NASIONAL

Remaja Bawa Motor ke Sekolah, Rawan Kecelakaan

Korps Lalu Lintas Polri mencatat angka fatalitas akibat kecelakaan lalu di Indonesia per tahun mencapai 27 ribu orang, 80 persen korban meninggal dari kalangan pelajar atau remaja.

AUTHOR / Ardhi Ridwansyah

kecelakaan
Ilustrasi. Polisi menilang pelajar tanpa SIM yang mengendarai sepeda motor di Jombang Jawa Timur. (Foto: ANTARA/Syaiful Arif)

KBR, Jakarta - Korps Lalu Lintas Polri mencatat angka fatalitas akibat kecelakaan lalu di Indonesia per tahun mencapai 27 ribu orang atau 3 hingga 4 orang meninggal setiap jam. Dari jumlah tersebut, 80 persen korban meninggal adalah kalangan pelajar atau remaja.

Direktorat Jenderal Perhubungan Darat di Kementerian Perhubungan memiliki data profil korban kecelakaan di Indonesia pada tahun 2020. Dari data yang ada, korban kecelakaan terbesar adalah pelajar dengan tingkat pendidikan SLTA sebanyak 80-an ribu orang. Disusul pelajar SLTP sekitar 17 ribu orang dan pelajas SD sebanyak 12-an ribu orang.

Sedangkan korban yang sudah kuliah, angkanya lebih kecil meski masih di angka 3 ribuan orang.

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Hendro Sugiatno mengatakan kalangan pelajar rentan menjadi korban kecelakaan lalu lintas lantaran kelalaian orang tua yang mengizinkan anaknya berkendara.

“Yang salah bukan anaknya, yang salah orangtuanya. Jadi adek-adek, kasih tahu orangtuanya, tetangga saudara dikasih tahu bahwa anak-anakn yang masih di bawah umur jangan dikasih motor,” kata Hendro pada acara “Penganugerahan Insan Peduli Keselamatan Jalan Tingkat Nasional Tahun 2023”, Kamis (15/9/2023).

Kecelakaan lalu lintas ini pernah dialami Juna, seorang siswa kelas 12 salah satu SMA negeri di Kota Bekasi, Jawa Barat. Juna baru-baru ini mengalami kecelakaan lalu lintas ketika berangkat ke sekolah.

Kecelakaan terjadi ketika Juna banting setir saat ada pengendara sepeda motor lainnya datang dari arah berlawanan. Juna jatuh dari motor dan mengalami luka ringan di tangan.

“Saya sebenarnya kecelakaan bukan karena saya sendiri, tapi gara-gara pengendara motor lain juga. Padahal saya udah hati-hati banget malah dibilang saya udah aman kan. Cuman pengguna jalan lain ngebahayain saya. Tiba-tiba dari lawan arah ada motor yang mau nyalip mobil gitu, terus saya kaget, banting setir dan saya jatuh,” kata Juna saat dihubungi KBR, Jumat (15/9/2023).

Juna merasa beruntung kepalanya tidak terbentur. Saat kecelakaan itu ia tidak memakai helm. Juna meski sudah berusia 17 tahun belum memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM).

Namun Juna tetap ingin menggunakan motor saat sekolah. Ia beralasan akses transportasi publik dari rumahnya sulit dan waktu tempuh jika menggunakan angkutan kota lebih lama ketimbang naik motor.

“Karena kebutuhan saya ya, apalagi orangtua kan pada kerja semua terus saya enggak ada yang nganterin juga, kalau saya naik ojek online, biayanya besar, jadi mending saya bawa motor sendiri paling cuma duit bensin doang,” ujar Juna.

Baca juga:

Alasan serupa juga disampaikan Dwi, seorang siswa kelas 12 salah satu SMK swasta di Kota Bekasi Jawa Barat. Dwi sudah mengendarai sepeda motor ke sekolah sejak kelas 10. Hingga saat ini Dwi belum punya SIM. Ia beralasan memilih menggunakan motor karena lebih cepat dan takut terlambat sekolah jika menggunakan angkutan umum.

“Lebih enak naik motor ya, kalau transportasi publik tuh aksesnya jauh, harus jalan sekitar dua kilometer dulu. Kalai naik motor kan langsung dari rumah langsung aja ke sekolah,” ujar Dwi saat dihubungi KBR, Jumat (15/9/2023).

Dwi juga sering tidak mengenakan helm saat berkendara karena malas. Walaupun ia takut mengalami kecelakaan.

“Ya khawatir sih kadang ada bayang-bayang misalkan kalau jatuh terus enggak pakai helm pasti cideranya parah banget. Sebenarnya kebayang ya tapi malas aja gitu kitanya,” ujar Dwi.

Dwi mengaku diizinkan orangtua untuk naik motor ke sekolah karena tidak ada yang mengantar.

Tapi tidak semua orang tua mengizinkan anaknya mengendarai sepeda motor. Seorang ibu rumah di Jakarta, Maya mengatakan anaknya yang kini duduk di kelas 12 SMK pernah minta minta dibelikan motor untuk ke sekolah. Namun ia tidak mengizinkan karena khawatir kecelakaan.

“Saya sendiri belum saya bolehkan naik motor karena satu takut ada kecelakaan. Kedua, anak saya belum mendapat SIM gitu, ya jadinya mau enggak mau diantar gitu sama kakaknya. Kebetulan sekolah anak saya di daerah Pisangan Timur,” kata Maya kepada KBR, Jumat (15/9/2023).

Editor: Agus Luqman

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!