NASIONAL

Wacana Pemakzulan Presiden Jokowi Kembali Berembus

"Jika Terbukti bahwa kemudian Presiden itu melanggarkan hukum dan sebagainya kita aspirasi itu boleh saja diberikan atau disampaikan," Kata Puan Maharani

AUTHOR / Hoirunnisa

Wacana Pemakzulan Presiden Jokowi Kembali Berembus
Presiden Joko Widodo. (Foto: ANTARA/Puspa Perwitasari)

KBR, Jakarta - Sejumlah tokoh yang tergabung dalam Petisi 100 mendatangi Menko Polhukam Mahfud MD untuk menyampaikan permintaan pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Kritikus politik sekaligus Inisiator Petisi 100, Faizal Assegaf mengatakan, pemakzulan dapat menjadi solusi atas dugaan kecurangan yang dilakukan Presiden Jokowi menjelang pemilu.

"Kecurangan atau dugaan kecurangan telah dilakukan oleh keterlibatan pengaruh presiden, anggaran kekuasaan dengan keluarga inti. Fakta yang tersedia misalnya rontoknya Mahkamah Konstitusi telah berimbas dan mengakibatkan psikologi politik yang dapat melegalkan faktor-faktor keterlibatan oknum aparat di level bawah untuk melakukan kecurangan,” kata Faizal usai menyambangi kantor KemenkoPolhukam, Rabu, (10/1/2023).

Kritikus politik Faizal Assegaf mengeklaim, gerakan pemakzulan ini telah berlangsung sejak Juni 2023, dan telah bersurat ke DPR/MPR.

Terdapat beberapa alasan, di antaranya dugaan intervensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kerusakan sumber daya alam, kekacauan hukum, dan dugaan intervensi pemilu oleh pemerintahan Jokowi.

Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD mengaku sudah menerima aspirasi dari kelompok masyarakat, pekan lalu. Namun kata dia, upaya pemakzulan Presiden Jokowi hanya dapat dilakukan DPR.

"Nah, ini semua tidak mudah, karena dia harus disampaikan ke DPR. DPR yang mendakwah, itu harus dilakukan oleh minimal sepertiga anggota DPR dari 575. Dari sepertiga ini 2/3 hadir dalam sidang, dari 2/3 hadir harus 2/3 yang setuju untuk pemakzulan. Kalau DPR setuju harus dikirim ke MK apakah putusan DPR ini benar bahwa presiden telah melanggar nanti sidang lagi dan lama,” ujar Mahfud kepada wartawan di kutip dari kanal Youtube Kompas TV, Jumat, (12/1/2023).

MenkoPolhukam, Mahfud MD menjelaskan, pemakzulan mustahil dilakukan dalam waktu yang sempit, sedangkan pemakzulan memerlukan waktu lebih dari sebulan.

Baca juga:


Sementara itu, Istana menanggapi hal tersebut dengan santai. Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana menyebut desakan itu tidak mengganggu kinerja Presiden Joko Widodo.

"Ya, tentu beliau tidak terlalu terganggu ya tidak terganggu dengan wacana ini karena beliau tetap bekerja seperti biasanya. Karena tugas-tugas pemerintahan semakin berat ya terutama di tahun 2024 ini banyak hal yang harus diselesaikan oleh Presiden. Jadi sama sekali tidak terganggu dan tentu kita akan kembalikan penilaian itu kepada masyarakat,"kata Ari saat ditemui di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Selasa, (16/1/2024).

Ari Dwipayana mengeklaim masyarakat tetap mendukung pemerintahan Jokowi. Hal ituterlihat dari hasil survei kepercayaan publik yang masih tinggi terhadap kerja pemerintah. Berdasar survei yang ia percayai, kepercayaan masyarakat terhadap presiden sebesar 75 persen.

Parlemen turut merespons desakan pemakzulan presiden. Menurut Ketua DPR, Puan Maharani, usulan pemakzulan sebagai bentuk aspirasi warga negara. Kata dia, pemakzulan presiden terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945.

"Jika Terbukti bahwa kemudian Presiden itu melanggarkan hukum dan sebagainya kita aspirasi itu boleh saja diberikan atau disampaikan. Namun apa urgensinya, Kita lihat apa urgensi namun namanya aspirasi harus tetap kami terima,"ujar Puan kepada wartawan usai Rapat Paripurna DPR, Selasa (17/1/2024).

Sebelumnya, Pakar Hukum Tata Negara dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera Bivitri Susanti telah menjelaskan, sejumlah tindakan presiden yang memenuhi unsur pemakzulan atau impeachment. Antara lain, aksi cawe-cawe calon presiden yang kerap disuarakan di beberapa forum.

"Persyaratan hak angket dalam undang-undang ya sudah masuk. Karena menurut saya bahkan kalau misalnya secara kasat mata saja Jokowi pernah pidato dia punya data intelijen dari semua partai politik. Nah, ini saja sebenarnya sudah menyalahgunakan kekuasaan dengan melanggar undang-undang tentang intelijen negara. Ataupun kalau dia mengerahkan aparatur pemerintahan untuk kepentingan anaknya yang sudah mencalonkan diri itu artinya nepotisme. Dan nepotisme itu juga ada undang-undangnya tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas KKN," ujar Bivitri, kepada KBR, Kamis (16/11/2023).

Meski demikian, menurut Bivitri, proses pengajuan pemakzulan sulit dan membutuhkan proses panjang. Ia juga menilai tidak mudah mengumpulkan suara para anggota parlemen dalam pengajuan hak angket.

Selain itu, opsi pemakzulan dinilai terlambat. Karena di sisa waktu jabatan Jokowi semua pihak hanya berfokus pada upaya kemenangan di Pemilu 2024.

Editor: Agus Luqman

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!