Bakteri resistan atau kebal terhadap antibiotik bakal menyulitkan pengobatan penyakit
Penulis: Naomi Lyandra
Editor: Ninik Yuniati

KBR, Jakarta - Istilah Antimikroba Resistan (AMR) atau bakteri resistan masih jarang didengar masyakat. Padahal AMR sudah menjadi masalah global. AMR adalah kondisi ketika bakteri kebal terhadap antibiotik, sehingga akan menyulitkan pengobatan infeksi.
Spesialis Obsteteri Ginekologi Konsultan Uroginekologi Rekonstruksi di RSUD dr.Soetomo, Harry Parathon, mengatakan, penyalahgunaan antibiotik menjadi penyebab kemunculan bakteri resistan.
“Bakteri memiliki kemampuan berkembang biak secara cepat, bahkan dalam waktu 20 menit sekali. Proses ini memungkinkan bakteri bertahan hidup dari masa ke masa. Dan dengan paparan berulang terhadap antibiotik, sebagian bakteri akan berkembang menjadi resistan, atau kebal terhadap antibiotik,” papar Dokter Harry dalam siaran Ruang Publik KBR, Selasa (03/12/24).
Kunci mengatasi AMR adalah penggunaan antibiotik yang tepat, kata Direktur Mutu Pelayanan Kesehatan Ditjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes RI, Yanti Herman.
"Tidak semua infeksi memerlukan antibiotik. Banyak penyakit infeksi disebabkan oleh virus, yang tidak dapat dibunuh dengan antibiotik," ujar Yanti.
Contoh infeksi yang disebabkan bakteri adalah radang paru, usus buntu, dan infeksi saluran kemih. Penyakit-penyakit tersebut bisa ditangani dengan antibiotik. Namun, di realita, antibiotik juga banyak digunakan untuk infeksi karena virus.
"Penggunaan antibiotik pada infeksi virus justru dapat merusak keseimbangan mikroba baik, yang nantinya bisa memperburuk ketahanan terhadap antibiotik," imbuhnya.
Penyalahgunaan antibiotik masih marak terjadi. Data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 menunjukkan sekitar 40% masyarakat Indonesia menggunakan antibiotik tanpa resep dokter.
Angka ini, menurut Yanti, memperlihatkan adanya permintaan (demand) yang tinggi terhadap antibiotik tanpa pemahaman yang cukup.
Baca juga:
PB IDI Dorong Pemerintah Perkuat Penanganan Resistensi Antibiotik
Benang Kusut Antimikroba Resistan Ancam Kesehatan Kelompok Rentan
Harry Parathon mengakui gejala infeksi karena virus dan bakteri bisa mirip, sehingga harus dipastikan lewat pemeriksaan laboratorium.
“Gejalanya seperti demam. Namun, pada infeksi virus, biasanya jumlah sel darah putih (leukosit) tidak terlalu tinggi, meskipun suhu tubuh bisa sangat tinggi. Sebaliknya, pada infeksi bakteri, leukosit biasanya akan meningkat,” jelasnya.
Pemeriksaan mikrobiologi di laboratorium adalah satu-satunya cara untuk memastikan apakah suatu bakteri resistan terhadap antibiotik.
Perbincangan lengkapnya juga bisa Anda dengarkan di KBRPrime.id.