NASIONAL

Ramai Anak Terapi Cuci Darah. Apa Kabar Cukai Minuman Berpemanis?

penerapannya baru akan dimulai jika mendapat dukungan dari semua kementerian

AUTHOR / Astri Septiani, Muthia Kusuma

EDITOR / Muthia Kusuma Wardani

minuman
Calon konsumen memilih minuman kemasan di sebuah pusat perbelanjaan, Tangerang Selatan, Banten, Jumat (5/7/2024). (FOTO: ANTARA/Sulthony Hasanuddin)

KBR, Jakarta- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menekankan urgensi pemberlakuan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) untuk pengendalian konsumsi gula. Juru bicara Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi mengatakan, penerapan cukai MBDK itu sesuai rekomendasi badan kesehatan dunia WHO, dan badan PPB urusan anak (UNICEF). Dia mengingatkan, wacana kebijakan ini sudah disosialisasikan sejak awal tahun ini, namun penerapannya baru akan dimulai jika mendapat dukungan dari semua kementerian dan lembaga terkait.

"Saya rasa ini nanti pasti akan ada strategi lagi dari teman-teman Kementerian Keuangan kemudian untuk misalnya juga termasuk membahas isu-isu apa yang belum disepakati antara kementerian dan lembaga. Artinya nanti kan ada kajian-kajian efektivitasnya, dampak bagaimana kalau dinilai ya dari penerapan cukai, sama dengan bagaimana dampak penyakit PTM (Penyakit Tidak Menular-red) kalau kita tidak menerapkan cukai kan juga ada studi-studi kajiannya gitu nanti," kata Siti Nadia Tarmizi kepada KBR, Senin (29/07/24).

Siti Nadia Tarmizi menambahkan, selain melalui intervensi non-sektor kesehatan melalui kebijakan fiskal penerapan cukai MBDK, Kemenkes juga gencarkan strategi kesehatan. Salah satunya dengan menggencarkan sosialisasi risiko buruk penyakit tidak menular.

"Kita tahu bahwa penyakit tidak menular ini kan penyakit yang masalahnya cukup besar. Nanti berdampak dari sisi produktivitas dari biaya kesehatan itu dampaknya cukup besar ya, banyak. Bisa bayangkan kalau seorang yang dengan penyakit gula darah ya atau diabetes melitus, itu kan bisa mengenai mata, bisa mengenai ginjal, bisa mengenai jantung ya," ucap Siti.

Baca juga:

Siti Nadia mengatakan, Kemenkes juga akan melakukan skrining rutin dan menetapkan kadar aman konsumsi gula. Selain itu, Kemenkes juga akan memfasilitasi pengobatan pasien penyakit tidak menular.

"Jadi kalau gula itu empat sendok makan gula per hari, per 50 mg ya. Sementara kalau garam itu 5 gram atau 1 sendok teh per hari. Sedangkan untuk minyak goreng itu 5 sendok makan minyak goreng per hari," imbuhnya.

Siti Nadia menyebut, selama ini pembatasan konsumsi  Gula, Garam, dan Lemak (GGL) diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan. Selain itu pembatasan GGL juga dimandatkan di dalam Undang-Undang Kesehatan. Namun, pemerntah masih menyusun aturan turunan dari UU Kesehatan. 

Siti Nadia menegaskan, intervensi dari sektor kesehatan maupun non-kesehatan perlu berjalan beriringan untuk menjadikan pembatasan konsumsi Gula, Garam, dan Lemak (GGL) menjadi efektif. 

Baca juga:

Sebelumnya, Kementerian Perindustrian menolak wacana pengenaan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Dirjen Industri Argo Kementerian Perindustrian, Putu Juli Ardika beralasan, pengenaan cukai akan menaikan harga produk sehingga berpotensi mengurangi keuntungan pedagang dan industri kecil.

"Jadi dampak ke industrinya terutama itu UMKM, dan industri kecil dan menengah ini cukup berdampak. Sementara untuk industri yang besar ini akan cepat melakukan adaptasi," ucap Putu dalam Rapat Dengar Pendapat panitia kerja pengawasan produk pangan olahan dan pangan siap saji dengan kandungan Gula, Garam, Lemak (GGL), pada Senin, (1/7/2024)

Dirjen Industri Argo Kementerian Perindustrian, Putu Juli Ardika memperkirakan, kenaikan harga minuman berpemanis bisa mencapai 15 persen jika cukai diberlakukan. Padahal konsumen minuman berpemanis kebanyakan masyarakat kelas menengah ke bawah yang rentan terhadap harga.

Cuci Darah

Puluhan anak menjalani cuci darah di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, belum lama ini. Fenomena itu menuai sorotan luas di tengah masyarakat.

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengatakan, ada 60 anak yang terapi cuci darah di RSCM. Ketua Pengurus Pusat IDAI, Piprim Basarah Yanuarso, penyebabnya yaitu kelainan fungsi ginjal dari lahir, penyintas kasus cemaran obat pada dua tahun lalu, serta gaya hidup buruk.

"Nah sebab lainnya adalah masalah gaya hidup. Ini terkait obesitas, dengan sindrom metabolik yang kita tahu bahwa anak-anak obesitas itu mengalami low grade inflammation atau inflamasi derajat rendah yang berlangsung secara kronik dan juga mengalami tingginya ROS atau reaktif oksigen spesies yang ini kalau secara gabungan ya ditambah dengan hipertensi, tambah obesitas, detoksifikasi ini bisa merusak ginjal dan perlu dilakukan cuci darah," ujar Piprim dalam keterangan yang diterima KBR Media, Kamis (26/7/2024).

Ketua Pengurus Pusat IDAI, Piprim Basarah Yanuarso mengimbau para orang tua menjaga kesehatan ginjal anak dengan membiasakan minum air putih. Dia juga meminta pembatasan konsumsi pemanis pada makanan dan minuman kemasan yang banyak dijumpai di mini market. Orang tua juga diminta mengawasi penggunaan garam pada pangan yang dikonsumsi anak.

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!