalayak ramai, enggak cuma di Indonesia, tapi juga di luar Indonesia," kata Lini kepada KBR, Kamis (16/1/2020).

"Bilamana ada potensi-potensi pelanggaran HAM di dalamnya, kita sekuat mungkin, sekuat tenaga harus menghadang agar rancangan ini tidak jadi, apa lagi disahkan," lanjutnya.

Menurut Lini, dalam beberapa tahun belakangan memang banyak upaya-upaya melegalisasi kebijakan diskriminatif terhadap kelompok LGBT.

"Bukan cuma di tingkat nasional, di tingkat daerah sudah muncul surat-surat edaran, bahkan perda-perda (anti-LGBT) yang bersembunyi di balik family protection. Itu sudah mulai digaungkan," jelas Lini.

"Kalau yang sudah sah, sebenarnya yang benar-benar menyasar (LGBT) untuk nasional yang spesifik cuma ada di UU Pornografi. Kalau untuk di wilayah, untuk perda-perda itu kita menghitung ada sekitar 47-an. Itu ada di Palembang, Sumatera Selatan, Cianjur, Jawa Barat, ada di Aceh khususnya," lanjut dia.

Lini Zurlia menilai pemerintah harusnya lebih fokus menangani masalah kekerasan seksual, ketimbang mendiskriminasi LGBT.

Ia pun mendesak pemerintah agar lebih mengutamakan pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) yang mandek sejak bertahun-tahun lalu.


Editor: Rony Sitanggang

  • ruu anti propaganda penyimpangan seksual
  • lgbt
  • Penghapusan Kekerasan Seksual
  • diskriminasi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!