NASIONAL

Uang Hotel dan Mobil Dinas Pejabat Naik, Pemerintah Kurang Empati

Kenaikan itu kurang pantas di tengah banyaknya masyarakat mengeluhkan PHK di berbagai daerah dan industri.

AUTHOR / Astri Septiani

EDITOR / Sindu

Google News
Uang Hotel dan Mobil Dinas Pejabat Naik, Pemerintah Kurang Empati
Ilustrasi: Menteri Keuangan, Sri Mulyani berswafoto dengan ribuan CPNS Kemenkeu 2025, Kamis, 5 Juni 2025. Foto: Kemenkeu.go.id

KBR, Jakarta- Sebagian masyarakat menyayangkan kenaikan anggaran pengadaan mobil dinas dan hotel untuk menginap para pejabat pemerintah tahun depan.

Vanny Vestia, warga asal Jakarta Timur menyebut, kenaikan itu kurang pantas di tengah banyaknya masyarakat mengeluhkan pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai daerah dan industri.

"Kurangnya empati dari pemerintah untuk melihat ke bawah. Sebagai masyarakat umum saya berharap agar dana tersebut bisa lebih dimanfaatkan dengan baik untuk membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat," kata dia kepada KBR, Sabtu, (06/06/25).

Selain itu, Vanny meminta pemerintah menghapus syarat batas usia untuk pelamar kerja. Ia juga meminta pemerintah mengalokasikan anggaran untuk modal pemilik usaha mikro kecil menengah (UMKM).

Anggaran Meningkat

Sebelumnya, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 32 Tahun 2025 tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2026 (PMK SBM) yang diundangkan di Jakarta, 20 Mei 2025.

PMK SBM ini menuai kritik karena ada sejumlah anggaran dinilai tak mencerminkan kondisi keuangan negara. Contohnya kendaraan dan penginapan untuk pejabat eselon I, yang meningkat di tengah efisiensi.

Pada Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2026, jatah anggaran kendaraan dinas pejabat eselon I Rp931.648.000. Jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya yakni, Rp878.913.000 untuk jatah anggaran kendaraan dinas pejabat eselon I.

Biaya penginapan juga meningkat. Anggarannya berbeda tergantung dari lokasi provinsi tujuan, namun DKI Jakarta menjadi yang tertinggi. Dalam Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2026 ditetapkan anggaran Rp9.331.000 per malam untuk eselon I menginap di DKI Jakarta. Angka ini meningkat dari Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2025 yang sebesar Rp8.720.000.

red
Direktur Sistem Penganggaran di Direktorat Jenderal Anggaran, Lisbon Sirait menjelaskan soal SBM 2026 di Kemenkeu. Foto: kemenkeu.go.id


Dalih Pemerintah

Pemerintah menyebut, Standar Biaya Masukan (SBM) merupakan anggaran rutin yang ditetapkan untuk menyesuaikan beberapa satuan biaya. Pemerintah mengklaim, penyesuaian itu lebih mencerminkan kondisi riil pasar dengan tetap mempertimbangkan efektivitas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Direktur Sistem Penganggaran di Direktorat Jenderal Anggaran, Lisbon Sirait menegaskan, SBM 2026 dirancang sejalan dengan program efisiensi dan optimalisasi anggaran.

“Standar ini kita bangun, kita bentuk berdasarkan satuan biaya yang paling efisien tanpa mengorbankan efektivitas dari penggunaan anggaran. Artinya output-nya tetap tercapai tanpa mengorbankan biaya yang terlalu besar, tetapi cukup memadai untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan pemerintah,” ujar Lisbon dalam media briefing di Jakarta pada Senin, (02/06/25).

Kata dia, standar biaya ini akan menjadi acuan kementerian/lembaga dalam merencanakan dan melaksanakan anggaran. Dengan demikian penggunaan anggaran tidak hanya pada pada sisi pencapaian target (output) melainkan juga di sisi input.

Menurut Lisbon, penyusunan standar biaya masukan (SBM) yang makin berkualitas menjadi salah satu pilar proses pencapaian efisiensi alokasi (allocation efficiency).

SBM TA 2026 memuat beberapa penyesuaian atau perubahan dibandingkan tahun sebelumnya serta melibatkan beberapa pihak. Para pihak itu antara lain BPS, akademisi, serta koordinasi dengan beberapa kementerian/lembaga terkait.

Penyesuaian dan perubahan tersebut antara lain:

1. Penghapusan Satuan Biaya, yaitu:

a. penghapusan satuan biaya komunikasi dengan pertimbangan telah berakhirnya status pandemi COVID-19 sehingga kebijakan pemberiannya perlu disesuaikan.

b. penghapusan pemberian uang harian (uang saku) rapat full day. Sementara untuk uang harian rapat halfday sudah dihapuskan sejak TA 2025

Rapat di luar kantor dapat diselenggarakan hanya untuk menyelesaikan pekerjaan secara intensif dan koordinatif dengan melibatkan peserta dari K/L lain/masyarakat, dilakukan secara selektif, mengutamakan pelaksanaan online meeting, serta memanfaatkan penggunaan fasilitas milik negara.

2. Perubahan kebijakan satuan biaya melalui penyederhanaan dan penurunan besaran, yaitu:

a. pemberian honorarium pengelola keuangan dengan penurunan besaran tertinggi hingga 38% pada satuan biaya honorarium penanggung jawab pengelola keuangan, honorarium pengadaan barang jasa, dan honorarium pengelola penerima PNBP.

b. biaya transportasi dari dan ke bandara/pelabuhan/stasiun/terminal dan transportasi wilayah Jabodetabek dengan penurunan rata-rata 10% yang dibayarkan dengan metode lumsum.

3. Penambahan satuan biaya baru, yaitu satuan biaya uang harian magang mahasiswa yang dapat diberikan kepada mahasiswa S-1 atau D-IV yang mengikuti program magang wajib di K/L, dengan beberapa persyaratan tertentu untuk mendukung program penyelenggaraan pendidikan dalam rangka meningkatkan kesiapan SDM Indonesia memasuki dunia kerja ke depan.

4. Penyesuaian besaran satuan biaya berdasarkan hasil survey Badan Pusat Statistik pada beberapa jenis satuan biaya, antara lain biaya rapat (paket meeting); transportasi antarwilayah baik darat, laut dan udara serta penyesuaian beberapa jenis harga barang seperti biaya sewa, pemeliharaan gedung dan kendaraan operasional.

red
Ilustrasi gaji PNS, PPPK, TNI, Polri, dan pensiunan. Foto: Kemenkeu.go.id


Lalu, Apa Kata DPR?

Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan, bakal mendukung pemerintah menerapkan kebijakan efisiensi anggaran pada 2026. Meski begitu, DPR akan terlebih dahulu melihat postur anggaran 2026, dan memastikan anggarannya untuk kesejahteraan rakyat.

“Efisiensi anggaran selama itu memang baik untuk rakyat, DPR RI tentu saja akan mendukung,” kata Puan saat memberikan keterangan usai bertemu Perdana Menteri (PM) Li Qiang di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Minggu, (25/05/25).

Kritik untuk Pemerintah

Lain halnya dengan Manajer Riset Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA), Badiul Hadi.

Ia justru mengkritik langkah pemerintah meningkatkan anggaran pengadaan kendaraan untuk pejabat menjadi 900 juta rupiah alias nyaris 1 miliar. Sementara di satu sisi, pemerintah bakal memberlakukan efisiensi di 2026.

“Catatan penting terkait dengan terbitnya PMK yang baru tentang standar biaya itu menunjukkan ketidakpekaan pemerintah terhadap kondisi masyarakat saat ini. Tingginya PHK berdampak pada sektor pendapatan masyarakat,” kata Badiul kepada KBR, Kamis, (05/06/2025).

Ia menilai, hal ini mencederai rasa keadilan bagi masyarakat rakyat yang sedang dihadapkan situasi perekonomian serba sulit. Badiul meminta pemerintah meninjau kembali peningkatan anggaran ini.

“Dan ini berujung pada pelemahan daya beli masyarakat. Sehingga saya kira Kemenkeu perlu me-review kembali kebijakan ini agar tidak mencederai rasa keadilan bagi rakyat,” ujarnya.

Badiul juga menyoroti anggaran hotel untuk pejabat eselon 1 itu yang naik hingga Rp9 juta per malam. Ia menilai, kenaikan tidak mengedepankan prinsip efisiensi.

Kata dia, pemerintah harus lebih fokus mendorong prinsip efisiensi dan efektivitas anggaran. Sehingga efisiensi tak sebatas realokasi atau memindahkan anggaran dari satu pos ke pos yang lain.

“Misalnya penghapusan belanja kegiatan A untuk belanja makan dan minum, kemudian dialihkan ke belanja yang lain. Tetapi, bahwa prinsip efisiensi dan efektivitas ini lebih pada konteks komitmen untuk memastikan bahwa anggaran itu dikelola dengan baik dan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat,” kata Badiul.

red
Ilustrasi-pemerintah terus memantau realisasi program prioritas sektor pendidikan. Foto: kemenkeu.go.id


Tidak Konsisten

Badiul menilai, tingginya anggaran buat pejabat yang tertuang dalam Standar Biaya Masukan menunjukkan inkosistensi kebijakan yang dilakukan pemerintah. Sebab, saat ini, kondisi fiskal pemerintah sedang tidak baik-baik saja akibat kontraksi, termasuk di sektor pendapatan.

“Belum lagi target-target yang ditetapkan oleh pemerintah terkait dengan pendapatan negara juga mengalami tantangan yang cukup signifikan,” kata dia.

Badiul memprediksi, kondisi ekonomi masyarakat masih akan penuh tantangan padai tahun depan. Sebab kata dia, belum ada kebijakan yang memang betul-betul dapat mendorong perbaikan ekonomi masyarakat.

Program stimulus pemerintah juga dinilai tidak akan berjalan mulus, karena banyak hal yang harus disesuaikan dengan kondisi kekinian.

Alih-alih mengeluarkan uang yang besar untuk pejabat padahal ingin efisiensi, Badiul mendorong pemerintah mengalihkan anggaran tersebut untuk hal lebih penting.

Ia meminta, belanja pemerintah dikeluarkan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan.

“Terlebih beberapa waktu terakhir juga terbit putusan MK terkait dengan pembiayaan yang harus dikeluarkan oleh negara untuk wajib belajar 9 tahun baik negeri maupun swasta. Nah, itu jauh lebih baik bagi pemerintah jika anggaran diarahkan ke sana,” pungkasnya.

Baca juga:

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!