NASIONAL

TNI Belajar Pertanian, BEM IPB: Kita Kuliah untuk Apa?

“Apa memang tidak ada petani sampai-sampai harus TNI yang turun tangan?"

AUTHOR / Khalisa Putri, Anindya Putri, Aura Antari, Sindu

EDITOR / Sindu Dharmawan

Google News
TNI Belajar Pertanian, BEM IPB: Kita Kuliah untuk Apa?
Peserta Bimtek Kompi Produksi di IPB University, Selasa, 22 April 2025. Foto: ipb.ac.id

KBR, Jakarta– Guru Besar Fakultas Pertanian IPB University, Dwi Andreas Santosa menyebut siapa pun berhak belajar pertanian termasuk anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI). Penjelasan itu disampaikan Dwi Andreas menanggapi program pelatihan pertanian antara IPB dan TNI.

Menurutnya, dalam prinsip pendidikan, siapa saja berhak belajar tentang pertanian, seperti yang pernah ia lakukan saat melatih calon-calon pensiunan dari berbagai instansi untuk beralih profesi ke bidang pertanian.

“Sebenarnya dalam konsep, siapa pun bisa belajar, ya, termasuk belajar pertanian. Dulu kami mengajar para calon pensiun dari berbagai perusahaan, untuk mempersiapkan masa pensiun mereka untuk masuk di dunia pertanian,” ujar Andreas kepada KBR, Rabu, 23 April 2025.

Namun, Dwi Andreas mengungkapkan, ia tidak terlibat program tersebut. Bahkan, ia baru mengetahui adanya program pelatihan Tentara Nasional Indonesia (TNI) di IPB University dari pemberitaan di website resmi kampus.

“Saya enggak tahulah. Saya enggak ikut dalam program tersebut, jadi enggak tahu bagaimana prosesnya. Dengar saja juga enggak,” ujar Andreas kepada KBR, Rabu, (23/4/2025).

Ia menyarankan, “Lebih baik ditanyakan langsung ke bagian administrasi IPB ataupun dosen yang terlibat dalam pelatihan tersebut.”

Durasi

Tetapi, ia memberikan gambaran umum soal pelatihan pertanian. Semisal soal durasi pelatihan yang hanya lima hari. Andreas menilai waktu tersebut sangat tidak cukup untuk membekali peserta dengan keterampilan praktis di bidang pertanian, perikanan, dan ekologi secara mendalam.

“Sudah barang tentu enggak cukup, ya, lima hari untuk itu,” tegasnya.

Ia membandingkan dengan pelatihan serupa yang dahulu memakan waktu berbulan-bulan, termasuk praktik lapangan intensif seperti pengelolaan tanah, pengendalian hama, pemupukan, dan sistem irigasi.

Lalu bagaimana soal kekhawatiran mengenai potensi keterlibatan TNI dalam sektor produksi pangan yang mungkin menggeser posisi petani sipil? Andreas meyakinkan bahwa kekhawatiran tersebut tidak beralasan.

“Produsen pangan utama adalah petani. Saat ini ada sekitar 28 juta rumah tangga petani di Indonesia. Mereka adalah tulang punggung pembangunan pertanian, dan tidak mungkin tergantikan,” katanya.

Ia juga menanggapi isu mengenai kemungkinan TNI menggantikan sarjana pertanian. Andreas menilai, sektor pertanian tetap akan terbuka luas bagi lulusan pertanian, meskipun realitasnya banyak sarjana pertanian berkarier di bidang lain.

“Banyak juga teman-teman lulusan pertanian yang bekerja di media atau sebagainya, bahkan dulu masa saya itu, 50 persen lulusannya kerja di media. Jadi, ya, masalahnya tergantung,” tambahnya.

Andreas juga mengaku tidak tahu, terkait keputusan kerja sama tersebut berada di tingkat struktural institusi.

“Itu enggak tahu saya. Karena kan keputusan itu ada di IPB, ya, di struktural itu,” jawabnya singkat.

Aktivitas TNI

Dalam konteks lebih luas soal fenomena keterlibatan TNI di berbagai kampus, Andreas menilai selama aktivitas tersebut dalam koridor Merdeka Belajar, tidak ada masalah berarti.

“Dalam rangka merdeka belajar, siapa pun bisa belajar apa pun, tersebut sah-sah saja,” ucapnya.

Terakhir, terkait evaluasi terhadap program kerja sama ini, Andreas memastikan bahwa evaluasi adalah hal yang lazim dilakukan dalam setiap program pelatihan, termasuk kemungkinan penghentian jika hasilnya dinilai tidak efektif.

“Kalau program tidak sesuai sasaran, pasti ada evaluasi dan perbaikan, bahkan penghentian program,” jelas Andreas.

Ia menambahkan bahwa biasanya akan ada evaluasi pascapelatihan untuk mengukur pemahaman peserta dan implementasi di lapangan.

red
Prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) mengikuti Bimbingan Teknik Kompi Produksi Ketahanan Pangan 2025 di IPB University, Kamis, 24 April 2025. Foto: tni.mil.id


Bimtek Kompi Produksi

Mengutip website resmi IPB University, pelatihan ini merupakan bagian dari program Bimbingan Teknis (Bimtek) Kompi Produksi yang digagas sebagai langkah strategis memperkuat ketahanan pangan nasional.

Program ini tindak lanjut dari penerbitan peraturan panglima TNI mengenai pembentukan unit produksi di setiap jajaran kodim, lanal, dan lanud di seluruh Indonesia.

Aster Panglima TNI, Mohamad Naudi Nurdika menjelaskan, tujuan pembentukan kompi produksi adalah mendukung program pemerintah di bidang ketahanan pangan. Konsep yang akan diusung adalah integrated farming, yang mengintegrasikan produksi pertanian, peternakan, dan perikanan, sekaligus mengolah hasil panen menjadi produk bernilai tambah.

Dalam pelaksanaannya, TNI menggandeng IPB University sebagai mitra ahli di bidang pertanian, peternakan, dan perikanan. Para prajurit TNI yang mengikuti pelatihan diharapkan menjadi kader penggerak pembangunan kompi produksi di berbagai daerah.

Wakil Rektor IPB University bidang Riset, Inovasi, dan Pengembangan Agromaritim, Ernan Rustiadi menegaskan, kolaborasi ini adalah bentuk kontribusi kampus dalam penguatan sosial berbasis komunitas dan kesiapsiagaan menghadapi tantangan pangan global. Pelatihan mencakup berbagai aspek teknis dan akan berlangsung selama lima hari.

"IPB University berharap para peserta dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan praktis yang dapat segera diimplementasikan di lapangan," tutup Prof. Ernan dalam keterangan resminya, Selasa (22/04/25), yang dikutip KBR, Rabu, (23/4/2025).

Reaksi BEM IPB

Sementara itu, Refiansyah Nur Al Bantani dari Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) IPB menolak tegas program pelatihan pertanian yang melibatkan tentara dalam prosesnya.

Ia mengaku, informasi mengenai pelatihan ini diterima mahasiswa secara tiba-tiba. Bahkan, pihak keamanan kampus baru mengetahui program ini pada hari pelaksanaan.

“Kami baru tahu bahwa itu pelatihan TNI pada hari H. Ini menunjukkan bahwa informasi sangat tertutup, dan itu menjadi masalah utama di kalangan mahasiswa,” jelas Refian kepada KBR, Kamis, (24/04/2025).

Kondisi ini, menurutnya, menimbulkan polemik di lingkungan kampus. Mahasiswa mempertanyakan urgensi pelibatan tentara dalam sektor pertanian. Padahal, Indonesia memiliki jutaan petani dan ribuan lulusan pertanian tiap tahunnya.

“Apa memang tidak ada petani sampai-sampai harus TNI yang turun tangan? Kami di sini belajar empat tahun, tetapi pekerjaan yang seharusnya untuk kami justru diambil oleh mereka yang hanya dilatih lima hari,” tegasnya.

Mempertanyakan Sikap Kampus

Menurutnya, IPB sebagai institusi pendidikan tinggi yang dikenal sebagai "empunya ilmu pangan", seharusnya mengambil sikap lebih jelas terhadap keterlibatan TNI. Ia menilai, posisi kampus yang cenderung moderat dan menghindari polemik tidak menyelesaikan substansi masalah.

“Kami mempertanyakan kenapa IPB mengizinkan hal ini. Apakah IPB tidak bisa bersuara lebih keras tentang siapa yang seharusnya mengelola pertanian?” tanyanya.

Ia menyatakan, pendekatan militeristik dalam menangani isu ketahanan pangan tidak tepat. Kata dia, seharusnya akademisi dan petani berpengalaman yang dilibatkan, bukan institusi militer.

Selain itu, diskusi mahasiswa terkait pelatihan ini penuh kekhawatiran, terutama soal potensi dominasi militer di ranah sipil. Ia menilai, keberadaan tentara di sektor pertanian bukan hanya soal pelatihan, tetapi juga legitimasi perluasan peran militer.

“Mereka ini bukan ahlinya. Bahkan kami yang belajar empat tahun saja belum tentu sukses mengelola pertanian. Bagaimana dengan mereka yang belajar lima hari?” ucapnya.

Memarjinalkan Petani

Menurut Refiansyah, program seperti Kompi Produksi yang digagas TNI justru bisa memarginalkan para petani dan lulusan perguruan tinggi pertanian.

Salah satu alasannya kata dia, kondisi ketahanan pangan Indonesia saat ini tidak sampai pada level yang memerlukan pelibatan militer. Ia menyarankan, jika memang diperlukan intervensi, maka seharusnya dilakukan oleh para ahli di bidang pertanian.

“Kalau memang kondisi pangan kita segenting itu, harusnya petani dan akademisi yang turun, bukan TNI. Pangan dan pertahanan negara itu dua hal berbeda,” tegasnya lagi.

Terakhir, Refiansyah menegaskan sikap resmi BEM KM IPB, menolak keterlibatan TNI dalam pelatihan pertanian. Ia menekankan pentingnya peran IPB sebagai penjaga keilmuan dan pelopor pertanian berbasis ilmu, bukan hanya sebagai pelaksana teknis kebijakan negara.

“IPB harus bersikap. Ini bukan soal moderat atau tidak, ini soal mempertahankan ranah keilmuan dan pekerjaan bagi para petani dan lulusan pertanian. Kalau TNI masuk ke semua sektor, lalu kita kuliah untuk apa?” pungkasnya.

red
IPB University-Foto: ipb.ac.id


TNI Masuk Kampus

Sebelumnya, aktivitas TNI di sejumlah kampus di berbagai daerah menuai sorotan. Guru Besar Hukum Tata Negara (HTN) Universitas Padjadjaran (Unpad), Susi Dwi Harijanti mempertanyakan maksud prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) mendatangi mahasiswa di sejumlah kampus.

Sebab menurutnya, kampus merupakan lembaga pendidikan, yang terdapat berbagai macam aktivitas edukasi, salah satunya diskusi kritis antarmahasiswa.

"Ketika TNI itu masuk kampus, maka ada beberapa pertanyaan. Yang pertama, mengapa TNI masuk kampus? Apa tujuannya? Kemudian yang kedua, apakah tujuan itu sejalan atau tidak dengan karakter-karakter berbagai kegiatan yang ada di kampus?" ujar Susi Dwi Harijanti kepada KBR, Senin, (21/4/2025).

Susi menyebut, kedatangan TNI di kampus harus ada izin dari pimpinan terkait.

"Kalaupun mereka mengatakan bahwa dia diundang, mereka kan harus bisa menunjukkan mana surat undangannya. Enggak mungkin itu hanya disampaikan secara lisan, ini kan hubungan antarlembaga," jelasnya.

Sipil Beda dengan Militer

Apabila diundang pun, mestinya menggunakan undangan tertulis sehingga dapat dipertanggung jawabkan di kemudian hari.

"Bahwa betul kami mengundang secara formal, ada jawaban terhadap undangan itu. Dan mereka datang berdasarkan undangan. Siapa yang akan diundang itu kan biasanya dibincangkan terlebih dahulu," imbuhnya.

Susi menjelaskan kehidupan sipil berbeda dengan didikan disiplin militer. Kehidupan masyarakat sipil terpusat pada kerja sama, persaudaraan, debat pemikiran, termasuk juga pertukaran-pertukaran gagaasan.

"Tidak bisa kemudian militer-militer masuk ke mana-mana, enggak boleh. Karena inilah yang dikhawatirkan efek dari Undang-Undang TNI," jelasnya.

"Jadi, misalkan Undang-Undang TNI tidak menghidupkan kembali dwifungsi. Tetapi ketika melihat dengan masuknya militer kegiatan-kegiatan mahasiswa di kampus, itu memperlihatkan bagaimana kemudian militer terlibat dari aktivitas atau kehidupan masyarakat sipil," imbuh Susi.

Ketakutan

Susi khawatir, setelah kejadian ini mahasiswa jadi takut berdiskusi secara kritis. Pengawasan seharusnya dilakukan internal kampus, bukan eksternal seperti militer.

"Itu yang menyebabkan nanti ada perasaan-perasaan kekhawatiran. Mereka khawatir untuk melakukan diskusi, mereka khawatir untuk melakukan aktivitas-aktivitas keilmuan yang bersifat kritis. Dan mereka merasa seakan-akan diawasi," keluhnya.

Menurutnya, pimpinan universitas harus mengirim pesan apabila dirasa ada kunjungan janggal dari pihak yang tidak diundang.

"Mereka itu kan manusia berseragam, secara psikologis itu memang berbeda. Apa lagi tentara gitu, ya. Dengan seragam tentara, mereka masuk, itu kan cukup memberikan efek secara psikologis. Kenapa tentara masuk kampus, ini ada apa?" tanyanya.

Demokrasi

Susi mengatakan apabila kejadian seperti ini terus berulang, dampaknya dapat menurunkan kualitas demokrasi. Indonesia adalah negara demokrasi yang menjunjung tinggi hak asasi manusia. Sehingga kegiatan-kegiatan bertukar pikiran secara kritis telah dijamin oleh negara.

"Jadi, jangan sampai kemudian muncul ke depan itu, yang dikedepankan itu adalah purbasangka. Bahwa aktivitas-aktivitas keilmuan yang ada di kampus, itu adalah aktivitas-aktivitas untuk melakukan kritik terhadap penguasa, mengganggu jalannya pemerintahan dan berisik," kritiknya.

"Kalau terlalu banyak purbasangka, maka demokrasi itu tidak dapat berjalan dengan baik. Akibatnya ke depan kualitas demokrasi Indonesia akan makin menurun," pungkasnya.

Teror?

Sebelumnya, anggota TNI diduga meneror mahasiswa UIN Walisongo Kota Semarang, Jawa Tengah. Dugaan teror diterima setelah diskusi Fasisme Mengancam Kampus: Bayang-Bayang Militer bagi kebebasan Akademik, Senin, 14 April 2025.

Mahasiswa yang diduga diteror ialah mereka yang tergabung dalam Kelompok Studi Mahasiswa Walisongo.

Anggota Lembaga Penerbitan Mahasiswa (LPM) Justicia, Dimas menjelaskan, anggota TNI tidak hanya datang ke forum diskusi, namun juga mengancam salah satu anggota LPM Justicia.

"Setelah diskusi soal militer, LPM yang saya ikuti membuat berita siangnya diteror , di-chat dan ditelepon orang tidak dikenal. Dia bertanya siapa yang menulis dan membuat berita, Kalau tidak ngaku orang tersebut bilang ke kampus dan bilang kenal sama rektor," ungkap Dimas, Kamis, (17/04/25).

Dimas menjelaskan, diskusi yang dimulai sekitar pukul 16.00 itu didatangi seorang yang tidak dikenal dengan menggunakan kaos warna hitam dan celana denim.

Karena curiga, orang tersebut lantas diminta mengenalkan diri, namun ia menolak.

"Waktu disuruh perkenalan, dia malah bilang, 'kalau saya tidak boleh di sini, ya, sudah saya pergi saja'," ungkap Dimas.

Dimas mengatakan, pascadiskusi selesai LPM Justicia membuat artikel berita terkait acara itu. Lalu, salah satu anggota LPM mendapatkan pesan digital dan teleon dari orang tidak dikenal dengan ancaman bakal melapor ke rektor.

"Ada kawan kami yang diteror, itu sudah tidak wajar," imbuhnya.

Dalih

Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) IV/Diponegoro, Andy Soelistyo mengakui ada anggota TNI yang datang ke Kampus III UIN Walisongo.

"Anggota TNI yang hadir atas nama Sertu Rokiman, Babinsa Koramil Ngaliyan Kelurahan Tambak Aji," terangnya dalam penyampaian tertulisnya, Rabu, (16/4/25).

Ia mengklaim, kedatangan aparat kewilayahan tersebut dalam rangka menjalankan tugas rutin.

“Babinsa hadir di sekitar kampus hanya untuk monitoring wilayah, karena sebelumnya beredar pamflet undangan diskusi yang bersifat terbuka untuk umum. Itu bagian dari tugas Babinsa dalam menjaga keamanan dan ketertiban wilayah binaannya,” ujarnya.

Menurutnya, tindakan yang anggotanya jauh dari kata intervensi atau upaya menghentikan forum diskusi.

Dalam rilis tersebut, Andy juga menyebut tak ada mahasiswa diskusi yang dipanggil anggota TNI, meskipun dari pihak penyelenggara diskusi telah menyampaikan tudingannya dengan bukti foto.

"Sertu Rokiman sama sekali tidak masuk ke area forum diskusi, melainkan tetap berada di luar kampus. Babinsa juga tidak pernah memanggil mahasiswa keluar kampus untuk menemuinya," katanya.

"Ini menunjukkan bahwa tugas yang dilakukannya sudah sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawabnya sebagai aparat teritorial," sambungnya.

Andy membantah tudingan anggotanya menyusup dalam diskusi. Ia mengaku tak mengenal orang tersebut.

“Kami tegaskan, orang dalam video tersebut bukan anggota kami. Kehadiran Babinsa pun hanya satu orang, dan itu pun berada di luar forum diskusi,” pungkas

Mendatangi Konsolidasi

Selain UIN Walisongo Semarang, prajurit TNI juga datang ke acara Konsolidasi Mahasiswa Nasional di Universitas Indonesia (UI), Rabu malam, 16 April 2025.

Dandim Depok, Iman Widhiarto diketahui mendatangi Pusat Kegiatan Mahasiswa (Pusgiwa) UI di Depok, Jawa Barat. Iman datang tepat saat konsolidasi nasional yang diikuti mahasiswa sejumlah universitas.

Direktur Humas UI, Arie Afriansyah menjelaskan, rektorat tak pernah mengundang anggota TNI untuk hadir di kegiatan konsolidasi.

"Kami menghormati setiap kegiatan mahasiswa yang berlangsung di kampus," katanya kepada Tempo, Jumat, 18 April 2025, seperti dikutip KBR, Selasa, 22 April 2025.

Ditolak Mahasiswa

Lalu, di Bali, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Udayana (Unud) menolak keputusan kerja sama antara Unud dan Kodam Udayana.

Ketua BEM Unud, I Wayan Arma Surya Darmasaputra beralasan, mereka khawatir ada potensi hadirnya unsur militerisasi di kampus. Padahal seharusnya kampus netral, independen, dan bebas pengaruh kepentingan sektoral.

Usai penolakan itu, Rektor Unud, I Ketut Sudarsana mengklaim, telah mengirimkan surat pembatalan kerja sama dengan Kodam Udayana.

"Benar. Sudah kirim," ujarnya kepada Tempo, Kamis, 17 April 2025, seperti dikutip KBR, 22 April 2025.

Namun, menurut BEM Unud, mereka belum menerima salinan surat pembatalan itu, termasuk soal penjelasan resmi dari rektorat.

Dalam akun Instagram @bem_udayana, para mahasiswa mengaku resah terhadap dampak perjanjian kerja sama ini.

"Kami bergerak di atas panggilan hati kami yang ingin independensi pendidikan, tidak ada intervensi serta spesialisasi kepada siapa pun, apalagi APARAT!" bunyi unggahan @bem_udayana, Rabu, 2 April 2025, yang dikutip KBR, Selasa, (22/4/2025).

TNI Membantah

Sebelumnya, Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad) WahyuYudhayana mengklaim, TNI AD sangat menghargai kebebasan masyarakat berpendapat, termasuk dari kalangan sivitas akademika.

Kata dia, TNI AD tak sedikit pun berniat membungkam atau meredam kebebasan berpendapat masyarakat.

Menurutya, kerja sama atau kegiatan TNI AD yang berkaitan dengan universitas belakangan ini didasari alasan yang jelas.

"Tidak perlu ada yang dikhawatirkan," ujarnya Rabu, 16 April 2025, seperti dikutip KBR dari Kantor Berita ANTARA, Senin, (21/4/2025).

Ia juga membantah tudingan adanya intel TNI menyusup ke dalam diskusi mahasiswa UIN Walisongo, Semarang.

Tetapi, Wahyu mengakui, memang ada personel dari Kodam IV/Diponegoro yang datang ke sekitar lokasi, tetapi hanya di luar ruang diskusi. Ia mengklaim, personel TNI datang untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.

"Jadi, manakala ada suatu keramaian, manakala ada suatu kegiatan yang mendatangkan orang banyak, yang bersangkutan harus berada di sekitar tempat itu, untuk menyakinkan kegiatan berjalan dengan lancar," katanya, Rabu, 16 April 2025, seperti dikutip KBR dari Kantor Berita ANTARA, Senin, (21/4/2025).

Baca juga:

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!