"Boleh dikatakan, tidak ada satu pun peristiwa kekerasan massal yang melampaui wilayah yang besar dan terjadi hingga berbulan-bulan, tanpa disertai peran negara."
Penulis: Bambang Hari
Editor:

KBR, Jakarta- Salah seorang akademisi Ariel Heriyanto menilai, Peristiwa 1965 hanya bisa diselesaikan dengan cara meminta maaf kepada para korban oleh negara. Kata dia, peristiwa pembantaian yang terjadi secara terus menerus hingga waktu berbulan-bulan lamanya, sudah barang tentu terindikasi adanya pembiaran yang dilakukan oleh negara.
Bahkan ia juga mengatakan, negara juga dianggap memiliki andil atas terjadinya peristiwa tersebut. Karenanya, negara harus meminta maaf kepada para korban melalui lembaga yang disebut pemerintah.
"Pemerintah dalam hal ini mewakili negara? Siapa saja yang disebut pemerintah yang dapat mewakilkan sebuah negara? Bisa saja secara kolektif Pemimpin di Parlemen, dan juga Presiden," kata akademisi Ariel Heriyanto, Senin (18/04).
Ariel melanjutkan, "boleh dikatakan, tidak ada satu pun peristiwa kekerasan massal yang melampaui wilayah yang besar dan terjadi hingga berbulan-bulan, tanpa disertai peran negara. Saya tegaskan lagi. Kalau terjadi sebuah kekerasan massal hingga memakan waktu berbulan-bulan meliputi wilayah besar di dunia manapun, biasanya adanya ada ikut campur negara. Dan apa yang terjadi pada 1965 menurut saya, menunjukkan hal tersebut."
Simposium mengenai tragedi 1965 masih akan berlangsung hingga besok. Pada simposium itu, salah satu solusi yang diusulkan adalah melalui jalur nonyudisial atau rehabilitasi. Jika menggunakan metode rehabilitasi, berarti pemerintah harus membersihkan nama korban yang selama ini dianggap terlibat dalam Tragedi 1965
Editor: Rony Sitanggang