NASIONAL

Demo Tolak RUU Pilkada Berubah jadi Aksi Turunkan Jokowi

Salah satu perbuatan yang memicu kemuakan adalah perusakan tatanan negara melalui politik dinasti keluarga Jokowi.

AUTHOR / Fadli Gaper, Shafira Aurel, Heru Haetami

EDITOR / Sindu

Demo Tolak RUU Pilkada Berubah jadi Aksi Turunkan Jokowi
Ilustrasi: Aksi demo turunkan Jokowi di sejumlah daerah. Foto: KBR/Nanda Naufal

KBR, Jakarta– Aksi demo menolak revisi Undang-Undang Pilkada dan mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) kini mulai berubah menjadi tuntutan turunkan Presiden Jokowi.

Menurut Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari, tuntutan menurunkan Jokowi dari kursi presiden bentuk kegeraman dan kemuakan publik atas sikap kepala negara selama memerintah.

Kata dia, salah satu perbuatan yang memicu kemuakan adalah perusakan tatanan negara melalui politik dinasti keluarga Jokowi.

"Jadi, ini tumpukan kemarahan dan kekesalan karena tabiat dari politik dinasti presiden. Yang betul-betul mempertontonkan kebobrokan dalam memahami politik ketatanegaraan yang semestinya harus punya adab dan kesantunan," kata Feri kepada KBR Media, Selasa, (27/8/2024).

Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari juga menganggap logis, bila kini tuntutan demonstran di berbagai daerah sudah bergeser, dari tolak revisi Undang-Undang Pilkada menjadi turunkan Jokowi.

Aksi Demo Menuntut Turunkan Jokowi

Sebelumnya, aksi demo turunkan Jokowi digelar di sejumlah daerah. Semula, para pedemo beraksi menolak revisi UU Pilkada, namun belakangan berubah menjadi aksi turunkan presiden.

Salah satunya di Yogyakarta. Kemarin, unjuk rasa dari berbagai elemen berlangsung di kawasan Malioboro, Yogyakarta.

Aksi yang diberi nama “Gerakan Jogja Memanggil” ini diikuti Forum Cik Ditiro, UGM, UII, UMY, UNY, lintas kampus Yogyakarta, serikat buruh, pekerja rumah tangga, PKL Malioboro, Beranda Perempuan, dan Jaringan Gusdurian.

Mereka menuntut "Turunkan Jokowi!". Salah satu demonstran perwakilan dari PKL Malioboro menyebut, pemerintahan Jokowi tak lebih dari rezim pencitraan.

“Selama ini memang rezim Jokowi adalah rezim lip service. Apa yang dikatakannya dulu berbeda dengan sekarang. Anak-anaknya dulu tidak ikut berpolitik, cuma disuruh berjualan pisang dan martabak. Tapi, teman-teman tahu, kemarin teman-teman tahu, dari Jakarta ke Amerika naik apa? Luar biasa. Miliaran uang negara. Apakah kita terima teman-teman? Turunkan (Jokowi). Turunkan (Jokowi),” ujar perwakilan dari PKL Malioboro, (27/8/2024), disiarkan YouTube Tribun Cirebon.

Aksi Bakal Dilakukan Bertahap

Di Surakarta, Jawa Tengah, Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa-Seluruh Indonesia (BEM-SI) berencana terus menggelar aksi demo menuntut Joko Widodo lengser dari kursi presiden. Menurut Presiden BEM Universitas Sebelas Maret UNS Surakarta, Agung Lucky Pradita, aksi akan dilakukan di seluruh daerah secara bertahap, bergantian, bahkan serentak.

Agung menyebut, alasan BEM UNS menggaungkan tuntutan “Turunkan Jokowi” dikarenakan rasa muak dan marah mahasiswa terhadap kepala negara.

"Teman-teman melakukan aksi untuk menolak politik dinasti dan juga untuk pulangkan Jokowi ke kota Solo itu kembali. Karena kita tahu bahwasanya hari ini banyak sekali kebijakan-kebijakan yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat. Dan masyarakat Solo itu sendiri pun hari ini sudah marah betul kepada presiden Joko Widodo, karena telah merusak demokrasi, dan juga hukum, dan juga konstitusi yang ada di Indonesia,“ ujar Agung kepada KBR Media, Selasa, (27/8/2024).

Presiden BEM Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Agung Lucky Pradita menambahkan, alasan lain di balik tuntutan “Turunkan Jokowi” adalah untuk memberi noktah hitam di pengujung 10 tahun pemerintahannya.

Agung juga menyatakan, hari ini, Rabu, (28/08), akan ada aksi unjuk rasa lanjutan bertema ‘Adili dan Pulangkan Jokowi’.

Tanggapan Istana

Sementara itu, Istana mempersilakan masyarakat atau pengunjuk rasa menyampaikan keluh kesahnya terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Menurut Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, tidak ada pembatasan atau niat menghalangi aksi demonstrasi, walaupun tuntutannya turunkan Jokowi.

"Jadi, sebenarnya kalau perjuangan-perjuangan kemarin itu kan demi perbaikan dan demi kebaikan kebangsaan hari ini semua aspirasi itu sudah tertampung dengan baik, kan, gitu. Kalau ada aspirasi-aspirasi lain (di luar putusan MK kemarin) kita biarkan saja. Itu bagian dari cara mereka berekspresi," ujar Hasan kepada KBR Media, Selasa, (27/8/2024).

Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi mengeklaim, pemerintah terus berupaya melakukan kebijakan dan hal-hal baik untuk kepentingan dan kesejahteraan seluruh masyarakat.

"Kalau demonstrasi, penyampaian aspirasi itu kan kita anggap bagian dari demokrasi. Dan ruang berekspresi itu kan di negara kita tidak pernah ditutup. Jadi, kalau itu buat kita biarkan saja menjadi bagian dari cara masyarakat menyampaikan ekspresi mereka," pungkasnya.

Baca juga:

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!