indeks
Usulan Gerbong Kereta Khusus Perokok Dinilai Asbun dan Tak Masuk Akal!

Pakar menilai usulan tersebut tidak masuk akal, kontraproduktif terhadap kesehatan publik, bahkan dianggap hanya sekadar “cek ombak”.

Penulis: Naomi Lyandra

Editor: Resky Novianto

Google News
kereta
Ilustrasi Kereta Api tujuan Surabaya siap diberangkatkan dari Stasiun Cirebon. Foto: KBR/Frans Mokalu

KBR, Jakarta- Usulan anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Nasim Khan, agar PT Kereta Api Indonesia (KAI) menyediakan gerbong khusus bagi perokok menuai gelombang penolakan luas dari berbagai pihak.

Komisi Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT) menilai usulan tersebut tidak masuk akal, kontraproduktif terhadap kesehatan publik, bahkan dianggap hanya sekadar “cek ombak”.

Wakil Sekretaris Jenderal Komnas PT, Nina Samidi, mengaku heran ketika menerima kabar tersebut.

“Jadi sebenarnya waktu kami terima video yang beredar itu cukup kaget ya. Kagetnya dalam hal ternyata ada wakil rakyat yang setidak punya pengetahuannya sebesar itu tentang kawasan tanpa rokok. Padahal ini masalah kesehatan yang sangat basic,” ujarnya dalam siaran Ruang Publik KBR, Jumat (22/8/25).

Menurut Nina, KAI justru patut diapresiasi karena selama satu dekade terakhir telah berhasil menerapkan kawasan tanpa rokok secara konsisten.

“KAI adalah mode transportasi umum yang paling baik penerapan kawasan tanpa rokoknya. Jadi sangat disayangkan kami prihatin dengan pengetahuan beliau yang sangat tidak layak,” tambahnya.

Tidak Paham Regulasi

Tulus Abadi, Pegiat Perlindungan Konsumen, dan Ketua FKBI (Forum Konsumen Berdaya Indonesia menilai usulan Nasim sangat menggelikan dan anti regulasi.

“Absurd, sebab sebagai anggota DPR beliau ternyata tidak paham regulasi. Sebab menurut UU Kesehatan, PP 28/2024 tentang Kesehatan, dan puluhan perda kawasan tanpa rokok di Indonesia; bahwa angkutan umum, termasuk KAI, adalah Kawasan Tanpa Rokok (KTR), secara mutlak,” tulis Tulus dalam keterangan yang diterima KBR, Kamis (21/8/2025).

“Artinya KTR di angkutan umum, tidak boleh menyediakan smoking area/smoking room. Bahkan tidak boleh ada aktivitas penjualan rokok, dan tidak boleh iklan dan promosi rokok,” tambahnya.

Tulus menyebut usulan dari Nasim anti regulasi, bertentangan dengan regulasi yang ada.

“Sebagai anggota DPR, sebagai pembuat regulasi, tidak paham terhadap regulasi yang ada, apalagi regulasi selevel UU,” tegasnya.

Oleh sebab itu, menurut Tulus, sudah seharusnya managemen KAI mengabaikan usulan anggota DPR tersebut. Kata dia, jika usulan itu dipenuhi, justru manajemen KAI akan melakukan pelanggaran regulasi. Dan usulan tersebut juga mengancam keselamatan KAI, dan penumpang KAI secara keseluruhan.

“Larangan merokok di KAI itu sebuah kepatuhan regulasi yang harus diapresiasi, dan merupakan standar pelayanan yang sangat prima oleh managemen KAI, khususnya yang ditukangi pada saat Pak Jonan sebagai Dirut KAI,” tuturnya.

red
Teknisi membersihkan lokomotif di Depo Lokomotif Sidotopo, Surabaya, Jawa Timur, Senin (18/3/2024). ANTARA FOTO/Didik Suhartono

Respons Pemerintah

Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (IPK) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menanggapi usulan adanya gerbong kereta api khusus untuk perokok.

Menurut Menko AHY, fokus pemerintah berada dalam konektivitas transportasi yang lebih merata, alih-alih usulan tersebut.

“Kayaknya masih banyak hal yang lebih penting untuk saya respons, yang jelas konektivitas itu harus kita perkuat antarwilayah, juga dengan transportasi multimoda di darat, laut, udara dan kereta api,” kata AHY dikutip dari ANTARA.

“Saya lebih fokus pada bagaimana roadmap ini bisa mengakomodasi berbagai kepentingan,” ujar dia menambahkan.

Lebih lanjut, Menko AHY mengatakan peta jalan pemerintah terkait transportasi harus lebih terjangkau dan inklusif bagi masyarakat.

KAI Tolak Usulan Gerbong Khusus Perokok

PT Kereta Api Indonesia (Persero) menolak usulan penambahan gerbong khusus rokok pada layanan kereta jarak jauh. Usulan gerbong khusus rokok itu sebelumnya disampaikan Anggota Komisi VI DPR RI, Nasim Khan.

Vice President Public Relations KAI Anne Purba menegaskan seluruh layanan kereta api yang dioperasikan KAI akan tetap bebas asap rokok. Hal ini dilakukan sebagai bagian dari upaya perusahaan untuk menjaga kenyamanan dan keselamatan seluruh pelanggan.

“Langkah ini merupakan komitmen KAI dalam menciptakan lingkungan transportasi yang sehat dan nyaman bagi siapapun termasuk perokok pasif. Keputusan menolak gerbong khusus rokok ini didasarkan pada kebijakan bebas asap rokok yang telah diterbitkan Kementerian Perhubungan sejak tahun 2014,” tutur Anne dalam rilis yang diterima KBR Media.

Anne memaparkan kebijakan bebas asap rokok di kereta api merujuk pada Surat Edaran Nomor SE 29 Tahun 2014 Menteri Perhubungan Republik Indonesia, yang mengatur larangan merokok di dalam sarana angkutan umum, termasuk kereta api.

“Selain itu, berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, disebutkan kereta api sebagai salah satu ruang publik berupa angkutan umum ditetapkan sebagai Kawasan Tanpa Rokok,” tegasnya.

red
Penumpang dilarang merokok di dalam kereta api. Sumber: Kereta Api Indonesia akun "X" @KAI121

Dasar Hukum 

Dasar hukum larangan merokok di kereta:

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang menetapkan kawasan tanpa rokok (KTR) termasuk angkutan umum. 

2. Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Tahun 2011 tentang pedoman pelaksanaan kawasan tanpa rokok. 

3. Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang pengamanan produk tembakau bagi kesehatan. 

4. Surat Edaran Menteri Perhubungan Nomor SE 29 Tahun 2014, yang menegaskan larangan merokok di sarana angkutan umum, termasuk kereta api.

Apa Dalih Usulan Gerbang Khusus Perokok?

Anggota Komisi VI DPR RI, Nasim Khan, mengklaim usulannya muncul dari aspirasi masyarakat, khususnya penumpang kereta yang kebutuhannya belum terakomodasi.

“Saya memahami kritik publik terkait usulan ini dan meminta maaf jika pernyataan saya di RDP menimbulkan polemik. Namun, usulan tersebut lahir dari kepedulian saya terhadap penumpang yang merokok,” ujar Nasim, Jumat (22/8/2025).

red
Anggota Komisi VI DPR RI Nasim Khan, Jakarta. ANTARA/HO-DPR

Nasim menegaskan tidak memiliki afiliasi dengan industri rokok. Dia bilang hanya ingin mencari solusi agar semua penumpang bisa tertampung aspirasinya.

“Saya bukan membela rokok, tetapi ingin mencari titik temu agar hak dan kenyamanan semua penumpang tetap terjaga. Jika diakomodasi, secara teknologi harus dicari solusi agar asap tidak memengaruhi gerbong lain,” jelasnya.

Sebelumnya dalam acara RDPU ddengan Dirut KAI dan jajaran manajemen pada 20 Agustus 2025, Nasim Khan mengusulkan PT KAI untuk menyediakan satu gerbong kereta untuk tempat merokok pada kereta jarak jauh. Menurutnya, hal itu akan bermanfaat dan menguntungkan bagi KAI.

Usulan Menyimpang Perlu Ditolak

Ashilly Achidsti, dosen Administrasi Publik UNY, menilai usulan tersebut menyimpang dari konsep kepentingan publik.

“Ini sebenarnya perlu dikaji. Kepentingan publik itu berarti apa yang benar-benar baik bagi seluruh masyarakat, bukan sekadar konstituen atau segelintir orang. Kalau melihat regulasi, jelas kawasan tanpa rokok sudah diatur, termasuk transportasi publik. Jadi ini bukan kepentingan publik, melainkan kepentingan segelintir orang,” ujar Hilly dalam siaran Ruang Publik KBR, Jumat (22/8/2025).

Hilly menambahkan bahwa jika dihitung dengan metode cost-benefit analysis, wacana gerbong perokok justru akan merugikan.

“Biaya pengadaan gerbong baru, maintenance, dan dampak pada citra KAI akan lebih besar daripada manfaatnya. KAI yang sudah dibangun bersih dan nyaman justru bisa kembali kumuh,” katanya.

Hilly juga mengingatkan bahwa Ini adalah usulan yang tidak masuk akal.

“Jangan sampai kebosanan satu dua orang perokok mengorbankan hak udara bersih jutaan penumpang kereta api”, ujar Hilly.

Lebih lanjut Hilly mengatakan bahwa kebijakan publik harus berbasis bukti, bukan sekadar keinginan pribadi atau titipan kepentingan.

“Sebagai pengambil keputusan publik, jangan mengatasnamakan kepentingan rakyat kalau hanya untuk segelintir orang,” pungkasnya.

Obrolan lengkap episode ini juga bisa diakses di Youtube Ruang Publik KBR Media berikut:

Baca juga: 

Ironi Gaji dan Tunjangan DPR saat Pemerintah Gencar Efisiensi

rokok
kereta
kai
merokok

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...